Laporkan Masalah

Sindrom Alagille

DIAJENG PUTRI I, Dr. dr. Titis Widowati, Sp.A(K).; Dr. dr. Ekawaty Lutfia Haksari, MPH, Sp.A(K)

2022 | Tesis-Spesialis | ILMU KESEHATAN ANAK

Latar belakang : Sindrom Alagille (SA) adalah kelainan autosomal dominan yang disebabkan oleh mutasi pada Jagged1 (tipe 1) dan Notch2 (tipe 2), terjadi 1 dari 70.000 kelahiran hidup. SA dapat didiagnosis tanpa uji genetik jika pasien dengan pausitas duktus biliaris memiliki tiga dari lima kriteria utama: kolestasis, fasies dismorfik, tulang belakang 'kupu-kupu', embriotokson posterior, dan penyakit jantung bawaan. SA ditandai dengan progresifitas yang lambat untuk menjadi gagal hati dan 50% kasus memerlukan transplantasi hati. Maka, manajemen SA harus fokus pada peningkatan kualitas hidup pasien. Tujuan : Tujuan dari pengamatan kasus panjang ini adalah pemberian intervensi secara terpadu pada pasien Sindrom Alagille yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien seoptimal mungkin dengan memantau faktor-faktor prognostik yang dapat dimodifikasi. Metode : Metode penelitian ini adalah observasional prospektif (time series) selama 12 bulan. Pengumpulan data melalui rekam medis, wawancara dan pemeriksaan fisik langsung, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan penunjang lainnya dan kunjungan rumah yang dilakukan secara periodik. Hasil : Seorang anak laki-laki berusia tiga tahun didiagnosis dengan SA berdasarkan pausitas duktus biliaris intrahepatal disertai kolestasis, fasies dismorfik, dan tulang belakang 'kupu- kupu'. Tes genetik tidak dilakukan terkait dengan biaya yang mahal dan bukan pemeriksaan rutin untuk mendiagnosis SA di rumah sakit kami. Pasien ini mendapat terapi asam ursodeoksikolat, susu formula trigliserida rantai menengah, terapi okupasi, dan vitamin larut lemak (A, D, E, dan K). Transplantasi hati belum dilakukan dikarenakan belum ada donor yang cocok. Setelah satu tahun, pasien ini menunjukkan peningkatan pertumbuhan (HAZ dari - 3,37 menjadi -2,47 SD, WAZ dari -2,3 menjadi -1,9 SD, WHZ dari -1,25 menjadi -1 SD), perkembangan (keterlambatan perkembangan global berdasarkan Denver-II menjadi sesuai untuk usianya), dan kadar vitamin D (dari 8,6 nmol/L menjadi 22,1 nmol/L). Secara keseluruhan, kualitas hidup meningkat (PedsQL 4.0 dari 20.3 menjadi 53.9). Beberapa tes fungsi hati masih menunjukkan peningkatan abnormal, termasuk aspartat aminotransferase (163 hingga 173 U/L), alanine aminotransferase (131 hingga 141 U/L), dan bilirubin direk (6,99 hingga 10,35 mg/dL). Namun, albumin dan koagulogram (aPTT, PT, dan INR) masih berada dalam kisaran normal. Kesimpulan : Manajemen suportif yang komprehensif harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan SA yang belum menerima transplantasi hati.

Background : Alagille syndrome (AGS) is an autosomal dominant disorder caused by mutations in Jagged1 (type 1) and Notch2 (type 2), occurs 1 in 70,000 live births. AGS can be diagnosed without any genetic testing if the patient with bile duct paucity combined with three out of five main criterias: cholestasis, dysmorphic facies, butterfly vertebrae, posterior embryotoxon, and congenital heart disease. AGS is characterized by its slow progression to end-stage liver disease and 50% of the cases require liver transplantation. Thus, management of AGS should focus on improving the patients quality of life. Objectives: The purpose of this observation is to provide integrated interventions to patients with alagille syndrome which is expected to improve the patient's quality of life as optimally as possible by monitoring modifiable prognostic factors. Methods : This research method is a prospective observational (time series) for 12 months. Data collection through medical records, direct interviews, physical and laboratory examinations, other supporting examinations and periodic home visits. Results : A three-year-old boy was diagnosed with AGS based on intrahepatic bile duct paucity with cholestasis, dysmorphic facies, and butterfly vertebrae. Genetic testing was not performed due to its high cost and not a routine examination to diagnose AGS in our hospital. This patient was treated with ursodeoxycholic acid, medium-chain triglycerides formula, occupational therapy, and fat soluble vitamins (A, D, E, and K). Liver transplantation has not been performed since there is no suitable donor yet. After one year, this patient showed an improvement on growth (HAZ from -3,37 to -2,47 SD, WAZ from -2,3 to -1,9 SD, WHZ from -1,25 to -1 SD), development (global developmental delay based on Denver-II became appropriate for his age), and vitamin D level (from 8,6 nmol/L to 22,1 nmol/L). Overall, his quality of life was improved (PedsQL 4.0 from 20.3 became 53.9). Some of the liver function tests showed an abnormal increase, including aspartate aminotransferase (163 to 173 U/L), alanine aminotransferase (131 to 141 U/L), and direct bilirubin (6.99 to 10.35 mg/dL). However, albumin and coagulogram (aPTT, PT, and INR) were within normal range. Conclusion : Implementing a comprehensive supportive management should be done to improve the quality of life in patient with AGS who hasn't received any liver transplantation.

Kata Kunci : Sindrom Alagille, anak, kualitas hidup, pertumbuhan, perkembangan, Alagille syndrome, children, quality of life, growth, development

  1. SPESIALIS-2022-437820-abstract.pdf  
  2. SPESIALIS-2022-437820-bibliography.pdf  
  3. SPESIALIS-2022-437820-tableofcontent.pdf  
  4. SPESIALIS-2022-437820-title.pdf