Ajining Dhiri Saka Ing Lathi (Kehormatan Seseorang Terletak pada Tuturannya): Makna Bahasa Jawa Krama Bagi Kaum Muda di Kabupaten Magelang
SALMA GRACIA UTOMO, Mubarika D.F. Nugraheni, S.Ant., M.A.
2022 | Skripsi | S1 ANTROPOLOGI BUDAYABahasa Jawa merupakan bahasa daerah dengan jumlah penutur terbesar di Indonesia. Bagi masyarakat Jawa, bahasa Jawa memiliki kedudukan yang sangat signifikan sebagai perwujudan etika dan wujud kesantunan. Selaras dengan peribahasa "Ajining Dhiri Saka Ing Lathi" yang artinya kehormatan dan harga diri seseorang terletak pada mulut--tuturan dan ucapannya. Oleh karena itu, setiap penutur bahasa Jawa diharapkan dapat selalu menunjukkan ketaatan terhadap kaidah berbahasa dalam budaya Jawa, yaitu unggah-ungguh basa (etika berbahasa Jawa) yang diwujudkan melalui penggunaan tingkat tutur (speech level) bahasa Jawa ke dalam tuturan. Pada prinsipnya, tingkatan tutur bahasa Jawa dapat dibagi menjadi dua tingkat, yaitu tingkat rendah (Ngoko) dan tingkat tinggi (Madya dan Krama). Tingkat Ngoko merupakan tingkatan bahasa yang bersifat informal, akrab, cenderung kasar, dan digunakan dalam keseharian masyarakat. Sementara tingkat Krama merupakan tingkatan yang halus dan sopan, serta merupakan perwujudan unggah-ungguh (etika) yang mengandung nilai kesantunan dan hormat, sehingga sering digunakan kepada orang yang lebih tua dan memiliki status sosial relatif lebih tinggi dari penutur. Sayangnya, terjadi penurunan dari baik dari segi kuantitas jumlah penutur maupun kualitas penutur bahasa Jawa dengan melemahnya penguasaan tingkat tutur bahasa Jawa dalam masyarakat. Melalui tulisan ini peneliti tertarik untuk memahami bagaimana generasi muda memaknai bahasa Jawa Krama dengan melihat bagaimana generasi muda di masa sekarang mempraktikkan bahasa Jawa Krama dalam keseharian mereka. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode observasi dan wawancara mendalam untuk memperoleh data. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli hingga Oktober 2021 di wilayah Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang. Wawancara dilakukan kepada 10 informan yang terdiri dari 5 orang laki-laki dan 5 orang perempuan. Para informan tersebut berasal dari latar belakang etnis Jawa yang tinggal di lingkungan Jawa dan mampu berbahasa Jawa. Mereka juga telah berurusan dengan kondisi multibahasa dalam kurun waktu yang lama. Selain itu, studi literatur dari berbagai sumber tertulis juga dilakukan untuk melengkapi, mendukung, dan memperkuat temuan dari hasil observasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungan sosial sangat memengaruhi praktik dan pemaknaan bahasa Jawa Krama oleh generasi muda. Adapun makna bahasa Jawa bagi generasi muda adalah sebagai unggah-ungguh, sebagai wujud kesusilaan, sebagai identitas budaya yang perlu dipelihara, serta sebagai representasi karakter dan nilai diri yang positif. Kata kunci: bahasa Jawa Krama, praktik berbahasa, identitas budaya, generasi muda
Javanese is the regional language (vernacular) with the largest number of speakers in Indonesia. For the Javanese people, the Javanese language has a very significant position as an embodiment of ethics and a form of politeness. In line with the proverb "Ajining Dhiri Saka Ing Lathi" which means that a person's honor and dignity lies in his mouth--his utterances and speech. Therefore, every Javanese speaker is expected to always show compliance with the application of language in Javanese culture, namely unggah-ungguh basa (Javanese language ethics) which is realized through the use of the Javanese speech level into speech. In principle, the level of Javanese speech can be divided into two levels, namely low level (Ngoko) and high level (Madya and Krama). Ngoko's speech level is a language level that is informal, familiar, tends to be rude, and is used in people's daily lives. Meanwhile, the Krama level is a subtle and polite level, and is an embodiment of unggah-ungguh (ethics) which has the value of politeness and respect, so it is often used for interlocutors who are older speech and has a relatively higher social status. Unfortunately, there has been a decline in both the quantity of speech and the quality of the Javanese language with the weakening of the mastery of the Javanese speech level in society. Through this paper, researchers are interested in understanding how to make young people interpret the Javanese Krama language by seeing how the younger generation today practices the Javanese Krama language in their daily lives. In this study, researchers used the method of observation and in-dept interviews. The research was carried out from July to October 2021 in the Muntilan Sub-District, Magelang Regency. Interviews were conducted with 10 informants consisting of 5 men and 5 women. The informants come from Javanese ethnic backgrounds who live in a Javanese environment and are able to speak Javanese. They also have a multilingual condition for a long time. In addition, literature studies from various written sources were also carried out to complement, support, and strengthen the findings from observations and interviews. The results of the study indicate that the social environment greatly influences the practice and meaning of the Javanese Krama language by the younger generation. The meaning of the Javanese language for the younger generation is as an unggah-ungguh, as a form of decency, as a cultural identity that needs to be maintained, and as a representation of character and positive self-values. Keywords: Javanese Krama language, language practice, cultural identity, young generation
Kata Kunci : bahasa Jawa Krama, praktik berbahasa, identitas budaya, generasi muda/Javanese Krama language, language practice, cultural identity, young generation