PEREMPUAN DAN ENERGI TERBARUKAN : Studi Fenomenologi Perempuan di Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid (PLTH) Pantai Baru, Desa Srandakan, Kecamatan Bantul, D.I. Yogyakarta
RAHMAH ISTIQOMAH, R. Derajad Sulistyo Widhyharto, S.Sos., M.Si.
2023 | Skripsi | S1 SOSIOLOGIPengalaman perempuan dengan teknologi tidak bisa dipisahkan dari eratnya keterkaitan antara teknologi dan gender construction dimana teknologi secara budaya dipandang memiliki citra maskulin yang sama dengan laki-laki. Hal tersebut juga terjadi pada perempuan sebagai aktor utama konsumsi listrik di Pembangkit Listrik Teknologi Hybrid (PLTH) daerah Pantai Baru, Desa Srandakan, Kecamatan Bantul. Para perempuan tergabung dalam Kelompok Kuliner mengalami maskulinitas hegemonik saat disandingkan dengan isu energi terbarukan, dimana pengkotakan antara citra maskulin dan citra feminin telah mempersempit ruang para perempuan untuk ikut terlibat dalam pengelolaan, serta sistem maintaining pada komponen-komponen sederhana di energi terbarukan PLTH. Inilah yang kemudian menjadi pemicu permasalahan baru dalam proses pemanfaatan sumber listrik dari PLTH. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dengan kerangka teori Maskulinitas Hegemonik yang diperkenalkan oleh Raewyn Connell serta konsep ekofeminisme oleh Vandana Shiva dan Karen J. Warren sebagai pisau analisis yang menjelaskan bagaimana proses terbentuknya pengalaman perempuan kaitannya dengan keterlibatan di sektor teknologi energi terbarukan. Data yang didapatkan meliputi hasil wawancara secara langsung terhadap informan dari unsur para perempuan Kelompok Kuliner dan unsur petugas pengelola PLTH serta studi pustaka dengan menggunakan penelitian terdahulu yang mengkaji hubungan perempuan di isu energi terbarukan. Temuan dari studi ini memperlihatkan bahwa faktor budaya yang mengkotakan sifat laki-laki dan perempuan berdampak pada perbedaan kesempatan yang diperoleh oleh keduanya dalam mengakses teknologi. Perempuan tidak diberi ruang belajar serta dianggap tidak cakap mengelola komponen listrik yang menyebabkan banyak terjadi kerusakan di listrik di warung mereka. Sementara itu, di dalam temuan ini juga diperoleh data yang menarik terkait perubahan kebijakan dari pemerintah daerah sebagai pemilik kontrol atas tanggung jawab PLTH yang menyebabkan perempuan mengalami kerentanan akan perubahan. Melalui konsep ekofeminisme, kondisi kerentanan akan perubahan yang dialami perempuan sebagai bentuk ketidakadilan dari relasi kuasa yang muncul di PLTH Pantai Baru.
Women's experiences with technology cannot be separated from the close relationship between technology and gender construction, where technology is culturally viewed as the same masculine image as men. That also happened to women as the main actors in electricity consumption at the Hybrid Technology Power Plant (PLTH) in the Pantai Baru, Srandakan Village, Bantul District. The women who are members of the Culinary Group experience hegemonic masculinity in the issue of renewable energy, where the division between masculine images and feminine images has narrowed the space for women to be involved in managing, as well as maintaining systems on simple components in PLTH renewable energy installations. That triggers new problems while using the power source from PLTH. This study uses a qualitative research method with a phenomenological approach. This study using the theoretical framework of Hegemonic Masculinity introduced by Raewyn Connell and the concept of Ecofeminism by Vandana Shiva and Karen J. Warren as an analytical knife that explains how the process of forming women's experiences is related to involvement in the renewable energy technology sector. The data obtained includes the results of direct interviews with informants from the women's elements of the Culinary Group, and elements of Hybrid Power Plant management officers, as well as literature studies using previous research that examines women's relationships in renewable energy issues. The findings from this study show that cultural factors that compartmentalize the nature of men and women have an impact on the different opportunities that both of them get in accessing technology. Women are not given proper knowledge and lack of capability for managing electrical components which cause a lot of damage to the electrical installations. Meanwhile, these findings also provide interesting data related to policy changes from the local government as the owner of control over Hybrid Power Plant responsibilities, which causes women to experience vulnerability to change. Through the concept of ecofeminism, the condition of vulnerability to change experienced by women is a form of injustice from the power relations that emerged at the Pantai Baru.
Kata Kunci : Kata kunci: perempuan, teknologi energi terbarukan, maskulinitas hegemoni, ekofeminisme