Dari Federalisme Menuju NKRI: Dualisme dan Transformasi Politik Elite Lokal Dalam Revolusi Kemerdekaan di Bali 1945-1950
PUTU DYAH PRADNYA P, Dr. Sri Margana, M.Hum., M.Phil.
2022 | Tesis | MAGISTER SEJARAHStudi ini membahas tentang terjadinya dualisme internal antar elite kerajaan di Bali pada masa Revolusi 1945-1950, khususnya di Kerajaan Badung dan Kerajaan Buleleng. Kehadiran kembali kekuasaan kolonial Hindia-Belanda pada tahun 1946, memberikan pilihan yang dilematis bagi para elite kerajaan, antara menjadi bagian rezim lama (kolonial) atau menjadi bagian dari republik yang baru saja didirikan. Sehingga elite kerajaan di Bali terpolarisi dalam dua pilihan politik tersebut. Terdapat tiga varian elite yang ditemukan dalam studi ini, antara lain: (1) Elite Kerajaan Federalisme, Bukan Republiken; (2) Elite Kerajaan Republiken Kesatuan (Non-Kooperatif); dan (3) Elite Kerajaan Republiken Federalisme (Kooperatif). Ketiga varian elite ini yang menjadi tema kajian dalam studi ini. Pertanyaan pokok dari studi ini adalah: (1) Mengapa terjadi perbedaan pilihan politik antar sesama elite kerajaan?; (2) Apa motivasi pilihan politik dari elite kerajaan serta bagaimana konsekuensinya?; dan (3) Apa implikasi dari konflik antar sesama elite kerajaan?. Lingkup studi ini difokuskan pada dua elite kerajaan di Bali yaitu, Kerajaan Badung dan Kerajaan Buleleng. Dasar pemilihan lingkup spasial ini karena kedua kerajaan merupakan kerajaan besar yang terletak di Bali Selatan dan di Bali Utara serta mempunyai sumber-sumber ekonomi yang paling menonjol dibandingkan yang lainnya. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa masyarakat Bali, khususnya Badung dan Buleleng, masih dipengaruhi oleh unsur-unsur kasta dan ikatan tradisional lainnya, seperti ikatan patrimonial dan patron-klien. Ikatan kekerabatan antara elite kerajaan juga sangat kuat, sehingga konflik diantara kalangan elite kerajaan ini tidak berlangsung lama. Pada akhirnya ketiga varian elite ini kembali bersatu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
This study discusses the occurrence of internal dualism between royal elites in Bali especially the Kingdom of Badung and the Kingdom of Buleleng during the revolution of 1945-1950. The reappearance of the Dutch East Indies colonial power in 1946, provided a dilemmatic choice for the royal elite, between being part of the old (colonial) regime or being part of the newly established republic. So that the royal elite in Bali is polarized in these two political choices. There were three variants of the elite found in this study, including: (1) the Royal Elite of Federalism, Not Republicans; (2) Unitary Republican Royal Elite (Non-Cooperative); and (3) Republican Federalism (Cooperative) Royal Elites. These three elite variants are the theme of this study. The main questions of this study are: (1) Why are there differences in political choices among the royal elites?; (2) What are the motivations for the political choices of the royal elite and what are the consequences?; and (3) What are the implications of conflicts between royal elites?. The scope of this study is focused on two royal elites in Bali, namely, the Badung Kingdom and the Buleleng Kingdom. The basis for choosing this spatial scope is because the two kingdoms are large kingdoms located in South Bali and North Bali and have the most prominent economic resources compared to the others. This study revealed that Balinese people especially Badung and Buleleng, are still influenced by elements of caste and other traditional ties i.e patrimonial and patron-client ties. The kinship ties between the royal elites are also very firm resulting the conflict between the royal elites lasted shorter. In the end, these three elite variants reunited in the Unitary State of the Republic of Indonesia.
Kata Kunci : Elite Kerajaan, Dualisme, Federalisme, Republiken, Kesatuan, Revolusi Kemerdekaan.