Laporkan Masalah

Music and Peace Promotions: Conflict Resolutions The Case of 1999 Maluku Conflict in Indonesia

NABILA CAHYADEWI P, Dr. Lukman Nul Hakim,M.A.

2022 | Skripsi | S1 ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

Menjadi konflik paling berdarah dalam sejarah Indonesia, kekerasan komunal agama di Maluku pada tahun 1999 telah membawa konsekuensi yang luas. Saat berbagai inisiatif perdamaian telah berhasil menghentikan kekerasan, segregasi dan polarisasi di sepanjang garis agama tetap ada. Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan peran dan dinamika pembangunan perdamaian yang terfokus pada budaya, melalui musik dalam mengatasi polarisasi masyarakat pasca-konflik. Dicap sebagai Kota Musik Maluku, dimana musik mengakar kuat dalam budayanya tanpa memandang perbedaan agama. Penelitian ini berangkat dari keyakinan bahwa musik dapat berguna untuk resolusi konflik dan promosi perdamaian. Dengan menggunakan pembangunan perdamaian dengan pendekatan budaya, skripsi ini menyatakan bahwa pembangunan perdamaian merupakan bagian integral dari transformasi pasca-konflik. Dengan demikian, musik dapat menjadi media untuk memulihkan koeksistensi dan membangun identitas kolektif baru, sebagai Orang Basudara, untuk keharmonisan dan perdamaian berkelanjutan di Maluku pasca-konflik. Namun, dalam kasus Maluku, musik bisa menjadi pedang bermata dua bagi pembangunan perdamaian. Meskipun dapat membawa perdamaian dan memiliki karakter pemersatu, musik sebagai spirit Maluku dapat mereproduksi visi Pela Gandong, untuk menunjukan kepada masyarakat tentang budaya bersama di antara masyarakat. Namun, musik juga berperan dalam menumbuhkan polarisasi identitas di tengah masyarakat. Sementara kecenderungan paradoks seperti itu tidak dapat dihindari, tantangan terbesar untuk pembangunan perdamaian adalah bagaimana membuat sifat pemersatu musik lebih besar daripada konsekuensi yang dapat memecah belah.

Being the bloodiest conflict in Indonesian history, religious communal violence in Maluku in 1999 had brought about far-reaching consequences. While various peace initiatives had successfully terminated violence, segregation and polarization along religious lines remain. This thesis aims at explaining the role and dynamics of cultural peacebuilding through music in addressing post-conflict societal polarization. Branded as the City of Music, Maluku is the place where music is deeply rooted within its culture regardless of religious differences. The research departs from the conviction that music can be useful for conflict resolution and peace promotion. By using cultural peacebuilding approaches, the thesis contends that peacebuilding is integral for post-conflict transformation. As such, music can be a medium to restore coexistence and to build a new collective identity, the Orang Basudara, for sustainable harmony and peace in post-conflict Maluku. However, in the case of Maluku, music can be a double-edged sword for peacebuilding. While it can bring peace and have unifying characters, music also facilitates further segregation. Music as a spirit of Maluku can reproduce pela gandong vision, to show the people about the shared culture among the people. But, music also plays a role in fostering identity polarization among the communities. While such paradoxical tendencies are inevitable, the greatest challenge for peacebuilding is how to make the unifying nature of music outweigh its divisive consequences.

Kata Kunci : Music Peacebuilding, Post-Maluku Conflict, Peace and Conflict Studies, Maluku, Music, Cultural Peacebuilding

  1. S1-2022-415952-abstract.pdf  
  2. S1-2022-415952-bibliography.pdf  
  3. S1-2022-415952-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2022-415952-title.pdf