Sekolah Luar Biasa Khusus Autisme di Yogyakarta dengan Penekanan Visual Cahaya dan Warna
SYIFA SALSABILA S, HarryKurniawan, ST., M.Sc., Ph.D
2022 | Skripsi | S1 ARSITEKTURPrevalensi anak pengidap Autism Spectrum Disorder (ASD) atau autis menunjukkan angka yang terus meningkat di beberapa bagian dunia dalam kurun waktu satu tahun, termasuk di Indonesia khususnya Yogyakarta. Alasan tidak diketahuinya secara spesifik penyebab ASD menjadikan isu tersebut kurang mendapat kepedulian dari orang tua dan masyarakat. Bentuk-bentuk kepedulian tersebut antara lain kegiatan yang dimulai dari kesadaran orang tua untuk melibatkan anak autis dalam aktivitas terapi secara berkala, mengingat ASD sendiri memiliki banyak indikator karakteristik yang berbeda setiap individu. Salah satunya adalah pendidikan khusus berkurikulum untuk anak ASD berupa fasilitas Sekolah Luar Biasa (SLB). Sebagai gangguan neurodevelopmental, ASD menyerang proses perkembangan anak dalam berbagai aspek yang dapat diindentifikasi melalui gejala-gejala khusus sejak umur dini. Beberapa diantaranya berhubungan dengan sensitivitas visual. Cahaya dan warna dipilih sebagai bentuk penekanan terhadap bangunan mengingat SLB merupakan media utama pada anak untuk mendapatkan pembelajaran layak, nyaman, dan ramah anak autis. Cahaya dan warna merupakan bagian dari visual yang mampu membantu anak dalam mengenali lingkungan dan beradaptasi di dalamnya, sehingga penerapannya pada elemen bangunan mampu melatih kepekaan anak ASD terhadap vista di sekitar mereka. Dari isu dan strategi penekanan, dipilih konsep besar dengan tema Ruang Tengah : Connectivity Through Third Place. Ruang Tengah bermakna sistem ruang sosial yang mampu mengakomodasi anak ASD dan pengguna bangunan lainnya dengan berbagai jenis aktivitas di dalamnya. Sistem dari Ruang Tengah sendiri, sesuai dengan frasanya, memperlihatkan cluster zonasi pada bangunan dengan fungsi third place, ruang berkumpul, ruang edukasi, ruang rekreasi, dan taman center bangunan.
The prevalence of children with Autism Spectrum Disorder (ASD) or autism shows an increasing number in several parts of the world within one year, including in Indonesia, especially Yogyakarta. The reason for the specific cause of ASD is not known, this issue has received less attention from parents and society. The forms of concern include activities that start from parental awareness to involve children with autism in periodic therapy activities, considering that the ASD form itself has many different characteristics for each individual. One of them is a special education curriculum for ASD children in the form of Special School (SLB) facilities. As a neurodevelopmental disorder, ASD attacks the process of child development in various aspects that can be identified through specific symptoms from an early age. Some of these are related to visual sensitivity. Light and color were chosen as a form of emphasis on the building considering that special schools are the main platform for children to get proper, comfortable, and autism-friendly learning. Light and color are part of the visuals that can help children recognize the environment and adapt to it, so that their application to building elements can train ASD children's sensitivity to the visuals around them. From the issues and strategies of emphasis, a major concept was chosen with the theme of the Ruang Tengah: Connectivity Through Third Place. Ruang Tengah means a social space system that is able to accommodate ASD children and other building users with various types of activities in it. Ruang Tengah system itself, according to the phrase, shows a zoning cluster in a building with the function of a third place, a gathering room, an education room, a recreation room, and a building center park.
Kata Kunci : Autism Spectrum Disorder, Sekolah Luar Biasa, Cahaya, Warna