Laporkan Masalah

Pengelolaan konflik sosial melalui lembaga adat :: Studi kasus konflik etnis Jawa-Rejang dalam komunitas petani plasma karet PT Perkebunan Nusantara VII di Kecamatan Batik Nau Kabupaten Bengkulu Utara

NURFAIZAL, Gusti, Dr. Riswandha Imawan, MA

2003 | Tesis | S2 Ilmu Politik

Resolusi konflik sebagai bidang spesialis tersendiri dalam perkembangannya mengalami perubahan dalam merespon konflik kontemporer. Perbedaan geografis telah menyebabkan perbedaan budaya, sehingga model resolusi konflik tertentu bukan menjadi jaminan bahwa cara-cara tersebut berhasil diterapkan di tempat lain, walaupun kasus yang dihadapinya sama. Konflik yang terjadi dalam komunitas petani plasma karet pada PT. Perkebunan Nusantara VII di Kecamatan Batik Nau Kabupaten Bengkulu Utara yang diselesaikan melalui Lembaga Adat lokal, memberikan suatu gambaran bagaimana pendekatan kebudayaan menjadi alternatif lain dalam mengelola konflik. Dalam hal ini tidak ada pretensi bahwa pendekatan budaya lokal adalah garansi atas penyelesaian sebuah konflik, namun setidak-tidaknya dapat memberikan sumbangan yang berarti terhadap kesamaan perspektif pihak-pihak yang berkonflik atas pilihan resolusi konflik yang akan diambil. Kuteui Adat merupakan Lembaga Adat Rejang yang bersumber pada Adat Rejang Tiang Empat (Ja ng Tiang Pat), selama ini efektif dalam mengelola konflik etnis Rejang, ternyata dapat ditarik untuk mengelola konflik pada level multi etnis. Namun seberapa efektif Kuteui Adat dalam mengelola konflik yang terjadi dalam komunitas petani plasma karet antara etnis Jawa dan Rejang sangat tergantung pada seberapa besar ruang toleransi yang disediakan Kuteui Adat untuk menerima nilai-nilai yang datang dari luar, dan kemampuannya untuk menghilangkan akar konflik Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang konflik yang terjadi antara etnis Jawa dan Rejang yang ada dalam komunitas petani plasma karet pada PT. Perkebunan Nusantara VII sekaligus untuk mengetahui seberapa efektif Kuteui Adat dapat mengelola konflik dalam komunitas tersebut dilihat dari seberapa besar ruang toleransi yang disediakan Kuteui Adat untuk menerima nilai-nilai pendatang (Jawa). Sesuai dengan tujuannya, penelitian ini bersifat analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran konflik yang terjadi dalam komunitas petani plasma karet dapat dilihat melalui awal mula keberadaan PTPN VII dan Transmigrasi, beberapa penyebab yang melatar belakangi terjadinya konflik, pihak-pihak yag terlibat konflik serta isu konflik. Kuteui Adat dalam kaitannya dengan resolusi konflik tidak dapat disebut sebagai aktor yang efektif dalam menyelesaikan konflik yang terjadi antar etnis Jawa dan Rejang, dalam artian tidak dapat menghilangkan akar konflik antar pihak yang terlibat, walaupun terdapat ruang toleransi yang disediakan Kuteui Adat untuk menerima nilai-nilai pendatang. Kuteui Adat dalam hal ini hanya efektif dalam mengelola konflik yang terjadi dalam masyarakat Rejang dan kurang efektif dalam mengelola konflik yang melibatkan etnis lain. Mekanisme yang terdapat dalam Kuteui adat hanya berfungsi sebagai pencegah terjadinya konflik terbuka. Dengan kata lain Kuteui Adat hanya mentransformasi konflik dari konflik manifest menjadi konflik latent.

Conflict resolution as specific side in its development is changing a lot in reacting to the contemporary conflict. The geographical difference has caused cultural difference, so that certain conflict resolution model does not guarantee that the way works if applied in other side, although the case is the same. The conflict happened in the rubber plasma farmer in PT. Perkebunan Nusantara VII in Batik Nau Municipal of Bengkulu Utara Regency, finished through local Lembaga Adat, gives a view of ho w cultural approach becomes an alternative in conflict management. In this case, there was no pretension that local cultural approach guarantee the conflict management, but, at least, it could give meaningful contribution toward the perspective similarity of related parties based on the taken conflict resolution. Kuteui Adat is a Rejang ancient customs sourced in Adat Rejang Tiang Empat (Jang Tiang Pat), so far is effective in managing ethnical conflict of Rejang. In fact it can be drawn to manage conflict in multiethnic level. But, the ability to effectively manage conflict of Kuteui Adat in the community of rubber plasma farmer between Java ethnic and Rejang depends on how wide the tolerance space provided by Kuteui Adat to receive values coming from out side, and its ability to omit the root of the conflict. This study was aimed to give view about the conflict happened between the Java ethnic and Rejang ethnic existing in rubber plasma farmer community in PT. Perkebunan Nusantara VII, simultaneously to find out how effective Kuteui Adat can manage conflict in that community viewed from how wide the space of tolerance provided by Kuteui Adat to receive the value from the comer (Java). Appropriate with its purpose, this study was a descriptive qualitative analysis. The result of the study showed that view of conflict happening in the rubber plasma farmer community could be seen through the beginning of the existence of PTPN VII and Transmigration, several causes of conflict, the related parties and the conflict issue. Kuteui Adat, in its relation with conflict resolution could not be called as an effective actor in managing conflict happening between the Java ethnic and Rejang ethnic, meaning that it could not omit the root of the conflict among the related parties, although there was a tolerance space provided by Kuteui Adat to receive comer values. Kuteui Adat, in this case, was only be effective in managing conflicts happeneing in Rejang community and not effective in managing conflicts involving other ethnics. The mechanism existing in Kuteui Adat was only transforming conflict to manifest conflict into latent conflict.

Kata Kunci : Lembaga Adat,Konflik Sosial,Etnis Jawa,Rejang, Conflict management, ethnical conflict, ancient customs


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.