PRAKTIK PERNIKAHAN DINI (MERARIK KODEK) DI LOMBOK
SITI FARIDA KHAIRANI, Suzanna Eddyono, S.Sos., M.Si., M.A. Ph.D
2022 | Tesis | MAGISTER PEMBANGUNAN SOSIAL DAN KESEJAHTERAANPernikahan dini di Indonesia merupakan realitas yang berulang di masyarakat. Pernikahan dini di Lombok lebih dikenal dengan merarik kodek. Secara etimologis, kata merarik berasal dari kata lari yang berarti melarikan dan kodek berarti kecil. Tradisi merarik memang unik dan menarik perhatian, karena sering disalahgunakan untuk menikahkan pasangan yang masih di bawah umur. Penelitian ini berupaya mendeskripsikan permasalahan praktik pernikahan dini (merarik kodek) di Lombok. Menggunakan konsep merarik oleh Platt yang menempatkan perempuan pada posisi di mana identitas sosialnya sebagai perempuan menjadi ambigu dan kerangka WEMC yang menggarisbawahi konsep pemberdayaan dan ketidakberdayaan, penelitian ini berupaya untuk menggali bagaimana dan mengapa praktik merarik kodek atau pernikahan dini terus berlanjut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data meliputi observasi partisipatif dan wawancara mendalam bersama 10 informan merarik kodek yang pernikahan pertamanya berlangsung di usia dini. Dengan menggunakan thematic analysis, peneliti memperhatikan usia dan pendidikan saat menikah pertama kali, keputusan untuk melakukan merarik kodek, proses merarik kodek, implikasi merarik kodek terhadap anak perempuan, dan respon sosial serta upaya pencegahan untuk mengurangi atau menghilangkan praktik merarik kodek (pernikahan dini). Studi ini menemukan bahwa praktik merarik kodek yang terus berlangsung dibentuk dan direproduksi secara sosial melalui budaya patriarki yang masih bertahan. Dari perspektif perempuan dan anak perempuan, penelitian ini mengungkapkan bahwa pernikahan dini disebabkan oleh perasaan tidak menjadi bagian dari keluarga besarnya. Selain itu, kemudahan praktik tradisi merarik di Lombok memungkinkan pasangan menikah di usia muda atau laki-laki menikah dengan perempuan. Studi ini menyerukan upaya dan kebijakan yang lebih baik untuk mencegah anak perempuan terlibat dalam praktik merarik kodek.
Early marriage in Indonesia is a recurring reality in society. Early marriage in Lombok widely known as merarik kodek. Etymologically, the word merarik comes from the word ran which means run away and kodek mean small. The tradition of merarik is unique and attracts attention, as it is often misused to marry underage partners. This study seeks to describe the problems of the practice of early marriage (merarik kodek) in Lombok. Using Platt’s concept of merarik which places women in a position where their social identity as a girl becomes ambiguous and the framework of WEMC that underlines the concept of empowerment and disempowerment, this study interrogates how and why the practice of merarik kodek or early marriage continues. This study adopts a descriptive qualitative approach. Data collection techniques includes participatory observation and in-depth interview with 10 informants of merarik kodek whose first marriages held at their early age. Using thematic data analysis, I paid attention to age and education at first marriage, the decision to do merarik kodek, the process of merarik kodek, the implication of merarik kodek upon girls, and social responses as well as prevention efforts to reduce or eliminate the practice. This study found that continuing practice of merarik kodek is shaped and socially reproduced through the persisting patriarchal culture. From the perspective of woman and girls, this study reveals that early married can be the result of the feeling of not being part of their extended families. In addition, the convenience of the practice of merarik tradition in Lombok makes it possible for couples to marry at young age or males to marry girls. This study calls for better efforts and policy to prevent girls from involve in the practice of merarik kodek.
Kata Kunci : Merarik Kodek, Pernikahan Dini di Lombok, dan Budaya Patriarki