Diskursivitas Identitas Etno-religius dalam Politik Elektoral NTT

YEHESKIAL A ROEN, Prof. Dr. Suharko, M.Si ; M. Najib Azca, Ph.D

2023 | Disertasi | DOKTOR SOSIOLOGI

Studi ini berfokus pada diskursus politik elektoral yang jamak mengunakan sentimen identitas agama dan etnis sebagai instrumen elektoral. Secara khusus, studi ini berupaya mengidentifikasi artikulasi yang disematkan pada diskursus identitas etno-religius dalam politik elektoral NTT. Secara metodologis, studi ini meminjam teori diskursus yang dikembangkan oleh Laclau-Mouffe (1985), dengan piranti Logics of Critical Explanation sebagai "metode". Data korpus teks, talks dan regulasi dikumpulkan, diklasifikasikan serta dianalisis dengan mengunakan teori diskursus. Studi ini menemukan bahwa terdapat sejumlah artikulasi yang disematkan disekitar diskursus identitas etno-religius dalam politik elektoral. Sejumlah artikulasi tersebut kemudian terjalin menghasilkan pemilahan politik (political frontier) antara narasi hegemoni identitas dan sekaligus antagonisme hegemoni identitas tersebut. Secara spesifik, hasil penelitian menunjukan bahwa pertama, terdapat tiga artikulasi, yakni "rivalitas warisan kolonial", "Representasi identitas etno-religius secara institusional informal" dan "Praktek sosial politik keseharian" yang mengkonstruksi identitas etno-religius menjadi hegemonik, namun demikian, kedua, penelitian ini juga menemukan terdapat artikulasi antagonistik yang dikonstruksi oleh berbagai subjek dengan beragam tuntutan partikular yang pada akhirnya bermuara pada satu titik simpul (nodal point) menolak identitas dalam politik elektoral. Narasi antagonisme ditopang oleh tiga artikulasi, yakni narasi "jangan pilih berdasarkan kesamaan SARA", "kampanye isu kepublikan" dan "kampanye damai". Terhadap temuan empirik tersebut, peneliti merefleksikan beberapa hal, yakni (1). Terdapat beragam artikulasi/narasi yang berupaya mengisi makna politik elektoral, sementara hegemoni identitas etno-religius dalam politik elektoral hanyalah narasi partikular yang esensialis. (2). Penelitian ini menemukan bahwa terdapat dua level kontestasi dan pembentukan subyek diskursif, yang terbentuk pada diskursifitas identitas etno-religius dalam politik elektoral (3). Pada akhirnya, studi ini mendudukan temuan lapangan dalam dialog teoritik dengan model demokrasi agonisme untuk merumuskan praksis alternatif perihal pengelolaan keragaman artikulasi dalam politik elektoral NTT.

This study focused on the discourse of electoral politics with the sentiments of religious and ethnic identity as electoral instruments. Particularly, this study seeked to identify the articulations in the discourse of ethno-religious identity in the electoral politics in NTT. Methodologically, this study used a Discourse Theory developed by Laclau-Mouffe (1985), with a Logics of Critical Explanation as the "method". Data in the form of texts, talks, and regulations were collected, classified, and analyzed with the Laclau-Mouffe discourse theory. This study found that there are a number of articulations in the discourse of ethno-religious identity in electoral politics which then produce a political frontier between the narrative of the identity hegemony and at the same time the antagonism of the identity hegemony. The results of the study particularly showed that first, there are three articulations, namely "rivalry of colonial legacy", "informal institutional representation of ethno-religious identity" and "daily socio-political practice" that construct ethno-religious identity to be hegemonic. Secondly, this study also found that there are antagonistic articulations constructed by various subjects with various particular demands ultimately leading to a nodal point rejecting identity in electoral politics. The antagonism narrative is supported by three articulations, namely the narrative of "don't vote based on ethnicity, religion, race, and inter-group similarity", "public issues campaign" and "peace campaign". Regarding these empirical findings, there are three reflections, namely (1). There are various articulations/narratives that seek to occupy the meaning of electoral politics, while the hegemony of ethno-religious identity in electoral politics is only an essentialist particular narrative. (2). There are two levels of contestation, namely the contestation between identities and the contestation against identity. And the formation of a fantastic subject of ethno-religious identity in electoral politics. (3). Finally, this study puts the field findings in a theoretical dialogue with the model of agonism democracy to formulate practice alternatives regarding the management of articulation diversity in electoral politics in NTT.

Kata Kunci : Discourse, Election, Ethno-Religious, Identity, Politics.