Laporkan Masalah

KEWAJIBAN PERUSAHAAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM PENYEDIAAN DAN PELAKSANAAN PEMBANGUNAN KEBUN MASYARAKAT SEKITAR SEBAGAI PERWUJUDAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (Studi Kasus PT. Sumber Jaya Indahnusa Coy di Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau)

INDAH RAMADANI, Irna Nurhayati, S.H., M.Hum., LL.M., Ph.D.

2022 | Tesis | MAGISTER KENOTARIATAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perusahaan perkebunan kelapa sawit dalam melakukan kewajibannya yaitu melaksanakan pembangunan kebun masyarakat sekitar, kendala apa yang dialami oleh perusahaan dalam melaksanakan kewajibannya tersebut, serta bagaimana pengawasan yang dilakukan pemerintah daerah dalam mendisiplinkan perkebunan yang belum menjalankan kewajibannya. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis empiris. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Jenis penelitian menggunakan penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris, hal ini karena penelitian yang peneliti lakukan menggunakan data sekunder atau bahan pustaka mengenai kaidah peraturan perundang-undangan dan data primer yang didapat langsung dari responden sebagai sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan. Penelitian lapangan dilakukan dengan teknik wawancara dan penelitian kepustakaan dengan teknik studi dokumen. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif. Hasil Penelitian menunjukan pengaturan kemitraan usaha perkebunan sudah berkembang sejak adanya Kepres No. 11/1974 Replita II tentang PIR BUN, kemudian Inpres No. 1/1986 tentang Pembangunan Perkebunan Pola PIR-Trans, UU No. 18/2004 tentang Perkebunan, yang diganti dengan UU No. 39/2014 tentang Perkebunan dan perubahan terbaru terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Pelaksanaan kewajiban pembangunan kebun masyarakat oleh perusahaan belum terlaksana secara baik, karena masih ada perusahaan perkebunan yang belum memenuhi kewajiban memberikan 20% dari luas lahan perkebunannya. Kendala yang dihadapi antara lain; Pertama, pemerintah c.q Dinas Perkebunan tidak menjalankan peraturan sanksi Pasal 60 ayat (2) UU No. 39/2014 tentang Perkebunan yang berupa denda, pemberhentian sementara dan pencabutan izin usaha perkebunan bagi perusahaan perkebunan yang belum memenuhi kewajibannya. Kedua, alasan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tidak masuk akal karena tidak adanya lahan perkebunan yang akan dijadikan perkebunan masyarakat, dan mayarakat sekitar tidak menerima calon lahan perkebunannya kelak terletak jauh dari desa/kecamatannya, sedangkan perusahaan mencari lahan perkebunan masyarakatnya diluar dari kecamatan tempat perusahaan berada. Ketiga, kantor pertanahan kab. Pelalawan belum bisa memberikan sanksi sebagaimana Pasal 57 ayat (1) Permen ATR No 7/2017 tentang Pengaturan dan Tata Cara Penetapan HGU, berupa denda dan pencabutan HGU sebelum jangka waktu perpanjangan HGU perusahaan.

The purpose of this study is to find out how oil palm plantation companies carry out their obligations, namely carrying out the development of plantations for surrounding communities, what obstacles are experienced by companies in carrying out their obligations, and how the supervision is carried out by local governments in disciplining plantations that have not carried out their obligations. This research is an empirical juridical law research. The data used in this study are primary data and secondary data. This type of research uses normative legal research and empirical legal research, this is because the research that researchers do uses secondary data or library materials regarding the rules of legislation and primary data obtained directly from respondents as the first source through field research. Field research was conducted using interview techniques and library research using document study techniques. The data analysis method used in this research is qualitative analysis. The results of the study show that the arrangement of plantation business partnerships has developed since the Presidential Decree no. 11/1974 Replita II concerning PIR BUN, then Presidential Instruction No. 1/1986 concerning the Plantation Development of the PIR-Trans Pattern, Law no. 18/2004 on Plantations, which was replaced by Law no. 39/2014 concerning Plantations and the latest amendments are contained in Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation. The implementation of the obligation to develop community gardens by the company has not been carried out properly, because there are still plantation companies that have not fulfilled the obligation to provide 20% of their plantation land area. The obstacles faced include; First, the government, c.q. the Plantation Service, does not implement the sanctions regulation of Article 60 paragraph (2) of Law no. 39/2014 concerning Plantations in the form of fines, temporary suspension and revocation of plantation business permits for plantation companies that have not fulfilled their obligations. Second, the reasons for oil palm plantations that do not make sense are because there is no plantation land that will be used as community plantations, and the surrounding community does not accept that the prospective plantation land will be located far from the village/sub-district, while the company is looking for community plantation land outside the sub-district where the company is located. . Third, the district land office. Pelalawan has not been able to impose sanctions as stated in Article 57 paragraph (1) of Permen ATR No. 7/2017 concerning Regulations and Procedures for Determining HGU, in the form of fines and revocation of HGU before the period of extension of the company's HGU.

Kata Kunci : Perkebunan, Kewajiban Perkebunan, Perusahaan Kelapa Sawit

  1. S2-2022-465858-abstract.pdf  
  2. S2-2022-465858-bibliography.pdf  
  3. S2-2022-465858-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2022-465858-title.pdf