CEREBRAL PALSY PASCA-KERN IKTERUS

DHANY IRVANDI, Dr.dr. Tunjung Wibowo, MPH, M.Kes, SpA(K).; dr. Indah Kartika Murni, M.Kes., Ph.D., Sp.A(K)

2022 | Tesis-Spesialis | ILMU KESEHATAN ANAK

Latar belakang Insiden kernikterus di Amerika Serikat diperkirakan 1 dari 40.000 kelahiran.2 Bilirubin memiliki efek neurotoksik pada otak termasuk globus pallidus dan inti subtalamus, yang mengakibatkan gejala sisa yang berhubungan dengan gangguan motorik mulai dari kurangnya koordinasi hingga gangguan gerakan yang parah seperti palsi serebral/cerebral palsy (CP) diskinetik. Kasus Seorang bayi laki-laki dilahirkan secara operasi sesar/sectio caesarea (SC) pada usia kehamilan 37 minggu di rumah sakit perifer, dengan berat lahir 2370 gram, kecil masa kehamilan/small for gestational age (SGA). Bayi langsung menangis setelah lahir dan mendapatkan resusitasi sampai dengan langkah awal. Pada usia 2 hari, bayi tampak ikterik dan dilakukan pemeriksaan kadar bilirubin. Kadar bilirubin total adalah 20,7 mg/dL, dengan kadar bilirubin indirek adalah 19,7 mg/dL. Bayi dirujuk ke RSUP Dr Sardjito untuk terapi transfusi tukar. Pada saat transfusi tukar sedang berlangsung, bayi mengalami kejang tonik-klonik umum selama sekitar 1 menit dan dicurigai sebagai ensefalopati hiperbirubin akut. Setelah mengalami kejang, bayi terkesan memiliki postur opistotonus dan cenderung hipertonus. Pada pemeriksaan refleks primitif didapatkan refleks moro negatif, refleks plantar dan palmar grasp lebih lambat, dan assymetric tonic neck reflex (ATNR) negatif. Pada perawatan hari ke-10 dilakukan pencitraan resonansi magnetik otak/magnetic resonance imaging (MRI) yang mendukung ensefalopati hiperbilirubin. Pada awal pengamatan pasien, yaitu saat pasien berusia 7 bulan, ia mengalami spastik tetraparesis dengan GMFSC IV, keterlambatan perkembangan global, malnutrisi berat karena masalah makan dan didiagnosis sebagai CP. Kesimpulan Diagnosis dini CP dan fisioterapi lebih awal serta tatalaksana terhadap kondisi medis yang menyertai CP dapat berdampak signifikan terhadap kesehatan, fungsi, dan kualitas hidup anak dan keluarga.

Background The incidence of kernicterus in the USA is estimated to be 1 in 40,000 births. Bilirubin has a neurotoxic effect on brain regions including the globus pallidus and subthalamic nuclei, which result in motor-related sequelae ranging from lack of coordination to severe movement disorders such as dyskinetic cerebral palsy (CP). Case A male infant underwent section caesarea delivery at 37 weeks of gestation in a peripheral hospital, with 2370 gram birth weight, small for gestational age (SGA). He cried immediately after birth and get the initial steps of resuscitation. At the age of 2 days, the baby looked icteric and the bilirubin level was performed. Total bilirubin levels was 20.7 mg/dL, with indirect bilirubin was 19.7 mg/dL. He was referred to Dr. Sardjito Hospital for exchange transfusion therapy. While the exchange transfusion was in progress, the infant had generalized tonic-clonic seizures for about 1 minute due to acute hyperbirubin encephalopathy suspected. After the seizure, he had opisthotonus posture, hypertonus, negative Moro reflex, slower plantar grasp reflex, and negative asymmetric tonic neck reflex. At the 10 days of hospitalization, he performed brain magnetic resonance imaging (MRI) that supported hyperbilirubin encephalopathy. At the beginning of the observation, when he was 7 months old of age, he had spastic tetraparesis with GMFSC IV, global developmental delay, severe malnutrition due to feeding problems. He was diagnosed with cerebral palsy. Conclusion Early diagnosis, fisioterapi, and management of the associated medical conditions that accompany CP can significantly impact the health, function, and quality of life of the child and family.

Kata Kunci : Kernikterus, cerebral palsy, diagnosis dini, Kernicterus, cerebral palsy, early diagnosis