LEGAL IMPLICATIONS OF UNCLEAR DEFINITION OF PROPRIETY WITHIN ARTICLE 27 PARAGRAPH (1) OF ITE LAW
YOSEPHINE GRACE A S, Muhammad Fatahillah Akbar, S.H., LL.M.
2022 | Skripsi | S1 HUKUMUndang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dibentuk untuk mengakomodir perkembangan dunia maya yang cepat dan konstan serta untuk mengantisipasi konvergensi teknologi informasi, namu kontroversi muncul karena beberapa pasal yang karet di dalam undang-undang tersebut. Unsur kesusilaan dalam Pasal 27 ayat (1) dapat menjeratkan korban karena tidak adanya kepastian hukum dan tidak terpenuhinya asas legalitas lex certa dan lex stricta. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan membahas implikasi hukum dalam ketidakjelasan definisi kesusilaan dalam Pasal 27 ayat (1) yang terbukti telah menjerat korban ke dalam reviktimisasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum normatif dengan menganalisis peraturan perundang-undangan yang berlaku, beberapa putusan pengadilan, dan jurnal dan buku yang relevan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pertama, ketidakjelasan definisi kesusilaan dalam Pasal 27 ayat (1) berdampak pada korban kriminalisasi tidak tepat dan/atau reviktimisasi. Penelitian ini telah membuktikan adanya tumpang tindih undang-undang antara UU ITE, KUHP, dan UU Pornografi dalam mendefinisikan kesusilaan. Kedua, dampak dari ketidakjelasan definisi 'kepatutan' dalam Pasal 27 ayat (1) terlihat dalam beberapa putusan pengadilan, beberapa mengakibatkan reviktimisasi.
Electronic Information and Transactions Law was formed to accommodate the fast and constant development of cyberspace and to anticipate the convergence of information technology; however, controversies were raised due to the ambiguous articles within the law. The element propriety in Article 27 paragraph (1) has resulted to victims being ensnared because of no legal certainty and no fulfillment of the basic legality principles of lex certa and lex stricta. This research aims to analyze and discuss the legal implications of the unclear definition of propriety in Article 27 paragraph (1), in which have proven to ensnare victims into revictimization. This research uses a normative legal approach by analyzing different laws and regulations, several judicial decisions, and relevant journals and books. This research concludes that firstly, the unclear definition of propriety in Article 27 paragraph (1) has impacted to victims of wrongful criminalization and/or revictimization. It has also been proven that there is an overlapping of laws between the ITE Law, Criminal Code, and Pornography Law when defining propriety. Secondly, the impact of unclear definition of propriety in Article 27 paragraph (1) is shown in several court decisions, some resulting to revictimization.
Kata Kunci : Kesusilaan, Kejahatan Siber, Reviktimisasi, Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik