Laporkan Masalah

STRATEGI TRANSPUAN DALAM KONTESTASI POLITIK (Studi Kasus: Strategi Bunda Mayora sebagai Transpuan dalam Memenangkan Pemilihan Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Habi, Kecamatan Kangae, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur)

MEILINDA ADHARINI, Evi Lina Sutrisno, Ph.D.

2022 | Tesis | MAGISTER POLITIK DAN PEMERINTAHAN

ABSTRAK Tulisan ini menelisik dinamika politik lokal di Desa Habi dalam mengelola dan menerima identitas gender ketiga sebagai anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD), di Desa Habi, Kecamatan Kangae, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini menggunakan teori praktik sosial Bourdieu dan konsep identitas gender ketiga dari Herdt (1996) untuk memahami Bunda Mayora sebagai bagian dari identitas gender ketiga dapat memanfaatkan modal sesuai dengan teori praktik sosial. Posisi Bunda Mayora sebagai seorang transpuan sebenarnya cukup sulit, karena kontestasi politik dalam pemilihan umum (one man one vote) datang dari demokrasi liberal yang mengasumsikan setiap kandidat memiliki kesempatan sama dalam memenangkan kontestasi politik termasuk dalam pemilihan anggota BPD. Kasus Bunda Mayora dan kaum minoritas lain menunjukan bahwa posisi dan modal mereka telah marginal sejak awal pemilihan dan kesempatan Bunda Mayora jauh lebih kecil karena identitas gender non-heteroseksual yang melekat pada dirinya. Dari analisis ini dapat dikatakan bahwa keberhasilan Bunda Mayora dalam menduduki jabatan publik sebagai anggota BPD di Desa Habi sebagian besar disebabkan oleh pemanfaatan modal budaya dan modal sosial yang terbentuk dari interaksi dan aktifitas keseharian Bunda Mayora bersama masyarakat. Modal budaya terbentuk ketika Bunda Mayora memanfaatkan kualifikasi pendidikan dan kemampuan dalam manajemen konflik yang baik, sedangkan modal sosial terbentuk berdasarkan interaksi yang dibangun oleh Bunda Mayora dengan masyarakat, tokoh agama, dan lembaga � lembaga pemerintahan sehingga menimbulkan jejaring sosial atau ikatan saling mengenal, mengakui dan percaya antara satu dengan lainnya.

ABSTRACT This paper examines the dynamics of local politics in Habi Village in managing and accepting a third gender identity as a member of the Village Consultative Body (BPD), in Habi Village, Kangae District, Sikka Regency, East Nusa Tenggara. This study uses Bourdieu's theory of social practice and the concept of a third gender identity from Herdt (1996) to understand that Bunda Mayora as part of the third gender identity can utilize capital according to the theory of social practice. Mother Mayora's position as a trans woman is actually quite difficult, because political contestation in the general election (one man one vote) comes from liberal democracy which assumes that every candidate has the same opportunity to win political contestations, including the election of BPD members. The case of Bunda Mayora and minorities shows that their position and capital have been marginal since the beginning of the election and that Bunda Mayora's opportunities are much smaller because of her nonheterosexual gender identity. From this analysis, it can be said that the success of Bunda Mayora in occupying public positions as a member of the BPD in Habi Village is largely due to the use of cultural capital and social capital formed from the interactions and daily activities of Bunda Mayora with the community. Cultural capital is formed when Bunda Mayora utilizes educational qualifications and skills in good conflict management, social capital is formed based on the interactions built by Bunda Mayora with the community, religious leaders, and institutions so that it creates social networks or getting to know each other, acknowledge and know each other distrust between one another.

Kata Kunci : Third Gender Identity, Selection of BPD, Social Practice Theory.

  1. S2-2022-466959-Abstract.pdf  
  2. S2-2022-466959-Bibliography.pdf  
  3. S2-2022-466959-Tableofcontent.pdf  
  4. S2-2022-466959-Title.pdf