Budaya Lokal Dikapitalisasi untuk Kepentingan Etnik di Pilkada 2020 Kabupaten Buru Selatan
H SIGMARLATU, Dr. Wawan Mas'udi, S.I.P, M.P.A
2022 | Tesis | MAGISTER POLITIK DAN PEMERINTAHANPenulisan ini membahas budaya kai wait dikapitalisasi untuk kepentingan etnik di pilkada Buru Selatan tahun 2020, budaya kai wait merupakan bentuk kehidupan masyarakat Pulau Buru yang memiliki nilai keharmonisan orang bersaudara, secara keseluruhan diartikan dalam bahasa Buru kai artinya kakak, dan wait artinya adik. Dengan berangkat dari pertanyaan mendasar: mengapa budaya kai wait dikapitalisasi menjadi kekuatan politik untuk kepentingan etnik di pilkada dan apa dampak demokrasi ketika budaya kai wait dikapitalisasi ?. Penulis berpendapat bahwa kapitalisasi budaya kai wait yang pada dasar memiliki hubungan kekerabatan yang kuat menjadi kekuatan politik, dilakukan melalui sikap instrumentalisme elite politik sehingga budaya kai wait melalui identitas marga, elite politik merasa mewakili kelompok etnik untuk memperoleh pengakuan dan dukungan secara politik di pilkada, namun justru kepentingan komunitas etnik berbedah di luar elite politik. Dengan menggunakan teori instrumentalisme, primordialisme, dan konstruktivis studi ini berusaha melihat kepentingan dari elite politik dan komunitas etnik yang memilik kesamaan identitas melalui budaya kai wait. Elite politik merasa mewakili identitas dari kelompok etnik sehingga melakukan mobilisasi etnik melalui manipulasi/politisasi budaya kai wait untuk etnik termobilisasi dan memilih berdasarkan hubungan kai wait. Komunitas etnik dengan sikap primordial memiliki kepentingan pengakuan (rekognisi) secara sosial, budaya, dan politik. Studi ini hendak berargumentasi bahwa, ada dua pemikiran yang berbeda dalam memahami budaya kai wait sehingga merujuk pada kepentingan yang berbeda-beda, namun bisa bertemu pada arena yang sama. Setelah budaya kai wait dikapitalisasi ditemukan bahwa politik kekerabatan semakin kuat dari pada sikap partai politik, sehingga kurang lebih lima belas tahun tidak ada rotasi elite politik di Buru Selatan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, model etnografi dengan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui observasi lapangan, intervieuw mendalam (depth intervieuw), serta telaah atas sejumlah dokumen yang berkaitan.
This writing discusses the kai wait culture which is capitalized for ethnic interests in the 2020 South Buru election, the kai wait culture is a form of life for the people of Buru Island which has the value of harmony between brothers and sisters. By departing from the basic question: why is the kai wait culture capitalized into a political power for ethnic interests in the regional elections and what is the impact of democracy when the kai wait culture is capitalized?. The author argues that the capitalization of the kai wait culture, which basically has a strong kinship relationship to become a political force, is carried out through the instrumentalism of the political elite so that the kai wait culture is through clan identity, political elites feel that they represent ethnic groups to gain political recognition and support in the pilkada, but rather, the interests of the ethnic community are different from those of the political elite. By using instrumentalism, primordialism, and constructivist theories, this study seeks to see the interests of political elites and ethnic communities who have a common identity through the kai wait culture. Political elites feel that they represent the identity of ethnic groups so that they carry out ethnic mobilization through cultural manipulation/politicization of kai wait for ethnic groups to be mobilized and vote based on the relationship of kai wait. Ethnic communities with primordial attitudes have the importance of social, cultural, and political recognition This study will argue that, there are two different thoughts in understanding the culture of kai wait so that it refers to different interests, but can meet in the same arena. After the kai wait culture was capitalized, it was found that political kinship was stronger than the attitude of political parties, so that for about fifteen years there was no rotation of the political elite in South Buru. This study uses qualitative research methods, ethnographic models with data collection techniques carried out through field observations, in-depth interviews, and the study of a number of related documents.
Kata Kunci : Kata Kunci : Budaya kai wait, dikapitalisasi, politik etnik, elite politik, mobilisasi politik