Feminisasi Kemiskinan: Potret Buruh Perempuan Pemetik Teh di Perkebunan Teh Rancabali, Bandung

HUSNUL KHOTIMAH, Milda Longgeita Pinem, S. Sos., M.A., PhD

2022 | Tesis | MAGISTER PEMBANGUNAN SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN

Sektor pertanian berkontribusi cukup besar terhadap pertumbuhan perekonomian negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan bahwa pada tahun 2020, PDB sektor pertanian menjadi penyumbang tertinggi pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan II 2020. Sektor pertanian memiliki sub sektor yakni tanaman pangan, kehutanan, peternakan, perikanan, dan perkebunan. Salah satu komoditas perkebunan unggulan Indonesia yang mendunia adalah komoditas teh. Saat ini, Indonesia menempati posisi ketujuh sebagai produsen teh terbesar di dunia. Perkebunan teh terluas di Indonesia yang menyumbang sekitar 70 % dari produksi teh nasional terletak di provinsi Jawa Barat. Luasnya perkebunan teh Jawa Barat tentunya membutuhkan tenaga kerja yang tidak sedikit. Perkebunan teh selain berperan penting dalam pendapatan ekonomi negara juga membuka pekerjaan bagi masyarakat. Namun, kontribusi perkebunan teh terhadap perekonomian negara ternyata berbanding terbalik dengan kondisi tenaga kerja di perkebunan teh. Terbukanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat harusnya dapat meningkatkan kesejahteraan mereka, namun kenyataanya bekerja di perkebunan teh tidak menaikan kesejahteraan secara siginifkan karena rendahnya upah yang diterima khususnya pekerja yang masih berstatus sebagai buruh lepas. Buruh yang paling rentan mengalami kemiskinan adalah perempuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potret feminisasi kemiskinan pada buruh perempuan pemetik teh di perkebunan Rancabali dalam tiga ranah yaitu rumah, perkebunan dan serikat serta mengetahui faktor-faktor kemiskinan dan upaya survival buruh perempuan pemetik teh agar terlepas dari belenggu kemiskinan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode feminis, karena penelitian ini memiliki posisi dan sudut pandang feminis. Data penelitian berasal dari data primer dan data sekunder yaitu hasil observasi, dokumentasi dan wawancara mendalam kepada buruh perempuan pemetik teh perkebunan Rancabali. Informan dalam penelitian ini berjumlah 25 orang yang terdiri dari 13 perempuan pemetik teh, pemerintah setempat, karyawan perkebunan lain dan warga sekitar. Informan di pilih dengan cara snowball. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model Miles and Huberman. Hasil penelitian menunjukan bahwa buruh perempuan berada pada posisi rentan karena beberapa kondisi infrastruktur jalan yang buruk, tidak memiliki tempat tinggal pribadi, sulitnya akses terhadap pendidikan, pekerjaan, upah yang sama, dan kesehatan. Di rumah, mayoritas pekerjaan domestik masih dilakukan oleh perempuan saja. Ruang domestik yang dilekatkan dengan tanggungjawab dan pekerjaan perempuan merupakan segregasi gender yang mengakibatkan perempuan mengalami beban ganda. Sedangkan di kebun, masih terdapat feminisasi kerja dan minimnya fasilitas kesejahteraan bagi buruh khususnya yang berstatus PJTK. Di serikat, partisipasi buruh perempuan masih sangat minim. Kemiskinan yang dialami para buruh perkebunan ini termasuk dalam kemiskinan struktural dan sosial. Agar keluar dalam belenggu kemiskinan, buruh melakukan upaya-upaya antara lain: buruh perempuan pernah terlibat dalam demonstrasi terkait upah, mengurangi pengeluaran dan makan apa adanya, memiliki pekerjaan sampingan seperti berkebun, berjualan dan menjadi buruh lepas di tempat-lain, serta meminta bantuan dari jaringan sosial seperti sanak sudara dan tetangga.

The agricultural sector has significantly contributed to the country's economic growth. Data from the Central Statistics Agency (BPS) show that the farming sector's GDP in 2020 was the highest contributor to national economic growth in the second quarter of 2020. The agricultural industry has sub-sectors: food crops, forestry, livestock, fisheries, and plantations. One of Indonesia's leading global plantation commodities is tea. Currently, Indonesia occupies the seventh position as the largest tea producer in the world. The largest tea plantation in Indonesia is in the province of West Java, which accounts for around 70% of national tea production. The extent of the tea plantations in West Java certainly requires many workers. Apart from playing an essential role in the country's economic income, tea plantations also provide jobs for the community. However, the contribution of tea plantations to the country's economy is inversely proportional to the labor conditions in the tea plantations. The opening of employment opportunities for the community should be able to increase their welfare, but in reality, working in tea plantations does not significantly increase their welfare due to the low wages received, especially for workers who are still casual laborers. The workers who are most vulnerable to experiencing poverty are women. This study aims to find out the portrait of the feminization of poverty in tea-picking women workers in Rancabali plantations in three domains, namely home, plantation, and unions, as well as knowing the factors of poverty and the survival efforts of tea-picking women workers to escape from the shackles of poverty. The research method used is the feminist method because this research has a feminist position and perspective. The research data comes from primary and secondary data, namely the results of observations, documentation, and in-depth interviews with women workers who pick tea at the Rancabali plantation. There were 25 informants in this study consisting of 13 tea-picking women, the local government, other plantation employees, and residents. Informants are selected by the snowball method. The data analysis technique used in this study uses the Miles and Huberman model. The results of the study show that women workers are in a vulnerable position due to several poor road infrastructure conditions, not having a private residence, difficulty accessing education, employment, equal pay, and health. At home, the most of domestic work is still done by women only. Domestic space that is attached to and attached to women's responsibilities and work is a gender segregation that causes women to experience a double burden. Meanwhile in the plantations, there is still a feminization of work and a lack of welfare facilities for workers, especially those with PJTK status. In unions, the participation of women workers is still very minimal. The poverty experienced by these plantation workers is included in structural and social poverty. In order to get out of the shackles of poverty, workers make efforts, including: women workers have been involved in wage demonstrations, reduced expenses and ate as is, had side jobs such as gardening, selling and being freelance workers elsewhere, and asked for help from social networks such as relatives and neighbours.

Kata Kunci : Feminisasi kemiskinan, potret kehidupan buruh, pemetik teh, upaya survival