Kebijakan dan Respons Pemerintah Kolonial Hindia Belanda Terhadap Kritik dan Protes Sosial, 1830�1942

GEYAN FATIHAH, Dr. Agus Suwignyo, M.A.

2023 | Skripsi | S1 SEJARAH

Kritik maupun protes terhadap pemerintah kolonial telah disuarakan sejak lama, tetapi tidak dalam gelombang yang besar sebagaimana yang terjadi pada abad ke-20. Antusiasme masyarakat untuk memperbaiki hidup yang diikuti dengan pembaharuan zaman yang serba cepat lantas mengancam fondasi pemerintahan kolonial di Hindia Belanda. Penelitian ini mengkaji berbagai penanganan terhadap kritik dan protes yang dilakukan pemerintah kolonial pada abad ke-20 di Hindia Belanda, baik secara preventif maupun represif. Dengan menggunakan metode sejarah, penelitian ini memanfaatkan sumber primer berupa arsip dan surat kabar sezaman. Misalnya, arsip Binnenlands Bestuur serta terbitan resmi di ANRI, surat kabar Bintang Soerabaia di Perpusnas, serta Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie�� yang dapat diakses di laman delpher. Sumber primer tersebut juga ditunjang dengan sekunder berupa buku, artikel, skripsi, tesis, dan disertasi, antara lain tulisan-tulisan John Ingleson serta Henk Schulte Nordholt. Penelitian ini menyimpulkan, protes maupun kritik pada abad ke-20 di Hindia Belanda dikategorikan sebagai tindakan kriminal alih-alih sebuah media untuk berdialog baik antara pekerja dengan pihak swasta maupun antara masyarakat dan pemerintah. Implementasi ini telah terbentuk sejak abad ke-19, kemudian dikukuhkan melalui perundang-undangan yang sistematis pada abad ke-20. Represi atas suara-suara tersebut tidak hanya terjadi dalam bidang politik, tetapi juga ekonomi. Politik Etis membuat pemerintah kolonial merekatkan sistem kapitalis dalam sendi perekonomian mereka, sehingga berbagai pertentangan yang dapat memengaruhi perekonomian (negara) dapat dikecam oleh pemerintah. Pemerintah kolonial Hindia Belanda juga menguatkan fondasi tersebut di bawah rust en orde, hingga badan kepolisian. Narasi bahwa tindakan tersebut dilakukan oleh provokator melekat kuat hingga pemenjaraan dan pembuangan terhadap kaum pergerakan (nasional)�yang kerap dianggap sebagai agitator atas protes dan kritik yang terjadi�menjadi sebuah �normalitas�. Pada 1930-an, penanganan atas kritik dan protes ini juga ikut menargetkan masyarakat biasa agar mereka tidak melakukan protes dan menjadi masyarakat yang �tertib� menurut negara kolonial.

Criticisms and protests against colonial government had been expressed from long ago, but not in a huge wave like in twentieth century. The enthusiasm to improve their lives was followed by the fast-paced renewal era threatened the foundation of colonial rule in the Netherlands Indie. This study analyzes various handling of criticisms and protests by the colonial government in the 20th century in the Netherlands Indie, both preventively and repressively. Using the historical research method, this study utilizes primary sources such as archives and newspapers from the period studied. For examples are archieve from Binnenlands Bestuur and official publication in ANRI, Bintang Soerabaia newspaper in Perpusnas, and Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie�� that can be accessed from website called delpher. These primary sources also supported by secondary sources such as books, articles, theses, and dissertations, as well as John Ingleson�s and Henk Schulte Nordholt�s articles. This study concludes that protests and criticisms in the 20th century in the Dutch East Indies were categorized as criminal acts rather than as a medium for dialogue between workers and the private sector as well as between the community and the government. The implementation had been formed since the 19th century, then strengthened through systematic laws in the 20th century. Repression of these voices did not only occur in the political field, but also in economy. The Ethical Politic made the colonial government glue the capitalist system in their joint economy, so that various conflicts that could affect the (state) economy could be criticized by the government. Netherlands Indie government also strengthened this foundation under rust en order, to the police agency. The narrative that the protests were all carried out by provocateurs was firmly attached to the point where the imprisonment and banishment of members of the (national) movement�who are often seen as agitators for the protests and criticisms�became a �normality�. In 1930s, the handling of criticisms and protests also included civilians, therefore they would not protest and become an �orderly� society according to the colonial state.

Kata Kunci : protes, kritik, pemerintah kolonial, pergerakan, penanganan kritik, protest, criticism, colonial government, movement, the handling of criticisms