Laporkan Masalah

Konflik dan Inovasi Kebijakan Pelestarian dan Pengembangan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark di Bidang Pariwisata (Studi di Kabupaten Gunungkidul, D. I. Yogyakarta)

ARI SULISTYO, Prof. Dr. R. Rijanta, M.Sc.; Dr. Agus Heruanto Hadna, M.Si.; Prof. Dr. Sri Rum Giyarsih, M.Si.

2023 | Disertasi | DOKTOR KEPEMIMPINAN DAN INOVASI KEBIJAKAN

Sejak tahun 2015 Geopark Gunung Sewu tergabung dalam UNESCO Global Geopark. Geopark memiliki 3 konsep yaitu konservasi, pendidikan dan ekonomi. Pemanfaatan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark di bidang pariwisata berpotensi bersinggungan dengan upaya pelestarian lingkungan Geopark tersebut. Penelitian ini melihat sejauh mana pemanfaatan Geopark berpotensi merusak kelestarian Gunung Sewu UNESCO Global Geopark, siapa yang diuntungkan dan dirugikan dari kebijakan pelestarian dan pengembangan tersebut dan bagaimana respon atau inovasi pemerintah daerah dan masyarakat dalam menyikapi konflik yang terjadi. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dimana data penelitian diambil melalui wawancara mendalam dan observasi langsung. Data tersebut merupakan data primer sedangkan studi literatur dan dokumen relevan menjadi data sekunder yang mendukung data primer. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Analisis data dilakukan dengan mereduksi hasil wawancara, membandingkan dengan pengamatan di lapangan dan kajian pustaka kemudian ditarik kesimpulan. Penelitian ini menghasilkan temuan antara lain; pertama, potensi kerusakan lingkungan fisik antara lain kerusakan batuan karst, erosi tanah, kerusakan vegetasi, penurunan daya serap air, dan vandalisme sedangkan kerusakan lingkunan nonfisik berupa ketimpangan ekonomi dan sosial serta gangguan kualitas hubungan sosial di masyarakat. Kedua, pihak yang diuntungkan adalah masyarakat yang berada di sekitar geosite dalam lingkup satu desa sedangkan pihak yang dirugikan adalah mereka yang tidak mendapat manfaat ekonomi tetapi ikut merasakan dampak negatif dari pemanfaatan geopak seperti kerusakan jalan dan lain-lain. Ketiga, inovasi kebijakan yang muncul sebagian besar berasal dari masyarakat lokal yang menjadi pengelola wisata. Mereka tergabung dalam Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Inovasi-inovasi tersebut terutama terkait dengan kebersihan lingkungan dan pengelolaan sampah. Inovasi-inovasi tersebut antara lain kerja bakti rutin, pengelolaan sampah terpadu melalui Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), pembangunan obyek wisata dan kegiatan wisata alternatif, penambahan papan himbauan untuk menjaga lingkungan yang unik dan menarik, pembatasan jumlah pengunjung dan pelaku wisata, penggunaan bahan ramah lingkungan, dan pemanfaatan kearifan lokal (mistis) untuk menjaga lingkungan. Kebaruan penelitian ini adalah bahwa inovasi akar rumput (grassroots innovations) dapat diterapkan pada lingkup yang luas pada wilayah Geopark melalui konsep pemberdayaan masyarakat.

Gunung Sewu Geopark has been part of the UNESCO Global Geopark since 2015. The three concepts of Geopark are economy, education, and conservation. The utilization of Gunung Sewu as a UNESCO Global Geopark by the tourism industry may interfere with efforts to protect the ecology there. This study examines the potential impact that development and preservation could cause to the geopark, who stands to gain and lose from its conservation and development policies, and how the community and local government handle any resulting conflicts. This is a qualitative descriptive study, which means that direct observation and in-depth interviews were used to collect data. The data is primary data, while the literature reviews and pertinent papers are secondary data that support the core data. The purposive sampling technique was used for the sampling. Data analysis was done by condensing the interview results, contrasting them with field observations, studying the literature, and then making inferences. This research resulted in several findings. First, the potential for physical environment damage includes vandalism, karst rock damage, soil erosion, vegetation damage, decreased water absorption, and damage to vegetation, while non-physical environment damage occurs in the form of economic and social inequalities and disturbance of the quality of social relations in the community. Second, the parties who benefit are those who are within a village's range of the geosite; in contrast, the parties who suffer are those who do not gain economically but nonetheless suffer the negative effects of using geoparks, such as road damage and other effects. Third, most of the policy innovations come from local communities. They are individuals that belong to the Tourism Awareness Group (Pokdarwis). These innovations are mostly concerned with environmental hygiene and waste management. These innovations include regular community service, integrated waste management through village-owned businesses (Bumdes), the creation of alternative tourism products and activities, the inclusion of notice boards to maintain a distinctive and appealing environment, restricting the number of visitors and tourism actors, using environmentally friendly materials, and employing local knowledge (mysticism) to conserve the environment. The novelty of this research is that grassroots innovations can be applied to a wide scope in geopark area through the concept of community empowerment.

Kata Kunci : konflik kebijakan, geopark, pariwisata, lingkungan, inovasi akar rumput