Perubahan status dan peran penghulu dalam sistem pemerintahan Nagari :: Studi kasus Nagari Kamang Hilia kabupaten Agam 2002
GANI, Maulid Hariri, Prof.Dr. Sjafri Sairin
2003 | Tesis | S2 AntropologiPenelitian ini melihat perubahan peranan penghulu dan lembaga-lembaga nagari di Minangkabau yang didasarkan pada Perda No. 9/2000 dan Perda 31/2001 sebagai upaya menindaklanjuti UU No. 22/1999 yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif, data didapat dengan cara observasi dan wawancara mendalam terhadap informaninforman yang telah dipilih. Analisa data dilakukan sejak awal penelitian hingga tahap penulisan. Data-data yang ada ditelaah secara mendalam dan ditelusuri, serta dianalisa termasuk kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antar kategori yang ada. Semua ini dilihat sebagi sebuah bentuk kesatuan yang saling terintegrasi. Dari hasil penelitian terlihat adanya perubahan, yakni dengan semakin memudarnya peran penghulu di dalam masyarakat, dimana seorang penghulu tidak lagi menampakkan sosok yang sakral bagi kemenakan atau kaumnya. Sementara disisi lain, kemenakan atau kaumnya tidak lagi memandang penghulu bertanggung jawab memelihara diri mereka. Penghulu yang sebelumnya menjadi pigur sentral, mulai bergeser kepada peran orang tua masing-masing. Supaya penghulu memiliki peran aktif dalam sistem pemerintahan nagari, maka bersama-sama unsur lain dalam masyarakat, dibentuklah Lembaga Tinggi Nagari (Majelis Musyawarah Adat dan Syara' Nagari, Kerapatan Adat Nagari, dan Majelis Ulama Nagari) sebagai unsur yudikatif. Namun permasalahannya, terjadi tumpang tindih peran antara Lembaga Tinggi Nagari dengan peran badan Perwakilan Rakyat Nagari (BPRN) sebaga i unsur legislatif, bahkan dengan peran dari Wali Nagari itu sendiri. Akibatnya, mulai terlihat ketidakharmonisan di dalam pemerintahan nagari itu sendiri karena antara satu dengan yang lainnya saling berebut pengaruh ataupun kekuatan di dalam masya rakat. Dilihat dari kenyataan-kenyataan yang ada diatas, maka kembali ke sistem pemerintahan nagari tersebut dapat terlaksana karena terjadinya adaptasi terhadap perubahan itu sendiri, apalagi masyarakat Minangkabau adalah masyarakat yang dinamis dan memandang suatu perubahan sebagai sesuatu hal yang wajar. Masyarakat Minangkabau memahami tidak ada yang abadi di alam ini, sehingga mereka tetap menganggap penghulu sebagai pemimpin mereka, terlepas dari semakin menge cilnya peran yang disandangnya saat ini.
This research is aimed at analyzing the transformation of the role of penghulu and nagari institution in Minangkabau which based on regional regulation, Perda No.9/2000 and Perda No.31/2001 as a continuetion UU No.22/1999 that was come out by the control government. The research is carried out by using qualitative approach, these are observation and in-depth interview with selected informants. Data analysis is done from the beginning of the research to at time of report writing. Data is analyzed in deeply included probabilities of relation among categories. All of them are seen as a whole of integrated unit. The result of this research shown that some changes have happened in relation to the fading of the role of penghulu in the community. In the past a penghulu had responsibility to protect his kemenakan and his kaum (clan) but nowadays his role has been replaced by their own parent. Penghulu is not considered as a sacred figure by his kemenakan and his kaum. For creating the participation of penghulu actively in nagari government system and joining with other elements in the community, for that purpose, Lembaga Tinggi Nagari (Majelis Musyawarah Adat dan Syara’ Nagari, Kerapatan Adat Nagari, and Majelis Ulama Nagari) are formed as judicial element in the nagari government however some problems emerge because the roles and the functions between Lembaga Tinggi Nagari and Badan Perwakilan Rakyat Nagari as legislative body overlap with another even with the role of Wali Nagari itself. The consequence of that matter, there is disharmony in the nagari government itself because there is influential competition and powerne ss in the community. Seeing the reality above, it can be said that the nagari system government reinstitution can be happened because there is adaptation towards the change itself, moreover Minangkabau community is a dynamic society and they consider a change as something usual in understanding of Minangkabau community that everything is everlasting. In spite of that the community still consider penghulu as the community leaders, irrespective of their roles become small nowadays.
Kata Kunci : Antropologi Sosial, Penghulu, Pemerintahan Nagari, Perubahan Sosial