HAMBATAN IMPLEMENTASI BELANJA DAN KORUPSI BIROKRASI: STUDI KASUS PADA PEMERINTAH DAERAH WILAYAH D.I. YOGYAKARTA
HARYONO PASANG K, Irwan Taufiq Ritonga, M.Bus., Ph.D.; Rusdi Akbar, M.Sc., Ph.D.; Suyanto, MBA., Ph.D.
2022 | Disertasi | DOKTOR ILMU AKUNTANSIStudi ini mengeksplorasi dan menganalisis bagaimana dan mengapa aparatur pemerintah daerah (pemda) terlibat dalam korupsi yang menghambat belanja pemerintah daerah. Kajian ini berfokus pada belanja pemerintah daerah yang meliputi belanja barang/jasa dan belanja modal pada pemda Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, dan Kota Yogyakarta di D.I. Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan studi kasus berganda instrumental melalui wawancara mendalam, analisis arsip, observasi langsung, dan artikel media massa. Hasil proses pengodean melalui triangulasi data menunjukkan empat tema. Pertama, tema tindakan aktor korupsi mengidentifikasi para aktor korupsi yaitu aparatur atasan menengah, aparatur bawahan, penyedia jasa, dan anggota DPRD. Aktor tersebut terlibat melalui pola dan jenis korupsi tertentu yang diidentifikasi berdasarkan prinsip perilaku korupsi. Kedua, tema potensi perilaku korup berkelanjutan pada birokrasi di organisasi pemda. Ketiga, tema hambatan kinerja menunjukkan dampak korupsi birokrasi menghambat implementasi belanja pemda melalui kinerja rendah dan pemborosan. Terakhir, tema penanganan korupsi menunjukkan potensi penanganan korupsi dengan mendorong kinerja baik aparat, memersepsikan anggaran untuk masyarakat, dan menindak korupsi secara tepat. Studi ini berkontribusi pada literatur seputar korupsi dalam konteks belanja pemda. Selain itu, penelitian ini memberikan perspektif yang berbeda tentang prinsip hubungan keagenan bahwa perilaku korupsi merupakan hasil dari hubungan kompleks antar aparatur dan aktor lainnya yang melahirkan korupsi secara bersama-sama, yang mana menunjukkan tidak adanya kesenjangan informasi. Pada tataran implementasi, kajian ini menekankan bahwa diperlukan pendekatan terpadu untuk mengendalikan dan mengurangi hambatan dalam pelaksanaan belanja pemerintah daerah.
This study explores and analyzes how and why local government officials involved in corruption that impedes local government spending. The study focuses on local government expenditures that includes goods and services as well as capital expenditures in Bantul and Sleman regencies, and Yogyakarta City in the D.I. Yogyakarta. This research used multiple instrumental case studies through in-depth interviews, archival analyses, direct observations, and mass media articles. The results of coding processes through triangulation of data show four emerging themes: First, the actions of corrupt actors identified include middle superior apparatus, subordinate apparatus, service providers, and DPRD members. The acts of corruption were identified based on the principles of corrupt behavior. Second, the potential for sustainable corrupt behavior to occur in the bureaucracy of local government organizations. Third, corruption hinders the implementation of local government spending through low performance and waste. Finally, to tackle corruption, it is important to encourage apparatus to have better and good performance, perceive public budgets as essential for citizen's sake, and take appropriate action against corruption. The study contributes to the literature around corruption in the context of local government spending. Additionally, the study contributes a different perspective on the principle of agency relations that corrupt behavior is the outcome of complex relationships among apparatus and others that produce corruption that is carried out together, which indicates no information gap. At the implementation level, the study emphasizes that an integrated approach is necessary to control and reduce obstacles in the implementation of local government spending.
Kata Kunci : Aparatur, hambatan belanja, korupsi birokrasi, pemerintah daerah, studi kasus instrumental.