Identifikasi Lokasi Kebakaran Hutan dan Lahan Tahun 2014-2020 di Area Lahan Gambut Indonesia

ROYAFITRAH ANDAMI N, Bambang Kun Cahyono, S.T., M.Sc.

2022 | Skripsi | S1 TEKNIK GEODESI

Lahan gambut Indonesia merupakan lahan gambut terluas keempat di dunia. Dikarenakan luasnya cakupan lahan gambut yang ada, maka pemerintah mengelompokkan lahan gambut menjadi bagian-bagian yang disebut sebagai Kesatuan Hidrologi Gambut (KHG). Lahan gambut tersebut memiliki berbagai fungsi diantaranya sebagai penyimpan unsur karbon (CO2) yang banyak, tempat hidup bagi berbagai hewan dan tumbuhan dan juga untuk menunjang perekonomian masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, lahan gambut menjadi begitu penting dalam aktifitas masyarakat lokal sehari-hari. Sangat disayangkan akhir - akhir ini maraknya terjadi kebakaran di lahan gambut. Upaya penanganan paska kebakaran lahan gambut agar bisa lebih fokus dan terarah, memerlukan informasi yang akurat mengenai sebaran area bekas kebakaran. Oleh karena itu, keberadaan peta area bekas kebakaran lahan gambut menjadi sangat penting. Dalam hal ini penginderaan jauh menawarkan metode alternatif dalam pendeteksian area bekas kebakaran pada lahan gambut. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah mendeteksi area terbakar di wilayah penelitian. Penelitian ini dilakukan di 5 area KHG dengan 3 epoch waktu yaitu KHG Pulau Tebing Tinggi tahun 2014, KHG Pulau Bengkalis tahun 2014, 2015 dan 2019, KHG Pulau Padang tahun 2014, KHG Pulau Rangsang 2014 dan 2019 dan KHG Sungai Menpawah � Sungai Peniti tahun 2014. Pengunaan metode Normalize Burn Ratio (NBR) dalam pengidentifikasian area bekas terbakar merupakan metode yang sering digunakan. Citra yang digunakan dalam hal ini yaitu citra Landsat 8 yang memanfaatkan band SWIR dan band NIR. Kedua band tersebut sangat baik dalam memisahkan area terbakar dan tidak terbakar. Pengolahan data citra menggunakan platform Google Earth Engine, dimana data citra telah tersedia di katalognya dan tidak perlu diunduh. Perhitungan metode NBR dilakukan pada setiap citra sebelum dan sesudah kebakaran lahan. Pengujian hasil identifikasi ini menggunakan data titik panas yang dikeluarkan oleh lembaga NASA. Penerapan metode ini dilakukan di banyak tempat dan waktu yang berbeda diharapkan bisa mewakili kondisi yang ada di semua area KHG dan lahan gambut yang ada. Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan dapat diketahui bahwa pada KHG Pulau Tebing Tinggi tahun 2014, luas area bekas terbakar yang terdeteksi adalah seluas 499183.656 hektar. Pada KHG Pulau Bengkalis, area bekas terbakar yang terdeteksi hanya pada tahun 2014 dengan luasnya 340826.238 hektar, tahun 2015 terhitung luasnya sebesar 251985.035 hektar dan tahun 2019 dengan luas areanya 202817.682 hektar. Pada KHG Pulau Padang tahun 2014, luas area bekas terbakar yang terhitung adalah 495798.259 hektar. Pada KHG Pulau Rangsang tahun 2014 terhitung luas area terbakar sebesar 404749.266 hektar dan tahun 2019 sebesar 247750.184 hektar. KHG Sungai Menpawah � Sungai Peniti tahun 2014 menghasilkan luas area bekas terbakar seluas 368242.483 hektar. Pengujian ketelitian metode ini dilakukan dengan menggunakan matriks konfusi. Hasil uji akurasi menunjukkan nilai ketelitian secara keseluruhan (Overall Accuracy) sebesar 83.75 %.

Indonesia's peatlands are the fourth largest peatland in the world. Due to the wide coverage of existing peatlands, the government groups peatlands into several sections called Kesatuan Hidrologi Gambut (KHG). Peatland have many function, they are can save carbon elements (CO2) a lot, a place for animals and plants to live, and supporting the community's economy. This makes peatland is very important for daily activities of local people. Unfortunetly, lately there�s been a lot of fires on peatlands. Efforts to handle post-fire so that they can be focused and directed, require accurate information about distribution of burned area. Therefore, it is very important to have a map of the area after peatland fires. In this case, remote sensing offer an alternative method for detecting fire areas on peatlands. Therefore, the aim of this research is to detect burnt area in the research area. This research was conducted in the 5 KHG area with 3 time epochs, they are KHG Tebing Tinggi Island in 2014, KHG Bengkalis Island in 2014, 2015 and 2019, KHG Padang Island in 2014, KHG Rangsang Island in 2014 and 2019 and KHG Menpawah River - Peniti River in 2014. The use of the Normalized Burn Ratio (NBR) method in identifying the burned area is a method that is often used. The image used in this case is the Landsat 8 images which utilizes the band NIR dan SWIR. Both bands are very good at separating burned and unburned areas. Data processing using the Google Earth Engine platform, where the image data is already available in the catalog and does not need to be downloaded. Calculation of the NBR method is carried out on each images before and after land fires. Testing the results of this identification uses hospot data issued by NASA. The application of this method is carried out in many places and different times, it is hoped that it will represent the conditions that exist in all KHG areas and peatlands. Based on the identification result, it can be seen that, at the KHG Tebing Tinggi island in 2014, the burned area is 499183.656 hectare. At KHG Bengkalis Island, the burned area was detected only in 2014 with an area is 340826.238 hectare, in 2015 with an area is 251985.035 hectare and in 2019 with an area is 202817.682 hectare. At KHG Padang Island in 2014, the burned area is 495798.259 hectare. At KHG Rangsang Island in 2014, the burned area is 404749.266 hectare and in 2019 with an area is 247750.184 hectare. At KHG Menpawah River � Peniti River in 2014, the burned area is 368242.483 hectare. Testing the accuracy of this method using confusion matrix. The overall accuracy is equal to 83.75 %.

Kata Kunci : Kesatuan Hidrologi Gambut, Area Terbakar, Hospot, Landsat 8, Normalized Burn Ratio