Laporkan Masalah

PENILAIAN RISIKO (RISK ASSESSMENT) PENGOPERASIAN PESAWAT UDARA APUNG (SEAPLANE) DI BANDAR UDARA PERAIRAN (STUDI KASUS : WATERBASE BENETE - NUSA TENGGARA BARAT)

RIZQI WAHYU HIDAYAT, Prof. Dr. Ir. Bambang Triatmodjo, CES., DEA.;Prof. Ir. Suryo Hapsoro Tri Utomo, Ph.D., IPU., ASEAN Eng.

2022 | Tesis | Magister Sistem dan Teknik Transportasi

Perkembangan bandar udara perairan di Indonesia saat ini tidak sebanyak bandar udara konvensional yang terdapat di daratan. Banyak faktor yang menyebabkan bandar udara perairan belum dapat berkembang sebanyak bandar udara konvensional. Salah satu faktornya adalah banyaknya faktor risiko yang mempengaruhi operasional dari pesawat udara apung dan bandar udara perairan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi risiko dan memberikan rencana mitigasi risiko yang berpengaruh terhadap tingkat keselamatan dan keamanan operasi penerbangan pesawat udara apung dan bandar udara perairan. Bandar udara perairan ini terletak di Kecamatan Maluk - Kab. Sumbawa Barat - Prov. Nusa Tenggara Barat. Penelitian penilaian risiko dilakukan dengan metode kualitatif pendekatan studi kasus. Analisis penilaian risiko menggunakan metode Failure Mode Effect Analysis (FMEA). Metode ini dilakukan dengan cara wawancara dan Focus Discussion Group (FGD) dengan para informan sebanyak 6 orang dengan didukung data sekunder berupa buku manual dan data jumlah penumpang sehingga dapat diketahui derajat keparahan (Severity), kemungkinan kejadian (Occurrence), dan pendeteksian (Detection) sebuah risiko. Proses pengoperasian pesawat udara apung dan bandar udara perairan mempunyai faktor risiko sebanyak 41. Berdasarkan analisis yang telah dilaksanakan didapatkan nilai prioritas risiko RPN tertinggi sebesar 324 dengan faktor risiko terjadinya tabrakan pesawat udara apung dengan paragliding/paralayang. Untuk mengurangi serta mencegah risiko terjadi, para ahli menawarkan beberapa opsi mitigasi yang mempunyai risiko yang perlu ditindaklanjuti secepatnya. Metode AHP digunakan untuk memilih prioritas mitigasi risiko yang akan digunakan. Metode AHP ini memilih prioritas mitigasi dengan kriteria keuntungan (Benefit), pengeluaran (Cost), kesempatan (Opportunity), dan risiko (Risk). Dari hasil perhitungan metode AHP ini didapati prioritas mitigasi risiko tabrakan pesawat udara apung dengan paragliding berturut-turut adalah pihak bandar udara perairan dan operator paragliding membuat LOCA terkait aktivitas paragliding (0,551),melakukan sosialisasi terkait bahaya aktivitas paragliding (0,300), merelokasi daerah operasi aktivitas paragliding(0,149)

Nowadays, the development of waterbase airport in Indonesia is not as many as in conventional airports. There are so many factors that cause waterbase cannot develop as many as conventional airports. One of the factors is the risk factors that affect seaplane and waterbase airport operations. The purpose of this study is to identify the risks and give the risk mitigation plans that affect the safety levels, seaplane aviation security, and waterbase airport operations. This waterbase airport is located in Maluk District - West Sumbawa Regency - West Nusa Tenggara Province. The risk assessment study is done using a qualitative method with a case study approach. The risk assessment analysis is using Failure Mode Effect Analysis (FMEA) method. This method is done by interviewing and Focus Discussion Group (FGD) 6 informants and supported by secondary data, which are a manual book and the passenger data, so that it can be known the severity, occurrence, and detection of risk. The seaplane and waterbase airport operation process have 41 risk factors. Based on the analysis that has been done, the highest RPN risk priority assessment is 324, along with a crash between the seaplane and a paragliding risk factor. Experts offer some mitigation options that have a risk that should be handled immediately to reduce the risk. The AHP method is used to choose the risk mitigation priority to apply. This AHP method chooses the mitigation priority with Benefit, Cost, Opportunity, and Risk criteria. According to the assessment using this AHP method, it is shown that the seaplane crash mitigation priority risk with paragliding consecutively is that the waterbase airport and paragliding operator made LOCA related to the paragliding activity (0.551), socializing the dangers of paragliding (0,300), and relocate the paragliding operational area (0,149).

Kata Kunci : Benete, bandar udara perairan , FMEA, pesawat udara apung

  1. S2-2022-467306-abstract.pdf  
  2. S2-2022-467306-bibliography.pdf  
  3. S2-2022-467306-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2022-467306-title.pdf