Dinamika dan Strategi Komunikasi Gerakan Anti Hoaks Dalam Upaya Membangun Masyarakat Literasi Digital di Indonesia
JUMRANA, Prof. Dr. Partini, S.U.; Dr. agr. Ir. Sri Peni Wastutiningsih
2022 | Disertasi | DOKTOR PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PEMBANGUNANMembangun gerakan sosial dari gerakan daring berkembang menjadi gerakan luring membutuhkan pengelolaan sumberdaya. Dalam proses perubahan itu terjadi dinamika yang melibatkan banyak pemangku kepentingan. Penelitian ini dapat menyajikan perspektif berbeda mengenai pengembangan gerakan sosial yang dibangun oleh komunitas di dunia maya yang bertransformasi menjadi organisasi yang mapan di masyarakat dan dapat berkontribusi dalam upaya edukasi literasi digital dalam bentuk pemberdayaan masyarakat. Tujuan lain penelitian ini adalah mengetahui upaya-upaya dalam mengakses dan mengelola sumberdaya gerakan. Selain itu, penelitian ini juga mengkaji tentang strategi komunikasi yang digunakan dalam program pemberdayaan literasi digital masyarakat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan belajar etnografi dan netnografi, kedua pendekatan dipilih karena penelitian dilakukan di dua ranah, berani dan memikat. Metode pengumpulan data dilakukan dengan ekstraksi data di grup FAFHH dan WAG yang dikelola Mafindo menggunakan bahasa pemrograman Phyton dan Anaconda. melakukan wawancara dengan presidium, pengurus, koordinator wilayah dan relawan Mafindo. Observasi di semua media sosial yang dikelola Mafindo dan beberapa kegiatan yang diselenggarakan. Studi dokumentasi pada berbagai sumber berani seperti website Mafindo, akun media sosial Mafindo wilayah, situs Kementrian Informasi dan Komunikasi, media siber serta berbagai sumber sekunder lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gerakan anti hoaks sebagai gerakan sosial baru dibentuk dan digerakkan oleh kelas subalternus di media sosial tanpa melibatkan banyak struktur dan kapitalis. Gerakan ini dilandasi pada kepemimpinan moral, sikap ideologi, militansi, dan resiliensi. Pembentukan formasi hegemoni dilakukan dengan cara-cara konvensi ideologi dan politik untuk menanamkan nilai-nilai, moral dan budaya anti hoaks jadi merupakan sebuah gerakan progresif .Proses hegemoni melalui empat tahap, yaitu tahap korporat, solidaritas, kesadaran, dan seleksi dan determinasi. Dengan mengandalkan sumberdaya teknologi informasi dan komunikasi, akhirnya dapat mengakses sumberdaya lainnya seperti sumberdaya moral, materi, manusia, budaya , dan organisasi sosial .Kelompok intelektual kemudian bergabung dan membantu gerakan ini berkembang menjadi organisasi formal. Perubahan ini juga mengembangkan lingkup kegiatan menjadi lebih luas, tidak hanya kampanye dan kontra narasi tapi juga advokasi dan edukasi jadi gerakan anti hoaks juga dikenal sebagai gerakan edukasi literasi digital. Gerakan ini merupakan upaya pemberdayaan masyarakat. Hasil analisis perbandingan semua semua dimensi komunikasi penunjang pembangunan dalam paradigma pemberdayaan dengan upaya edukasi literasi digital, menunjukkan sesuai seperti tujuan, asumsi, bias, konteks, analisis level, peran agen sosial, model komunikasi, tipe penelitian, jenis kegiatan, dan hasil yang diharapkan. Strategi komunikasi yang diterapkan dalam pemberdayaan literasi digital adalah strategi multipronged. Strategi yang menggunakan beragam metode komunikasi, mengkombinasikan mode komunikasi, xxx menggunakan bermacam-macam alat komunikasi, melibatkan banyak pemangku kepentingan (dengan skema kerjasama) dan menyasar berbagai kelompok dan komunitas. Dengan strategi ini, pemberdayaan literasi digital masyarakat dilakukan dengan model pemberdayaan masyarakat mandiri, dimana upaya pemberdayaan dilakukan atas inisiatif dari masyarakat dengan mengembangkan komunikasi tatap muka dan penggunaan teknologi komunikasi dan informasi untuk komunikasi (koordinasi, konsolidasi dan advokasi), informasi (kampanye dan sosialisasi) dan edukasi (pelatihan dan pendidikan). Relawan setempat yang telah dididik berperan sebagai fasilitator juga mengambil alih fungsi professional DSC (development support communication). Model pemberdayaan masyarakat mandiri menunjukkan individu dan organisasi akar rumput mampu mengakses dan mengelola sumberdaya baik secara mandiri maupun dengan bekerjasama dengan pemerintah, organisasi, lembaga dan komunitas lainnya.
Building a social movement from an online movement to an offline movement requires resource management. In the change process, there was a dynamic involving many stakeholders. This research can present different perspectives on the development of social movements built by communities in cyberspace that transform into well-established organizations in society and can contribute to digital literacy education efforts in the form of community empowerment. Another purpose of this study is to know the efforts in accessing and managing the resources of the movement. In addition, this study also examines the communication strategies used in community digital literacy empowerment programs. The method used in this study is a qualitative method with an ethnographic and netnographic approach, both approaches were chosen because the research was carried out in two domains, online and offline. The data collection method is carried out by extracting data in the FAFHH and WAG groups managed by Mafindo using the Python and Anaconda programming languages. Conducted interviews with the presidium, administrators, regional coordinators, and Mafindo volunteers. Participatory observations on all social media were managed by Mafindo and several activities were held. Documentation studies on various sources such as the Mafindo website, regional Mafindo social media accounts, ministry of information and communication sites, cyber media, and various other secondary sources. The results showed that the anti-hoax era as a new social movement was formed and driven by the subalterns class on social media without involving many structures and capitalists. This movement is based on moral leadership, ideological attitudes, militancy, and resilience. The establishment of hegemony is carried out through ideological and political conventions to instill anti-hoax values, morals, and culture so it is a progressive movement. The process of hegemony goes through four stages: the corporate stage, solidarity, awareness, and selection and determination. By relying on information and communication technology resources, it can finally access other resources such as moral, material, human, cultural, and social organization resources. Intellectual groups later joined forces and helped the movement develop into a formal organization. This change also develops the scope of activities to be wider, not only campaigns and counter narratives but also advocacy and education so that the anti-hoax movement is also known as the digital literacy education movement. This movement is an effort to empower the community. The results of the comparative analysis of all dimensions of communication supporting development in the empowerment paradigm with digital literacy education efforts, show appropriate such as objectives, assumptions, biases, context, level analysis, the role of social agents, communication models, types of research, types of activities, and expected results. The communication strategy implemented in empowering digital literacy is multipronged. Strategies that use various communication methods, combine communication modes, use various communication tools, involve many stakeholders (with cooperation schemes), and target various groups and communities. With this strategy, the empowerment of community digital literacy is carried out with an independent xxxii community empowerment model, where empowerment efforts are carried out at the initiative of the community by developing face-to-face communication and the use of communication and information technology for communication (coordination, consolidation, and advocacy), information (campaigning and socialization) and education (training and education). Local volunteers who have been educated to act as facilitators also take over the professional function of DSC (development support communication). The empowerment of the independent community model shows that individuals and grassroots organizations can access and manage resources both independently 3 and by being well-known with governments, organizations, institutions, and other communities.
Kata Kunci : Gerakan sosial, gerakan anti hoaks, literasi digital, pemberdayaan literasi digital, pemberdayaan masyarakat