Laporkan Masalah

Analisis Spasio-Temporal Kerentanan Airtanah Spesifik Terhadap Pencemaran Di Kecamatan Bantul Dan Kecamatan Bambanglipuro Pada Tahun 2009 Dan 2021

FACHRURIZAL S K, Dr. Tjahyo Nugroho Adji, M.Sc. Tech

2022 | Skripsi | S1 GEOGRAFI LINGKUNGAN

Kabupaten Bantul secara umum merupakan daerah yang cukup berkembang yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Perkembangan yang dimaksud terjadi secara linear dengan pertumbuhan populasi manusia dan perubahan penggunaan lahan, sehingga meningkatkan ancaman akan adanya pencemaran bagi sumberdaya airtanah di daerah tersebut. Hal tersebut didukung oleh kondisi cadangan airtanahnya yang banyak serta disertai morfologi yang relatif datar, sehingga meningkatkan ancaman pencemaran. Kecamatan Bantul dan Kecamatan Bambanglipuro secara khusus menjadi area kajian dikarenakan adanya perbedaan tingkat perubahan penggunaan lahan di antara keduanya, sehingga tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan kondisi penggunaan lahan dan kerentanan airtanah, serta mengkaji pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap kerentanan airtanah. Penelitian ini dilakukan dengan analisis spasio-temporal yang membandingkan kondisi penggunaan lahan dan terutama kerentanan airtanah antara tahun 2009 dan 2021. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Susceptibility Index (SI). Keseluruhan parameter yang terdapat di metode tersebut kemudian diolah menjadi indeks tingkat kerentanan airtanah dengan menggunakan metode skoring dan pembobotan. Lalu, untuk validasi hasilnya dilakukan dengan membandingkan tingkat kerentanan airtanah dengan hasil pengujian kualitas airtanah berupa kandungan nitrat di area kajian. Selanjutnya, teknik analisis komparatif deskriptif digunakan untuk mengetahui pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap tingkat kerentanan airtanah. Klasifikasi penggunaan lahan yang dihasilkan berupa area agroforestri, area semi urban dan area urban, area pertanian heterogen, serta area persawahan. Area agroforestri dan area semi urban diketahui paling banyak mengalami perubahan pada perbandingan tahun 2009 dan 2021. Area agroforestri menurun seluas 212,49 ha, sementara area semi urban bertambah seluas 209,81. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi paling banyak di Kecamatan Bambanglipuro dari area agroforestri menjadi area semi urban. Adapun terkait kondisi kerentanan airtanah spesifik terhadap pencemaran, diketahui didominasi oleh tingkat kerentanan sedang dan tinggi. Saat hasilnya pada tahun 2009 dan 2021 dibandingkan, diketahui bahwa tingkat kerentanan sedang mengalami penurunan cakupan luas seluas 226,93 ha, sementara tingkat kerentanan tinggi mengalami kenaikan 227,11 ha. Perubahan penggunaan lahan diketahui mempengaruhi tingkat kerentanan airtanah yang ada di area kajian. Akan tetapi, parameter lainnya juga tidak menutup kemungkinan untuk memberi pengaruh tertentu yang bergantung dari bobot masing-masing parameter yang ada pada metode SI

Bantul Regency in general is a fairly developed area in the Province of the Special Region of Yogyakarta. This development occurs linearly with human population growth and changes in land use, thereby increasing the threat of contamination to groundwater resources in the area. This is supported by the condition of its abundant groundwater reserves and accompanied by a relatively flat morphology, thereby increasing the threat of pollution. Bantul District and Bambanglipuro District are specifically the study areas due to the different rates of land use change between the two, so the purpose of this research is to determine changes in land use conditions and groundwater vulnerability, and to examine the effect of land use change on groundwater vulnerability. This research was conducted using a spatio-temporal analysis that compared land use conditions and especially groundwater vulnerability between 2009 and 2021. The method used in this research is the Susceptibility Index (SI) method. All parameters contained in the method are then processed to become an index of groundwater vulnerability using the scoring and weighting method. Then, to validate the results, it is done by comparing the level of vulnerability of groundwater with the results of testing the quality of groundwater in the form of nitrate content in the study area. Furthermore, a descriptive comparative analysis technique is used to determine the effect of changes in land use on the level of groundwater vulnerability. The resulting land use classifications are agroforestry areas, semi-urban areas and urban areas, heterogeneous agricultural areas, and paddy fields. Agroforestry areas and semi-urban areas are known to have experienced the most changes in the 2009 and 2021 comparisons. The agroforestry areas decreased by 212.49 ha, while the semi-urban areas increased by 209.81. Most of the changes in land use occurred in the Bambanglipuro Disctrict from agroforestry areas to semiurban areas. As for specific groundwater vulnerability conditions to pollution, it is known to be dominated by moderate and high levels of vulnerability. When the results for 2009 and 2021 were compared, it was found that the moderate level of vulnerability had decreased by 226.93 ha, while the high level of vulnerability had increased by 227.11 ha. Changes in land use are known to affect the level of groundwater vulnerability in the study area. However, other parameters do not rule out the possibility of having a certain effect depending on the weight of each parameter in the SI method

Kata Kunci : airtanah, perubahan penggunaan lahan, kerentanan airtanah,groundwater, land use change, groundwater vulnerability

  1. S1-2022-426814-abstract.pdf  
  2. S1-2022-426814-bibliography.pdf  
  3. S1-2022-426814-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2022-426814-title.pdf