Gangguan Pendengaran Sensori Pada Pasien Pasca Pengobatan Tuberkulosis Multidrug Resistant Selama 6 Bulan
HASAN RIZKY BENOKRI, Dr. dr. Bambang Udji Djoko Rianto, Sp. T.H.T.K.L(K)., M.Kes; Dr. dr. Siswanto Sastrowijoto, Sp. T.H.T.K.L(K)., M.H
2022 | Tesis-Spesialis | ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA DAN LEHERLatar Belakang: Penemuan kasus TB-MDR di Indonesia sebanyak 4.578 kasus yang terkonfirmasi dari tahun 2009 sampai tahun 2014. Resistensi OAT secara mikrobiologi disebabkan oleh mutasi genetik sehingga menyebabkan obat tidak efektif melawan basil mutan, sehingga perlu farmakoterapi tambahan yang memiliki efek samping berupa ototoksik. Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran sensori pada pasien yang mendapatkan pengobatan TB-MDR selama 6 bulan. Metode Penelitian: Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Sampel penelitian adalah semua pasien TB yang telah menjalani pengobatan di bagian Penyakit Dalam RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta sejak Januari 2020 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil: Sampel penelitian berjumlah 50 orang yang terdiri dari 25 pasien TB-MDR dan 25 pasien Non-MDR. Didapatkan perbedaan bermakna prevalensi gangguan pendengaran sensori pada frekuensi tinggi antara kelompok TB-MDR dan Non-MDR, dengan nilai p= 0,004 dan rasio prevalensi 2,111. Pada frekuensi rendah tidak didapatkan perbedaan bermakna secara statistik yaitu dengan nilai p= 0,077, namun terdapat perbedaan bermakna secara klinis berdasarkan nilai rasio prevalensi sebesar 2,000. Kesimpulan: Pada pasien TB-MDR yang mendapatkan terapi aminoglikosida merupakan faktor risiko terjadinya gangguan pendengaran sensori baik frekunsi tinggi maupun frekuensi rendah.
Background: The discovery of MDR-TB cases in Indonesia as many as 4.578 confirmed cases from 2009 to 2014. Microbiological resistance to OAT is caused by genetic mutations that cause drugs to be ineffective against mutant bacilli, so additional pharmacotherapy is needed which has ototoxic side effects. Objective: This study aims to determine the presence of sensory hearing loss in patients who received MDR-TB treatment for 6 months. Method: This research is an analytic observational with a cross sectional design. The research sample was all TB patients who had undergone treatment at the Internal Medicine section of Dr. Sardjito Yogyakarta since January 2020 who meets the inclusion and exclusion criteria. Results: The research sample consisted of 50 people consisting of 25 MDR-TB patients and 25 non-MDR-TB patients. There was a significant difference in the prevalence of sensory hearing loss at high frequency between the MDR-TB and Non-MDR groups, with p value = 0.004 and prevalence ratio 2.111. At low frequency, there was no statistically significant difference with p value = 0.077, but there was a clinically significant difference based on the prevalence ratio value of 2,000. Conclusion: In MDR-TB patients receiving aminoglycoside therapy, it is a risk factor for sensory hearing loss, both high frequency and low frequency.
Kata Kunci : Tuberkulosis Multidrug Resistant, gangguan pendengaran sensori, ototoksik, Otoacoustic Emmision (OAE), aminoglikosida