Pengaruh Suhu dan Lama Waktu Aktivasi Terhadap Kualitas Arang Aktif Kulit Salak (Salacca zalacca (Gaertn.) Voss)
AGUNG PRASTYO AJI, Dr. Ir. J. P. Gentur Sutapa, M.Sc.
2022 | Skripsi | S1 KEHUTANANIndonesia merupakan negara dengan tingkat kebutuhan arang aktif yang tinggi. Hal ini ditandai dengan jumlah impor arang aktif tahun 2018 sebesar 11.860,853 ton. Salah satu cara mengurangi impor adalah memproduksi arang aktif dalam negeri menggunakan bahan alternatif, salah satunya kulit salak (Salacca zalacca (Gaertn.) Voss). Produksi salak di Indonesia tahun 2019 sebanyak 955.763 ton dengan luas area panen sebesar 27.050 ha yang berpotensi menyebabkan limbah kulit salak sebesar 10 - 14 % dari berat total. Bahan baku yang digunakan adalah limbah kulit salak dari UMKM Sarisa Merapi di Pakem, Sleman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan suhu dan lama waktu aktivasi terhadap kualitas arang aktif kulit salak. Penelitian ini dilakukan dengan proses karbonisasi kulit salak menggunakan retort dengan suhu 400 °C selama 1 jam dan di aktivasi secara termal menggunakan furnace. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor pengujian yaitu suhu aktivasi (600 dan 700 °C) dan waktu aktivasi (60, 90, dan 120 menit) dengan lima kali pengulangan pada tiap faktor. Parameter pengujian kualitas arang aktif terdiri dari rendemen, kadar air, kadar zat mudah menguap, kadar abu, kadar karbon terikat, daya serap terhadap benzena, metilen biru, dan iodium. Berdasarkan hasil penelitian, perlakuan terbaik diperoleh pada suhu aktivasi 700 °C dan lama waktu aktivasi 120 menit dengan rendemen sebesar 74,648 %; kadar air 1,057 %; kadar zat mudah menguap 20,638 %; kadar abu 13,922 %, kadar karbon terikat 65,440 %; daya serap terhadap benzena 7,343 %; metilen biru 98,294 mg/g; dan iodium 613,191 mg/g.
Indonesia is a country with a high demand of activated charcoal, it shown by the total of 11,860.853 tons are being imported in 2018. One way to reduce imports is to produce activated charcoal domestically by using alternative materials, such as salacca (Salacca zalacca (Gaertn.) Voss) peel. In 2019, Indonesia produced 955,763 tons of salacca from 27,050 ha of harvested area, which produced peel waste of 10 – 14 % from the total weight. The peel waste from UMKM Sarisa Merapi in Pakem, Sleman in this research is used to determine the effect of adding temperature and activation time on the quality of activated charcoal from salacca peel. This research was conducted by carbonizing salacca peel using a retort with a temperature of 400 °C for 1 hour and thermally activated using a furnace. This research used a completely randomized design with two tested factors namely activation temperature (600 and 700 °C) and activation time (60, 90, and 120 minutes) with five repetitions for each factor. The quality of activated charcoal was tested for yield, moisture content, volatile matter content, ash content, fixed carbon content, absorption of benzene, methylene blue, and iodine. Based on the result, the best treatment was obtained at an activation temperature of 700 °C and activation time of 120 minutes with a yield of 74.648 %; water content 1.057 %; volatile matter content 20.638 %; ash content 13.922 %; fixed carbon content 65.440 %; absorption of benzene 7.343 %; methylene blue 98.294 mg/g; and iodine 613.191 mg/g.
Kata Kunci : arang aktif, limbah, kulit salak, aktivasi termal