Kontribusi Komponen Optikal Bola Mata terhadap Aberasi Derajat Tinggi dan Kualitas Penglihatan Pasien Pseudofakia Usia Lanjut Dibandingkan dengan Pasien Usia Muda Normal
JOHAN A HUTAURUK, dr. Muhammad Bayu Sasongko, M.Epi., SpM(K)., Ph.D; Prof. dr. Suhardjo, SU., SpM(K); Prof. dr. Tjahjono D. Gondhowiardjo, SpM(K)., Ph.D
2022 | Disertasi | DOKTOR ILMU KEDOKTERAN DAN KESEHATANLatar Belakang : Katarak merupakan penyebab kebutaan tertinggi pada pasien usia di atas 50 tahun dengan prevalensi kebutaan sebesar 55%. Tingginya tingkat keberhasilan teknik operasi fakoemulsifikasi membuat pergeseran paradigma operasi katarak yang awalnya untuk mengembalikan penglihatan menjadi untuk memperbaiki kualitas penglihatan. Pasien pasca operasi katarak dengan visus 6/6 ada kalanya masih mengeluh kualitas penglihatannya tidak baik, dimana hal ini mungkin disebabkan adanya aberasi aberasi derajat tinggi (higher order aberration/HOA). Komponen optikal yang diperiksa pada penelitian ini yang menjadi faktor yang menyebabkan HOA dan menurunkan kualitas penglihatan adalah lapisan air mata, aberasi kornea, diameter pupil, sudut kappa, posisi IOL dan panjang aksis bola mata. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian klinis dengan desain cross-sectional. Data primer kualitas penglihatan pasiean usia muda (17-23 tahun) dengan visus 6/6 dibandingkan dengan pasien pseudofakia dengan visus 6/6 yang telah menjalani fakoemulsifikasi dengan implantasi lensa tanam jenis Alcon SN60WF yang memiliki asferisitas -0.20 micron. Variabel bebas yang diukur merupakan komponen optikal yaitu lapisan film air mata, asferitas kornea, diameter pupil, sudut kappa, dan panjang aksial bola mata. Data yang telah dikumpulkan dianalisis menggunakan SPSS. Variabel terikat nilai RMS HOA, PSF serta Kuesioner QoV antrara kasus dengan kontrol dianalisis dengan uji T tidak berpasangan. Korelasi antara variabel terikat dengan variabel bebas dianalisis menggunakan uji korelasi pearson dan spearman. Hasil: Variabel yang berbeda bermakna secara statistik (p<0,001) antara dua kelompok adalah lapisan air mata, RMS HOA, diameter pupil mesopik dan fotopik. Sedangkan aberasi sferis kornea (p=0,293) dan sudut kappa (p=0,168) menunjukkan hasil yang tidak berbeda bermakna. Pada penelitian ini, nilai NIKBUT pada kelompok pseudofakia memiliki rata-rata 10,5 (4,76) detik dan nilai 9,93 detik pada NIKBUT dapat memprediksi pasien yang mengalami gejala visual dengan sensitivitas 100% dan spesifitas 61%. Pada studi ini, ukuran pupil menurun 0,3 mm per dekade kehidupan dalam kondisi mesopik dan 0,11 mm per dekade kehidupan dalam kondisi fotopik dengan gradien penurunan pupil sebesar 0,015 mm per tahun pada 4400 cd/m. Nilai kritis pupil mesopik dan fotopik untuk kelompok kontrol ditemukan masing-masing 6,50 mm dan 4,26 mm sedangkan untuk kelompok pseudofakia masing-masing 4,26 mm dan 2,82 mm. Diameter mesopik berhubungan dengan RMS HOA (p<0,001) dengan kekuatan korelasi sedang (r=0,684) dan diameter fotopik (p=0,001) dengan kekuatan korelasi sedang (r=0,570). Analisis bivariat korelasi pada kelompok intervensi menunjukan usia, lapisan air mata, aberasi sferis kornea, diameter mesopik, diameter fotopik, panjang bola mata, dan sudut kappa tidak berhubungan dengan RMS HOA maupun QoV (p>0,01) Kesimpulan : Empat variabel komponen optik yang berbeda bermakna antara kelompok kontrol dan pseudofakia yaitu nilai NIKBUT, RMS HOA, diameter pupil mesopik dan fotopik. Kualitas penglihatan pada kelompok pseudofakia meskipun mencapai visus 6/6 tidak sebaik penglihatan kelompok kontrol berdasarkan nilai RMS HOA dan QoV dan dipengaruhi oleh NIKBUT. Nilai NIKBUT yang lebih singkat dari 9,93 detik pada pasien pseudofakia bisa digunakan sebagai nilai prediksi pasien akan mengalami gejala gangguan penglihatan sehingga penggunaan tetes mata buatam dianjurkan meskipun pasien belum termasuk kelompok penderita mata kering.
Background : Cataract is the leading cause of blindness in patients over 50 years of age. The prevalence of blindness and visual impairment caused by cataracts was 55% and 77%, respectively. The high success rate of phacoemulsification surgery techniques makes a paradigm shift in cataract surgery which was intially aims to restore vision and then to improve quality of. Some of the pseudophakic patients are complaining about their quality of vision although the visual acuity is 6/6, and this might be related to higher order aberrations (HOA) and may contributed to quality of vision were tear film, corneal aberration, pupil diameter, kappa angle, IOL position and axial length. Method: This study is clinical study with cross sectional design. Primary data from young patients (17-23 years old) with 6/6 vision compared with pseudophakic patients with 6/6 vision after phacoemulsification with implantation of Alcon SN60WF with the asphericity value of 0.20 micron. The independent variables measured were the optical components the eye: tear film, corneal asphericity, pupil diameter, angle kappa, and axial length. The data were analysed using SPSS. The dependent variable values of RMS HOA, PSF and QoV between cases and controls were analysed by unpaired T test. The correlation between dependent and independent variables were analysed using the Pearson and Spearman correlation test. Result: Variables that were statistically significant (p<0.001) between the two groups were tear film, RMS HOA, mesopic and photopic pupil diameter. Meanwhile, corneal spherical aberration (p=0,293) and kappa angle (p=0,168) showed no significant difference. In this study, the NIKBUT value in the pseudophakic group had an average 10.5 (4.76) seconds and the value of 9.93 seconds in NIKBUT could predict patients experiencing visual symptoms with 100% sensitivity and 61% spesificity. In this study, pupil size decreased by 0.3 mm per decade of life under mesopic conditions and 0.11 mm per decade life in photopic conditions with a pupillary decline gradient of 0.015 mm per year at 4400 cd/m. The critical values of the mesopic and photopic pupils for the control group were found to be 6.50 mm and 4.26 mm, respectively, while for the pseudophakic group they were 4.26 mm and 2.82 mm, respectively. Mesopic diameter was associated with RMS HOA (p<0.001) with moderate correlation strength (r=0.684) and photopic diameter (p=0.001) with moderate correlation strength (r=0.570). Bivariate correlation analysis in the intervention group showed that age, tear film, corneal spherical aberration, mesopic diameter, photopic diameter, eyeball length and kappa angle were not associated with RMS HOA and QoV (p>0.01) Conclusion: Four optical component variables were significantly different between the control and pseudophakia groups, namely NIKBUT values, RMS HOA, mesopic and photopic pupil diameters. The visual quality in the pseudophakic group despite achieving 6/6 vision was not as good as the vision in the control group based on RMS HOA and QoV values and influenced by NIKBUT. NIKBUT values shorter that 9.93 seconds in pseudophakic patients can be used as a predictive value for patients to experience visual disturbances, so the use of artificial eye drops is recommended even though the patient is not included in the dry eye group.
Kata Kunci : Aberasi derajat tinggi, diameter pupil, higher order aberrations, katarak, kualitas penglihatan, lapisan air mata, non-invasive keratographic break-up time, pseudofakia, Quality of Vision, Cataract, Higher order aberrations, non-invasive keratographic bre