Praktek ratifikasi perjanjian internasional di Iran
ABDOLI, Abolfazl, Dr. Mohd. Burhan Tsani, S.H.,MH
2003 | Tesis | S2 Ilmu HukumBerdasarkan ketentuan-ketentuan dalam hukum Iran semua perjanjian, konvensi, persetujuan, dan kontrak internasional wajib diratifikasi oleh Parlemen. Ketentuan tersebut menimbulkan masalah: apakah semua perjanjian internasional dan keanggotaan Iran dalam organisasi internasional memerlukan ratifikasi parlemen dan apakah Parlemen berwenang mengubah substansi perjanjian yang diajukan kepadanya. Penelitian ini bertujuan menggambarkan prosedur ratifikasi di Iran dan menganalisi kewenangan Parlemen untuk mengubah substansi perjanjian internasional. Penelitian ini merupakan penelitian hukum diskriptif normatif. Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder yang terdiri dari, bahan hukum primer, sekunder, dan tertier yan diperoleh dengan menggunakan studi dokumen, baik melalui penelitian kepustakaan melalui sarana elektronik. Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa: pengaturan tentang ratifikasi perjanjain internasional dalam hukum Iran bersifat umum dan tidak lengkap sehingga sering menyebabkan terjadinya konflik antara Badan Eksekutif dan Parlemen. Usaha Majlis Shora Negahban untuk memecahkan persoalan yang timbul dengan melakukan penafsiran terhadap pengaturan yang ada belum berhasil. Pembuatan peraturan pemerintah oleh Dewan Menteri untuk mengatasi persoalan yang ada juga belum berhasil. Ratifikasi perjanjian internasional mengenai keanggotaan Iran dalam organisasi internasional non publik,persetujuan untuk membentuk komisi gabungan,perjanjian sampingan, dan perjanjian penangguhan hutang negara lain kepada Iran, menyebabkan perbedaan pendapat antara Parlemen dan Badan Eksekutif maupun pakar hukum. Parlemen berpendapat bahwa semuanya harus diratifikasi. Badan Eksekutif dan para pakar hukum berpendapat bahwa semuanya tidak perlu diratifikasi. Sebelum tahun 1984 Parlemen berwenang untuk mengubah substansi perjanjia internasional pada waktu ratifikasi. Setelah tahun 1984 Parlemen tidak berwenang mengubahnya. Hukum Iran tidak mengatur mengenai ratifikasi dengan reservasi. Dalam praktek. Parlemen Iran sering melakukan ratifikasi dengan reservasi
According to Iran Constitution, rules, and regulations, treaties, conventions, contracts, and agreements must be ratified by Islamic Consultative Assembly (ICA). These rules rised problems whether all treaties and Iran membership in a private organization should to be ratifed or not and whether ICA had authority to change and correct substances of treaties submited to be ratified. The objectives of the present research were to describe the procedure of ratification in Iran and to analyze the authority of ICA to change substances of treaties. The research was a normative legal research. It was conducted by collecting secondary data consisting of primary, secondary and tertiary law materials. The secondary data were obtained by library research and electronic means. The collected data were analyzed qualitatively. The result of research illustrated that the rules and regulations about ratification in Iran were so general and incomplete that they could cause conflict between executive and legislative power. To solve the problems, the Guardian Council of Iran tried to interpret the article 77 and 125 of Constitution for several times and the Council of Minesters promulgated regulations on the implementation of these articles. Both of them were not succesful. The Executive power had different view from the view of the Legislative power concerning the ratification of Iran membership in international private organizations, subtreaties, agreements to establish joint commissions and suspension of debt of the other contries. ICA insisted that those treaties had to be ratified. The Executive power and most of experts did not agree with ICA.. Before 1984, ICA had authority to change the substances of treaties. After 1984 it wansn’t allowed to do it again. Although, ratification of internationl treaties with reservation had not yet been regulated in laws of Iran, in practice, ICA often ratified treaties with reservation.
Kata Kunci : Perjanjian Internasional,Praktek Ratifikasi