Studi Kasus Terapi ARV pada Pasien Lost To Follow Up di Jakarta Pusat Tahun 2021

AWANI CERIA LUKSITA, dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc., Ph.D; dr. Yanri Wijayanti Subronto, Ph.D., Sp.PD

2022 | Tesis | MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Latar Belakang: Ada 9.338 pasien yang menjalani terapi ARV di Jakarta Pusat dan berdasarkan data April hingga Juni 2021, ada 3.651 orang yang hilang akibat tindak lanjut. Lost To Follow-Up (LTFU) adalah ketika pasien tidak mengunjungi kembali setelah 3 bulan atau lebih dari kunjungan terakhir. Tujuan: Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terapi ARV pada pasien yang hilang akibat tindak lanjut di Jakarta Pusat. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus dengan total 12 informan, yaitu pasien LTFU, LSM, Dokter dan Perawat dari dinas kesehatan prioritas di Jakarta Pusat. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam dan tinjauan dokumen. Analisis data menggunakan teknik framework analysis. Hasil: Penelitian ini menunjukkan bahwa pengalaman pasien LTFU ketika awalnya terdiagnosis HIV mengalami jeda terapi ARV karena tidak dapat menerima status positif, ada pasien yang masih belum memahami pengobatan terapi ARV. Pengambilan keputusan terapi ARV didasarkan pada motivasi untuk menjadi sehat dan ingin melihat tumbuh kembang anak hingga dewasa. Pasien merasa bahwa adanya terapi ARV menambah aktivitas yang membuat pasien tidak dapat menyesuaikan jadwal minum obat, seringkali lupa membawa obat-obatan, menghambat waktu kerja untuk pergi ke layanan pengambilan obat dan menyembunyikan obat dalam wadah lain untuk bersembunyi untuk minum obat ketika berada di luar rumah. Faktor penghambat pasien LTFU adalah efek obat, kondisi pandemi Covid-19, merasa tidak membutuhkan obat dengan kondisi tubuh yang sehat, lelah melakukan terapi, jauh dari pelayanan, biaya yang dikeluarkan untuk pergi ke layanan, informasi yang tidak lengkap dan hilangnya dukungan dari orang-orang terdekat. Kesimpulan: Pemerintah perlu meningkatkan strategi bagi pasien LTFU untuk dapat kembali dalam terapi ARV. Kebutuhan untuk mengoptimalkan program MMD. Memberikan pelatihan konseling yang tepat bagi tenaga kesehatan dan LSM. Mengundang dan memberikan edukasi bagi anggota keluarga atau kerabat pasien LTFU untuk mengikuti pengobatan terapi ARV dengan menjadi PMO.

Background: There are 9,338 patients undergoing ARV therapy in Central Jakarta and based on data from April to June 2021, there are 3,651 people missing due to follow-up. Lost To Follow-Up (LTFU) is when the patient does not revisit after 3 months or more of the last visit. Objective: To find out the factors that affect ARV therapy in patients who are lost due to follow-up in Central Jakarta. Method: This study is a case study with a total of 12 informants, namely LTFU patients, NGOs, Doctors and Nurses from priority health offices in Central Jakarta. Data collection techniques use in-depth interviews and document reviews. Data analysis using framework analysis techniques. Results: This study shows that the experience of LTFU patients when initially diagnosed with HIV experienced a pause in ARV therapy because they could not receive a positive status, there were patients who still did not understand the treatment of ARV therapy. ARV therapy decision-making is based on the motivation to be healthy and want to see the child's growth and development into adulthood. Patients feel that the presence of ARV therapy adds to the activity that makes the patient unable to adjust the schedule of taking medications, often forgets to bring medicines, inhibits the working time to go to the drug collection service and hides the medicine in another container to hide to take the medicine when outside the house. The inhibiting factors of LTFU patients are the effect of the drug, the condition of the Covid-19 pandemic, feeling that they do not need drugs with a healthy body condition, tired of carrying out therapy, far from services, costs incurred to go to services, incomplete information and loss of support from those closest to them. Conclusion: The government needs to improve strategies for LTFU patients to be able to return in ARV therapy. The need to optimize the MMD program. Provide appropriate counseling training for health workers and NGOs. Invite and provide education for family members or relatives of LTFU patients to take part in ARV therapy treatment by becoming a PMO.

Kata Kunci : LTFU, Terapi ARV, Sikap terhadap penyakit HIV, Pengalaman Terapi ARV, Hambatan Terapi ARV