Kemelimpahan Lichen sebagai Bioindikator Pencemaran Udara di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta
HERAWATI NUGRAHAYU, Dr. rer. nat. Andhika Puspito Nugroho; Ludmilla Fitri Untari, S.Si., M.Si
2023 | Skripsi | S1 BIOLOGIPencemaran udara yaitu masuknya zat pencemar kedalam lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan pada makhluk hidup jika melebihi dari ambang batas toleransi berdasarkan pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997. Lichen dapat digunakan sebagai bioindikator dikarenakan lichen tidak memiliki kutikula sehingga zat-zat kimia dapat masuk dan zat tersebut dapat diakumulasi didalam thalusnya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kemelimpahan spesies lichen dengan tingkat kualitas udara yang diamati di wilayah Kecamatan Sleman pada bulan September hingga Desember 2022 dengan metode purposive sampling. Identifikasi lichen dilakukan dengan mengamati morfologi luar dan alat reproduksinya dengan dibantu menggunakan buku kunci identifikasi dan website resmi lichen. Pada pengamatan kualitas udara ambiens ini menggunakan data dari DLHK DIY, DLH Sleman dan aplikasi Breezometer pada tahun 2018 hingga 2022. Parameter kualitas udara berupa PM 10, CO, O3, NO2 dan SO2. Kemelimpahan spesies pada penelitian ini yaitu lokasi PC. GKBI sebesar 0,52%, lokasi Perempatan Denggung sebesar 1,29%, lokasi Griya Taman Asri sebesar 0,72% dan lokasi DMT Futsal sebesar 4,81%. Lichen yang ditemukan didominasi oleh warna hijau pucat dan putih keabuan, thalus terdiri dari tipe foliose dan cructose, rata-rata presentase tutupan thalus sebesar 12,77%, dan lichen tumbuh didominasi pada pohon inang Swietenia mahagoni. Sementara, nilai ISPU pada keempat lokasi pengamatan pada rentang baik hingga sedang. Kemelimpahan lichen berbanding lurus dengan pengaruh kualitas udara di lingkungan pengamatan. Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan maka lichen dapat digunakan sebagai bioindikator kualitas udara, khususnya pencemaran udara yang diakibatkan oleh kendaraan bermotor.
Air pollution is the entry of contaminants into the environment which can cause disturbance to living things if it exceeds the tolerance threshold based on the Decree of the Minister of State for the Environment No. 45 of 1997. Lichen can be used as a bioindicator because lichen does not have a cuticle so that chemical substances can enter and these substances can accumulate in the thallus. This research was conducted to determine the relationship between the abundance of lichen species and the level of air quality observed sub-district in Sleman. This research was conducted from September to December 2022 using a purposive sampling method. Identification of lichens was carried out by observing their external morphology and reproductive organs which were analyzed using key books and lichen websites. This ambient air quality observation uses data from DLHK DIY, DLH Sleman and the Breezometer from 2018 to 2022 years. The air quality parameters are PM 10, CO, O3, NO2 and SO2. The abundance of species in this research is the location of PC. GKBI is 0.52%, Denggung Crossroads is 1.29%, Griya Taman Asri is 0.72% and DMT Futsal is 4,81%. The lichens found were dominated by pale green and grayish white, the thallus consisted of foliose and cructose types, the average percentage of thallus cover was 12.77%, and lichen grew predominantly on the host tree Swietenia mahagoni. Meanwhile, ISPU values at the four observation locations were in the good to moderate range. The abundance of mosses is judged to be directly related to the influence of air quality in the observation environment. Based on the research results obtained, lichen can be used as a bioindicator of air quality, especially air pollution caused by motorized vehicles.
Kata Kunci : Bioindikator, Faktor abiotik, Kecamatan Sleman, Lichen, Pencemaran udara