Analisis Model Deformasi Vertikal pada Fase Postseismic Akibat Gempa Palu Tahun 2018 Menggunakan Fungsi Eksponensial dan Logaritma Berdasarkan Citra Sentinel-1

IRMA YUSIYANTI, Cecep Pratama, S.Si., M.Si., D.Sc.

2022 | Skripsi | S1 TEKNIK GEODESI

Gempa Palu berkekuatan 7,4 Mw terjadi pada 28 September 2018 dengan pusat gempa berada di titik koordinat 119,86o BT 0,72o LS. Gempa memecah Sesar Palu-Koro pada patahan di sepanjang 210 km dengan strike yang berbeda. Guncangan hebat tersebut mengakibatkan kerusakan parah yang terjadi di Sulawesi Tengah khususnya di daerah Palu akibat adanya pergeseran permukaan tanah. Penelitian deformasi postseismic perlu dilakukan untuk mengetahui pola deformasi, sehingga dapat mengurangi dampak yang akan terjadi di masa depan. Pengukuran deformasi dapat dilakukan dengan menggunakan dua cara yaitu metode GNSS dan InSAR. InSAR menjadi pilihan metode untuk meneliti adanya pola deformasi postseismic dikarenakan faktor perolehan data yang mudah dan cepat sehingga dapat mengefisienkan waktu dan tenaga untuk dapat memperoleh pola deformasi postseismic. InSAR juga menjadi metode yang dapat diandalkan karena memiliki ketelitian cukup tinggi hingga fraksi cm. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya deformasi vertikal pada fase postseismic dari tahun 2018 hingga 2021. Data time series yang diperoleh dari pengolahan citra Sentinel-1 menggunakan software LiCSBAS, di-fit-kan menggunakan model eksponensial dan logaritma untuk mengetahui adanya pola deformasi vertikal dan mekanisme yang terjadi di dalamnya. Model fungsi matematika eksponensial mampu mengidentifikasi adanya pengaruh dari mekanisme vicsoelastic dan model logaritma mampu mengidentifikasi adanya pengaruh dari mekanisme afterslip. Fungsi tersebut kemudian perlu dilakukan pengujian menggunakan Chi-Square untuk dapat mengetahui apakah kedua fungsi tersebut mampu menjelaskan adanya deformasi postseismic. Nilai RMSE paling rendah dari kedua fungsi tersebut menjadi indikasi mekanisme yang paling berperan dalam deformasi postseismic. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fitting model eksponensial dan logaritma mampu menjelaskan adanya pola deformasi postseismic. Hal tersebut membuktikan bahwa mekanisme viscoelastic dan afterslip berperan dalam peristiwa deformasi tersebut. Mekanisme afterslip terjadi ketika terdapat tegangan kompleks yang menguat seiring dengan besarnya kecepatan pergerakan pada permukaan, sedangkan mekanisme viscoelastic terjadi ketika setelah gempa bumi, stress dilepaskan dan kemudian didistribusikan melalui litosfer yang mengakibatkan adanya aliran di astenosfer. Nilai RMSE yang diperoleh model logaritma yaitu 13,01 mm, dan nilai model eksponensial lebih besar dibandingkan dengan model logaritma yaitu sebesar 13,29 mm. Hal tersebut membuktikan bahwa model logaritma lebih fit dibanding model eksponensial. Berdasarkan hal tersebut maka hasil penelitian ini menunjukkan mekanisme afterslip lebih mendominasi, dan mekanisme viscoelastic berperan kecil di dalamnya.

The Palu earthquake measuring 7.4 Mw occurred on September 28, 2018 with the epicenter at the coordinates of 119.86o East Longitude 0.72o Latitude. The earthquake broke the Palu-Koro Fault on a 210 km long fault with strikes. The severe shaking caused severe damage to Central Sulawesi, especially in the Palu area due to a shift in the ground surface.deformation research Postseismic needs to be done to determine the deformation pattern, so as to reduce the impact that will occur in the future. Measurement of deformation can be done using two methods, namely GNSS and InSAR methods. InSAR is the method of choice for researching the existence of postseismic due to the easy and fast data acquisition factor so that it can save time and effort to be able to obtain postseismic. InSAR is also a reliable method because it has a high enough accuracy to the cm fraction. This study was conducted to determine the presence of vertical deformation in the postseismic from 2018 to 2021. time series obtained from Sentinel-1 image processing using software LiCSBAS fittedusing exponential and logarithmic models to determine the presence of vertical deformation patterns and mechanisms. what's going on in it. The exponential mathematical function model can identify the influence of the vicsoelastic and the logarithmic model is able to identify the effect of the afterslip. The function then needs to be tested using Chi-Square to find out whether the two functions can explain the postseismic. The lowest RMSE value of the two functions is an indication of the mechanism that plays the most role in postseismic. The results showed that fitting of the exponential and logarithmic models was able to explain the postseismic. This proves that viscoelastic and afterslip play a role in the deformation event. Afterslip mechanism occurs when there is a complex stress that strengthens along with the magnitude of the movement speed on the surface, while the viscoelastic occurs when after an earthquake, the stress is released and then distributed through the lithosphere resulting in a flow in the asthenosphere. The RMSE value obtained by the logarithmic model is 13.01 mm, and the value of the exponential model is greater than that of the logarithmic model, which is 13.29 mm. This proves that the logarithmic model is more fit than the exponential model. Based on this, the results of this study indicate that the afterslip dominates, and the viscoelastic plays a small role in it.

Kata Kunci : Gempa Palu 2018, Deformasi postseismic, eksponensial, logaritma