Laporkan Masalah

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TRANSMIGRAN POLA PERTANIAN DALAM SENGKETA PEMBERIAN TANAH OLEH PEMERINTAH (STUDI KASUS SENGKETA TANAH TRANSMIGRASI DI SIMPANG PASIR KAMPUNG HANDIL BAKTI KECAMATAN PALARAN KOTA SAMARINDA - KALIMANTAN TIMUR)

PRISKILA ASKAHLIA S, Transmigration, Legal Protection, Execution of Decisions

2022 | Tesis | MAGISTER HUKUM LITIGASI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis upaya-upaya yang telah dilakukan oleh transmigran pola pertanian di Simpang Pasir Kampung Handil Bakti untuk mendapatkan perlindungan hukum dalam arti terpenuhinya hak-hak masyarakat transmigrasi dan faktor yang melatarbelakangi terhambatnya eksekusi putusan pengadilan terhadap sengketa tanah transmigrasi di Simpang Pasir Kampung Handil Bakti. Penelitian ini merupakan jenis penelitian normatif-empiris. Data penelitian meliputi data sekunder yang diperoleh melalui studi dokumen dan data primer yang diperoleh melalui wawancara kepada responden serta narasumber. Selanjutnya data yang diperoleh dianalisis menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, Upaya-upaya yang dilakukan oleh transmigran pola pertanian di Simpang Pasir Kampung Handil Bakti untuk mendapatkan perlindungan hukum dalam arti terpenuhinya hak-hak masyarakat transmigrasi dilakukan dengan dua cara yaitu melalui jalur non-litigasi dan non litigasi. Pada jalur non-litigasi telah dilakukan upaya koordinasi penyelesaian sengketa secara damai akan tetapi mengalami kebutuan (dead lock). Pada jalur litigasi, para transmigran dimenangkan pada tingkat pertama, banding dan kasasi. Amar Putusan hakim menyatakan bahwa transmigrasi memang berhak atas lahan/tanah pertanian sebesar 2 Ha (dua hektar) per kepala keluarga dan menghukum Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur untuk menyerahkan hak atas lahan/tanah pertanian seluas 1,5 hektar atau 15.000 M2 (lima belas ribu meter persegi) kepada masing-masing penggugat yaitu masyarakat transmigrasi. Kedua, Faktor-faktor yang melatarbelakangi terhambatnya eksekusi putusan pengadilan terhadap sengketa tanah transmigrasi di Simpang Pasir Kampung Handil Bakti yaitu; Pihak Pemerintah Provinsi kesulitan untuk mencari lahan pengganti seluas 177 Ha (seratus tujuh puluh tujuh hektar) atau 1,5 Ha per masing-masing penggugat yang dalam arti lain tidak tersedianya lahan kosong untuk masyarakat transmigrasi. Pada tahapan eksekusi Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap oleh Pengadilan Negeri Samarinda, ternyata obyek yang disengketakan merupakan aset milik negara. Oleh karena itu upaya paksa tidak bisa dilakukan terhadap obyek yang disengketakan.

This study aims to identify and analyze the efforts that have been made by agricultural transmigrants in Simpang Pasir Kampung Handil Bakti to obtain legal protection in the sense of fulfilling the rights of the transmigration community and the factors behind the delay in the execution of court decisions on transmigration land disputes in Simpang Pasir. Handil Bakti Village. This research is a type of normative-empirical research. The research data includes secondary data obtained through document studies and primary data obtained through interviews with respondents and sources. Furthermore, the data obtained were analyzed using qualitative methods. The results showed that: First, the efforts made by agricultural transmigrants in Simpang Pasir Kampung Handil Bakti to obtain legal protection in the sense of fulfilling the rights of the transmigration community were carried out in two ways, namely through non-litigation and non-litigation channels. In the non-litigation route, efforts have been made to coordinate peaceful dispute resolution, but there is a need (dead lock). In litigation, the transmigrants won at first instance, appeal and cassation. Amar The judge's decision stated that transmigration was indeed entitled to land/agricultural land of 2 Ha (two hectares) per family head and sentenced the East Kalimantan Provincial Government to surrender rights to land/agricultural land covering an area of 1.5 hectares or 15,000 M2 (fifteen thousand meters). square) to each plaintiff, namely the transmigration community. Second, the factors behind the delay in the execution of court decisions on transmigration land disputes in Simpang Pasir Handil Bakti Village, namely; The Provincial Government has difficulty finding replacement land covering an area of 177 Ha (one hundred and seventy seven hectares) or 1.5 Ha per each plaintiff, which means that there is no vacant land available for transmigration communities. At the execution stage of the Court Decision which has permanent legal force by the Samarinda District Court, it turns out that the object in dispute is an asset belonging to the state. Therefore, coercive measures cannot be made against the object in dispute.

Kata Kunci : Transmigrasi, Perlindungan Hukum, Eksekusi Putusan

  1. S2-2022-448087-abstract.pdf  
  2. S2-2022-448087-bibliography.pdf  
  3. S2-2022-448087-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2022-448087-title.pdf