INTERSEKSI BUDAYA AMERIKA SERIKAT TERHADAP KOMUNIKASI INTERKULTURAL MAHASISWI MUSLIMAH PhD INDONESIA SEBAGAI TRANSNASIONAL
WIN LISTYANINGRUM A, Prof. Juliasih KS, SU; Prof. Ratno Lukito, MA, DCL
2023 | Disertasi | DOKTOR PENGKAJIAN AMERIKAPenelitian ini membandingkan budaya Amerika Serikat dan budaya Indonesia yang mempengaruhi kehidupan komunikasi interkultural tahun pertama mahasiswi PhD muslimah Indonesia di Amerika Serikat sebagai transnasional. Dengan menggunakan pendekatan Transnasional Amerika Serikat, penelitian ini menggambarkan cara pandang dan hegemoni masyarakat lokal terhadap pendatang yang ingin mengkonstruksi identitasnya. Penelitian ini juga menggunakan teori komunikasi interkultural Stella Ting-Toomey dan interseksionalitas Kimberle Crenshaw dalam memperlihatkan adanya interseksi dua budaya yang mempengaruhi kehidupan interkultural mahasiswi muslimah PhD Indonesia sebagai pendatang. Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menerapkan teknik auto ethnography untuk mendapatkan data berupa cerita pengalaman pribadi mahasiswi Muslimah PhD Indonesia yang sedang melanjutkan studi di Amerika Serikat melalui video/audio atau catatan harian, kuesioner dan wawancara sekaligus untuk memetakan situasi demografis informan dan disajikan secara deskriptif. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan mengenai tantangan komunikasi interkultural tahun pertama mengenai: (1) Bagaimana budaya Amerika Serikat mempengaruhi kehidupan komunikasi interkultural mahasiswi muslimah PhD Indonesia sebagai transnasional?; (2) Bagaimana warga Amerika melihat konstruksi identitas mahasiswi muslimah PhD Indonesia ini diterapkan dalam menghadapi tantangan interseksi budaya, dan (3) Bagaimana warga Amerika melihat konstruksi identitas mahasiswi muslimah PhD Indonesia ini diterapkan dalam menghadapi tantangan interseksi budaya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa budaya Amerika masih memperlihatkan hegemoninya meskipun secara terbuka menyatakan bahwa negara ini menerima perbedaan. Kedatangan pendatang dengan segala strategi yang dilakukan hanya berpengaruh bagi kebaikannya sendiri karena masyarakat lokal secara struktural masih setia dengan sifatnya yang menjunjung tinggi internalized racism sebagai cara menunjukkan loyalitas mereka sebagai orang Amerika. Hal ini sesuai dengan konsep American Exceptionalist yang distingtif dengan mengutamakan faktor kesamaan dalam hal mayoritas (warna kulit, agama, dan budaya). Masyarakat Amerika hanya menunjukkan rasa hormat pada tataran permukaan tetapi mereka tetap menunjukkan sebagai Amerika sementara selain Amerika adalah the other. Secara tidak sadar praktik internalized racism ini menyasar pada terjadinya multiple marginality bagi mahasiswi muslimah PhD Indonesia yang disebabkan pada perbedaan identitas budaya (agama, budaya, dan bahasa). Akhirnya, mahasiswi muslimah PhD Indonesia ini melakukan tindakan yang disebut soft silence sebagai cara untuk menghindari konflik akibat adanya hegemoni dari masyarakat lokal yang dapat mempengaruhi kesuksesan mereka dalam meraih gelar akademik.
This study compares U.S. culture and Indonesian culture that influenced the intercultural communication life of first-year Indonesian PhD muslimah students in the United States as transnational. Using the Transnational American Studies, this study illustrates the perspective and hegemony of local communities towards immigrants who want to construct their identities. This research also uses Stella Ting-Toomey's intercultural communication theory and Kimberle Crenshaw's intersectionality in showing the existence of a two-culture intersection that affects the intercultural life of Indonesian PhD muslimah students as transnationals. This study uses qualitative auto ethnography techniques to obtain data from the personal life experiences of the students. The data obtained from video/audio or diary tape, questionnaires and interviews are also used to map the demographic condition of the students and presented descriptively. This research is done to answer the following questions about: (1) How does the US culture influence the intercultural communication of the Indonesian PhD muslimah students as transnationals?; (2) How do the local people view on the identity construction of the Indonesian PhD muslimah students in facing the intersectionality of the US culture?; and (3) How far does the intersectionality of the US culture change the strategy of the Indonesian PhD muslimah student� intercultural communication? The study concludes that American culture still exhibits its hegemony despite publicly stating that the country accepts differences. The arrival of migrants with all the strategies carried out only affects their own good because the local people are still structurally loyal to their nature that upholds internalized racism as a way of showing their loyalty as Americans. This is in keeping with the distinctive American Exceptionalist concept by prioritizing the similarity factor in terms of majority (skin color, religion, and culture). Unconsciously, this practice of internalized racism targets the occurrence of multiple marginalities for Indonesian PhD muslimah students caused by differences in cultural identity (religion, culture, and language). The local people only show respect on a surface level but they still show that they are American while the other is the other. Finally, these Indonesian PhD muslimah students took an action called soft silence as a way to avoid conflict due to the hegemony of the local community that might affect their success to obtain their academic degrees.
Kata Kunci : cultural intersection, intercultural communication, Indonesian PhD muslimah students the US, transnationals