China's Economic Statecraft in the South China Sea Dispute: The Case of the Philippines

JASMINE NOOR A PUTRI, Dr. Riza Noer Arfani, M.A.

2022 | Skripsi | S1 ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

Laut Cina Selatan adalah salah satu wilayah maritim paling strategis di dunia, yang telah menjadi jalur penting perdagangan global dan juga menampung jumlah sumber daya alam yang besar. Dalam beberapa tahun terakhir, Laut China Selatan (LCS) telah menjadi salah satu wilayah yang paling diperebutkan di dunia dengan negara-negara seperti China, Vietnam, dan Filipina mengklaim bagian dari wilayah tersebut. Ini mengakibatkan sengketa wilayah ini dianggap sebagai salah satu masalah diplomatik yang paling mendesak di kawasan Asia-Pasifik. Namun, kondisi ekonomi dan kerja sama di antara negara-negara pengklaim kurang dibicarakan, meskipun hubungan ekonomi ASEAN-China semakin intensif dalam beberapa tahun terakhir. Ketergantungan ekonomi Asia Tenggara pada China telah menambah lapisan kompleks pada masalah ini karena mempengaruhi dinamika pendekatan negara-negara pengklaim terhadap China. China juga telah menggunakan pengaruh ekonominya untuk mempengaruhi dan meredam kritik terhadap tindakannya di LCS. Hal ini dilakukan melalui praktik economic statecraft. Konsep ekonomi statecraft pada dasarnya adalah pemanfaatan alat-alat ekonomi seperti sanksi atau insentif untuk mengejar tujuan politik atau keamanan. Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan economic statecraft China dalam mempengaruhi sengketa LCS, melalui analisis dampak internasional dan domestiknya. Hal ini akan dilakukan melalui teori economic statecraft yang dikemukakan oleh Jean-Marc Blanchard dan Norrin Ripsman (2013), yang menggunakan variabel-variabel ancaman terhadap kepentingan strategis (threat to strategic interest) dan "stateness" negara-negara target untuk menganalisis keberhasilan economic statecraft.

South China Sea is one of the most strategic maritime regions in the world, where it has become an important route of global trade and houses a significant amount of natural resources. In recent years, the South China Sea (SCS) has become one of the most highly disputed areas in the world with countries such as China, Vietnam, and the Philippines claiming parts of the territory. This resulted in this territorial dispute being regarded as one of the most pressing diplomatic issues in the Asia-Pacific area. However, the economic condition and cooperation within the area between claimant states are less talked about, despite the intensification of ASEAN-China's economic ties in recent years. Southeast Asia's economic dependence on China has added a complex layer to the issue as it influences the dynamics of the claimant states' approach with China. China has also been using its economic leverage to influence and alleviate the growing criticism towards its actions in the SCS. This is done through the practice of economic statecraft. The concept of economic statecraft is essentially the utilization of economic tools such as sanctions or incentives to pursue political or security goals. This thesis aims to analyze China's usage of economic statecraft in influencing the SCS dispute, through the analysis of both its international and domestic impacts. This will be done through the economic statecraft theory proposed by Jean-Marc Blanchard and Norrin Ripsman (2013), which uses the variables of threat to strategic interest and "stateness" of the target states to analyze the success of economic statecraft.

Kata Kunci : China, the Philippines, economic statecraft, economic incentives, economic sanctions, China-Philippines relations, South China Sea territorial dispute, ASEAN-China relations, ASEAN, Xi Jinping, Rodrigo Duterte