Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pemanfaatan Polindes terhadap pelayanan-perawatan kehamilan dan persalinan :: Di Desa Rimbo Panjang Kabupaten Agam - Sumatera Barat
YULKARDI, dr. H. Doeljahman Mh., SKM.,MSc.Ph
2003 | Tesis | S2 KependudukanKebijakan pemerintah (Departemen Kesehatan) mengenai Polindes (Pondok Bersalin Desa) merupakan tindak lanjut dari program pengadaan bidan di desa sejak pelita V (1989/1990). Tujuannya disamping upaya penghampiran sarana layanan kesehatan di perdesaan, menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu hamil-melahirkan juga untuk memberdayakan masyarakat desa dalam memahami kebutuhannya sendiri terhadap pelayanan kesehatan. Penelitian ini melihat bagaimana pemanfaatan polindes, khususnya oleh ibu hamilmelahirkan dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi perilaku ibu dalam pemanfaatannya. Dari data lapangan ditemui beberapa permasalahan : pertama, dari kacamata program polindes yang disebut sebagai tempat persalinan ternyata menjadi program yang tidak mampu memenuhi kategorinya sendiri, kecuali pemanfaatannya hanya sebagai tempat pemeriksaan kehamilan saja dan pemeriksaan umum lainnya (tabel 3.23). Kedua, rendahnya kualikasi polindes dibarengi oleh tradisi masyarakat lokal yang terbiasa melahirkan dirumah sendiri (82,1 persen). Ketiga, rendahnya cakupan pemeriksaan kehamilan pada trimester tiga atau K4 (38,8 persen) menunjukkan bahwa pemeriksaan kehamilan tidak dianggap penting oleh ibu dan keluarganya, biasanya oleh ibu yang sering hamil (multipara). Pemeriksaan kehamilan yang mendekati “target†puskesmas hanya ketika pemeriksaan pertama kali (85 persen) yang biasanya pada trimester satu atau lebih. Diperoleh keterangan bidan desa dimana cukup banyak para ibu yang memeriksakan kehamilan pertama (memastikan kehamilan) dengan dukun bayi. Setelah diyakini penjelasan dukun bayi positif hamil barulah si ibu pergi ke bidan desa atau tenaga kesehatan lainnya. Keempat, bidan desa sebagai tenaga medis profesional ternyata tidak optimal dimanfaatkan oleh ibu dalam persalinan (35,7 persen), sebagian lagi para ibu memilih mantri senior kesehatan (32,1 persen), dan dukun bayi (14,3 persen), sisanya oleh rumah sakit dan bidan swasta. Masih banyaknya para ibu ke mantri senior tersebut disebabkan karena tidak menyukai “pemeriksaan dalam†yang dilakukan bidan desa, sementara oleh mantri sendiri lebih banyak bersifat menunggu dan tidak melakukan penjahitan perineum. Ditemukan dua fakta yang berbeda oleh masyarakat lokal dalam menyikapi polindes dan bidan desa. Polindes sebagai wadah pelayanan kesehatan di desa hanya dimanfaatkan untuk pemeriksaan kehamilan atau pemeriksaan umum lainnya yang bersifat rawat jalan, sementara untuk persalinan si ibu lebih memilih dirumah sendiri dengan pertolongan bidan desa atau mantri senior kesehatan, maupun oleh dukun bayi.
The government (Health Department) policy for Polindes is a follow up of the village midwife dissemination program which had been carried out since the 5th Five Year Development Planning (1989/1990). The objectives of this program are to provide health service in villages, to decrease the pain and mortality rate of women in labor, and to develop awareness on health care among village community. This research investigates the rendering of Polindes service especially by pregnant women / mothers in labor, and the factors that influence women’s behavior in rendering its service. From the data were found some problems: first, from the program point of view, polindes which was designed as a clinic where a pregnant woman gets service, cannot fulfill its own criteria; it’s only for pregnancy diagnose and general diagnose (table 3.23), second, the low qualification of polindes and the local tradition tradition to give birth in their home (82.1%), third, minimum coverage of pregnancy diagnose during the third trimester or K4 (38.8 %) showing that pregnant women and their family regard pregnant diagnose unimportant. This view is usually held by a multi para group. A pregnancy diagnose that almost reaches the target of Public Health Center is usually only in the first time diagnose (85%), generally conducted in the 1st trimester or after. Information from village midwife tells us that there are many pregnant women that have their pregnancy check-up by an indigenous medical practitioner. If the pregnancy is positive, they will see a village midwife or other health practitioner. Fourth, a village midwife as a professional paramedic is not visited often by pregnant women (35.7%, another group of women choose senior assistants to physician (32.1%), and traditional midwife (14.3%), while the remain choose private midwife and hospital. Pregnant women prefer to see a senior assistant to physician because they do not like an internal diagnose by a midwife. While senior assistants to physician are generally more patient in waiting for a normal delivery process and give no perineum. There are two different facts concerning the attitude of local people toward polindes and village midwife. Polindes as a health care center in village is visited only for pregnancy diagnose or general diagnose which is out patient service in nature. For delivery, however, women prefer to be treated at home by a village midwife, senior assistant physician, or traditional midwife.
Kata Kunci : Kependudukan,Layanan Kehamilan dan Persalinan, Usage - Polindes