Pengoptimalan Fungsi Lingkungan Embung Melalui Evaluasi dan Pendekatan Lanskap Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG)
Marina Yuliarti, Dr. Mohammad Pramono Hadi, M.Sc.; Dr. Ngadisih, S.T.P., M.Sc.
2023 | Tesis | MAGISTER ILMU LINGKUNGANPembangunan berbagai macam embung di Indonesia telah dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun masyarakat sendiri untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Dalam perkembangannya banyak sekali embung yang menghadapi masalah oleh berbagai sebab, baik karena faktor alam, sosial budaya, maupun kelembagaan. Sementara evaluasi fungsi lingkungan embung setelah pembangunan jarang dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi fungsi lingkungan embung Krapyak dan Tonogoro yang berada pada tipe bentuklahan yang berbeda, salah satunya pada puncak bukit. Secara khusus penelitian ini mencoba membandingkan kapasitas embung sebelum digunakan dengan kapasitas embung beberapa tahun kemudian. Di sisi lain, kami mencoba membandingkan volume limpasan permukaan daerah tangkapan air (DTA) terhadap kapasitas tampung embung. Pengamatan lapangan dilakukan untuk mendapatkan data batimetri dan untuk memvalidasi penggunaan lahan daerah tangkapan air embung. Data yang terkumpul dianalisis melalui metode evaluasi, Soil Conservation Service Curve Number (SCS-CN), dan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Arahan mitigasi kekeringan dan sedimentasi embung diberikan berdasarkan pertimbangan penambahan daerah tangkapan air hujan untuk embung yang berada di puncak bukit dan pengerukan sedimen untuk embung yang berada di aliran sungai. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa (1) ukuran embung tidak sesuai dengan potensi air yang ditampung (2) Potensi penambahan luas DTA hujan untuk meningkatkan volume air embung Tonogoro adalah 565,75 m2 (3) Laju sedimentasi embung Krapyak adalah 699,6 m3 per tahun (4) Estimasi biaya pemeliharaan embung Krapyak dengan cara pengerukan hasil sedimen per tahun adalah Rp.6.910.800,- dan (5) Bisa dimungkinkan pemeliharaan embung Krapyak dilakukan secara partisipatif kelembagaan/organisasi karena pengelolaan dilakukan secara bersama antar stakeholder. Perlu tindaklanjut terkait optimalisasi manajemen kelembagaan pengelola embung. Jadi, embung pada bentuklahan yang berbeda memiliki pendekatan berbeda untuk mengoptimalkan fungsinya.
The development of various types of retention basin (embungs) in Indonesia has been carried out by the central government, regional governments, and the community itself to meet various needs. In its development, many retention basins have faced problems due to various reasons such as natural factors, socio-cultural, and organization. While, the evaluation of the environment function of retention basin after construction is rarely carried out. This study aimed to evaluate the environment function of the Krapyak and Tonogoro retention basins which are located on different landform types, one of them laid on the top of hill. In particular, this study tried to compare the capacity of the retention basin before it is used with the capacity of the basin a few years later. On the other hand, we tried to compare the surface runoff volume of the catchment area to the retention basin capacity. Field observations were carried out to obtain bathymetry data and to validate land use in the catchment area. The collected data were analyzed through the evaluation method, the Soil Conservation Service Curve Number (SCS-CN), and using the Geographic Information System (GIS). The word, to mitigate the drought and sedimentation of basin by adding rainwater catchment areas for basin that are on the top of the hill and dredging sediments for retention basin that are in the river flow. The evaluation results show that (1) the size of the retention basins did not match the potential of the stored water (2) The potential for additional rainwater catchment area to increase the water volume of the Tonogoro basin was 565.75 m2 (3) The sedimentation rate of the Krapyak basin was 699.6 m3 per year (4) The estimated cost of maintaining the Krapyak basin by dredging sediment products per year was Rp.6,910,800.- (5) The maintenance of the Krapyak basin must be carried out in an institutional/organizational participatory manner because management was designed jointly between stakeholders. However, follow-up is needed to optimize the institutional management of the retention basins manager. So, retention basin on different landforms have different approaches to optimizing their function.
Kata Kunci : Embung, Evaluasi, SIG, Kekeringan, Sedimentasi, Lanskap