Moving Boundaries di Perbatasan Indonesia dan ustralia
WAHYUNI KARTIKASARI, Dr. Poppy Sulistyaning Winanti, S.I.P., M.P.P.; Dr. Nanang Indra Kurniawan, M.P.A.
2022 | Disertasi | DOKTOR ILMU POLITIKDisertasi ini melengkapi cara pandang pada konsep border (perbatasan) yang definisi umumnya adalah batas antara dua negara. Dengan mengambil kasus kerja sama perbatasan Indonesia dan Australia, studi ini bertujuan untuk melihat border bukan berupa hard border namun sebagai sesuatu yang dinamis dan bergerak (moving) serta melebar melalui kasus penanganan migran paksa yang dilakukan secara multi scale. Problem migrasi yang dahulu ditangani secara domestik, unilateral dan teritorial sekarang bersifat ekstra teritorial dan multi level serta multilateral. Hal ini menunjukkan bagaimana problem domestik juga sangat bergantung pada problem internasional (lingkungan eksternal) yang penanganannya tidak lagi bersifat domestik (nasional), tetapi mulai bercorak ekstrateritorial dan melibatkan institusi multi aktor. Problem dan solusi terhadap migran paksa terus menerus dinegosiasikan dan diselesaikan dengan cara beyond teritorial boundaries. Kasus penanganan migran paksa di Austtralia ini menggambarkan bagaimana karakter teritorial dari national boundaries tidak lagi menjadi definisi yang bersifat teritorial dan fisik, tetapi kemudian lebih bersifat dinamis sebagai praktek sosial-politik yang bersifat multi-level yang menghasilkan fenomena yang disebut sebagai Moving Boundaries. Perbatasan tidak lagi berupa state border, bahkan menjadi border state karena wilayah Indonesia (negara Indonesia) telah dimanfaatkan sebagai batas migran paksa yang menuju Australia. Penggunaan teori Multi Level Governance untuk membantu memahami interaksi aktor atau pihak yang terkait dalam permasalahan migrasi di level domestik dan regional serta dalam kerja sama bilateral dan multilateral. Kerja sama ini menjadikan proses pencegahan dan pengawasan para migran paksa terjadi lebih dahulu sebelum para migran paksa mencapai Australia dan jauh dari lokasi pintu gerbang masuk ke Australia. Dengan kata lain, melalui kerja sama yang ada, penanganan migran paksa dilakukan secara ekstra dan cross territory, serta pintu gerbang batas memasuki Australia menjadi berada di Indonesia. Perbatasan tidak lagi berada di pinggir negara namun bergerak (moving) ke dalam. Perbatasan tidak lagi hanya berbentuk garis di pinggir wilayah (place) namun meruang (space) dalam satu wilayah. Selanjutnya, interaksi-interaksi yang memunculkan sejumlah kebijakan dan gambaran relasi yang ada, pada akhirnya dapat terlihat apa yang menyebabkan dan bagaimana border atau boundaries dapat bergeser dari konsep hard border berupa place menjadi border sebagai suatu space, bergeser dari state's border ke border state.
This research completes the perspective on the concept of border which is generally defined as the boundary between two countries. by taking the case of border cooperation between Indonesia and Australia, thus study aims to see the border not in the form of a hard border but as something dynamic, moving and widening through cases of handling forced migrants that are carried out on a multi scale basis. Migration problems that were previously handled domestically, unilaterally and territorially are now extra territorial, multi level and multilateral. This shows how domestic problems are also dependent on international problems (as the external environment) whose handling is no longer domestic (national), but begins to be extraterritorial in nature and involves multi actor intitutions. Problems and solutionsto forced migrants are handling constantly being negotiated and resolved by way of beyond territorial boundaries. The case of handling forced migrants in Australia illustrates how the territorial character of national boundaries is no longer hard but later softer and more flexible. What is referred to as boundaries is no longer a territorial and physical definition, but is more dynamic as a multilevel socio-political practice that produces a phenomena konown as Moving Boundaries. The border is no longer a state border, even a border state because the territory of Indonesia has been used as a boundary for forced migrants to Australia. The use of Multi Level Governance theory to help understand the interaction of actors or parties involved in migration cooperation makes the prevention and control of forced migrants take place before the forced migrants reach Australia and away from the entry point to Australia. In other words, trough exixting cooperation, the handling forced migrants is carried out in an extra and cross territory manner, as well as the gateway to enter Australia to be in Indonesia. borders are no longer on the edge of the country but are moving aoutward. Borders are no longer just in the form of a line at the edge of teh area (place) but space in one area. Furthermore, the interactions that give rise to a number of policies and descriptions of exixting relations, in teh end it can be seen what causes and how borders or boundaries can shift from the concept of a hard border in the form of a place to a border as a space, shifting from the state's border to border state
Kata Kunci : Perbatasan, Moving Boundaries, Perbatasan Indonesia dan Australia