Laporkan Masalah

Nikah Cina Buta: Potret Kerentanan Berlapis (Multi-layered Vulnerabilities) pada Perempuan di Aceh

ASIFA USYIFAINI, Suzanna Eddyono, S.Sos., M.Si., M.A., Ph.D

2022 | Tesis | MAGISTER PEMBANGUNAN SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN

Nikah cina buta merupakan sebuah rekayasa pernikahan yang berbayar dan terikat perjanjian. Pernikahan ini sebagai alternatif untuk memenuhi persyaratan menikah kembali bagi pasangan yang bercerai talak tiga. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan gambaran nikah cina buta lebih komprehensif serta pola kerentanan yang dialami perempuan dalam praktik nikah cina buta. Kerentanan tersebut dikonstruksikan berdasarkan konsep interseksional Crenshaw (1989) yang menunjukkan bahwa diskriminasi bukan suatu hal yang independen karena dianalogikan sebagai sebuah persimpangan yang saling berkesinambungan satu aspek dengan aspek lainnya. Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan studi kasus. Adapun pengumpulan data dilakukan melalui observasi, dokumentasi dan wawancara mendalam. Wawancara mendalam dilakukan terhadap enam perempuan yang terlibat dalam persoalan nikah cina buta, satu laki-laki yang berprofesi sebagai cina buta, dua tokoh agama, tiga anggota keluarga, dua staf Mahkamah Syarâ'iyah, satu staf Kantor Urusan Agama, dan satu Keuchik (kepala desa). Kemudian dilakukan analisis tematik naratif terhadap data tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keputusan menikah kembali dan nikah cina buta tidak selalu berjalan mulus. Dalam pernikahan cina buta perempuan harus menghadapi berbagai konsekuensi terhadap dirinya seperti penilaian buruk dari masyarakat hingga resiko kehamilan yang berdampak sepanjang hidupnya. Nyatanya, pasca nikah cina buta juga tidak semua pasangan menjalani pernikahan semula sebagaimana diidamkan. Hal ini terlihat dari dua kasus yang menunjukkan kembali terjadinya perceraian. Alih-alih mendapatkan kebahagiaan, perempuan justru harus kembali tersakiti dengan luka yang lebih dalam. Akan tetapi, ada juga perempuan yang berani untuk menentang nikah cina buta sehingga harus menghadapi konsekuensi berupa pengasingan dari masyarakat. Penelitian ini juga menunjukkan adanya kerentanan berlapis (multi-layered vulnerabilities) pada perempuan yang melakukan nikah cina buta. Kerentanan berlapis ini tampak dari (1) kerentanan dalam hal ekonomi; (2) kerentanan pada kesehatan; dan (3) kerentanan terhadap stigma sosial. Kerentanan berlapis yang dimaksud adalah perempuan mengalami berbagai kerentanan pasca nikah cina buta dalam banyak aspek secara bersamaan. Hal ini berkaitan erat dengan beberapa peran yang dijalani sekaligus yakni sebagai seorang istri, ibu, bagian dari sebuah keluarga, dan bagian dari masyarakat. Kata Kunci: Nikah cina buta, kerentanan berlapis, perempuan dan keluarga di Aceh

Cina buta marriage is an arranged marriage that is paid for and bound by an agreement. This marriage is an alternative to fulfilling the remarriage requirements for couples who have divorced three times. This study aims to find a more comprehensive description of cina buta marriages as well as patterns of vulnerability experienced by women in the practice of cina buta marriages. This vulnerability is constructed based on the intersectional concept of Crenshaw (1989), which shows that discrimination is not an independent thing because it is analogous to an intersection that is continuous with one aspect and another. This research was conducted using a case-study approach. The data collection is done through observation, documentation, and in-depth interviews. In-depth interviews were conducted with six women who entered into cina buta marriages, one man who worked as a cina buta, two religious leaders, three family members, two Syar'iyah Court staff, one member of the Office of Religious Affairs, and one village head. Then a thematic narrative analysis was carried out on the data. The results of this study indicate that the decision to remarry and blind Chinese marriage do not always go smoothly. In a blind Chinese marriage, a woman has to face various consequences for herself, such as bad judgment from society and the risk of pregnancy that will impact her whole life. In fact, after blind Chinese marriage, not all couples go through the original marriage as desired. This can be seen from the two cases that show the reoccurrence of divorce. Instead of getting happiness, women have to be hurt again with deeper wounds. However, there were also women who dared to oppose blind Chinese marriages and had to face the consequences of being exiled from society. This study also shows the existence of multi-layered vulnerabilities in women who enter into cina-buta marriages. This multi-layered vulnerability can be seen in (1) economic vulnerability, (2) vulnerability to health, and (3) vulnerability to social stigma. The phrase "multi-layered vulnerabilities" refers to the fact that after cina buta marriage, women are vulnerable on multiple levels. This is closely related to several roles one plays at once, namely as a wife, mother, member of a family, and part of society. Keywords: Cina buta marriage, multi-layered vulnerabilities, women and families in Aceh

Kata Kunci : Nikah cina buta, kerentanan berlapis, perempuan dan keluarga di Aceh /Cina buta marriage, multi-layered vulnerabilities, women and families in Aceh

  1. S2-2022-471548-abstract.pdf  
  2. S2-2022-471548-bibliography.pdf  
  3. S2-2022-471548-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2022-471548-title.pdf