Laporkan Masalah

PERNIKAHAN TERBUKA DALAM PERSPEKTIF SYNDERESIS DAN HUKUM KODRAT ST. THOMAS AQUINAS

UBAT PAHALA CHARLES, Drs. Agus Wahyudi, M.Si., M.A., Ph. D

2022 | Tesis | MAGISTER FILSAFAT

Penelitian ini berangkat dari persoalan etika pernikahan terbuka yang dewasa ini telah menjadi model pernikahan baik di Barat maupun di Indonesia. Untuk mengatasi persoalan ini dibutuhkan landasan etis filosofis. Tujuan tesis ini untuk memahami pernikahan terbuka dalam perspektif synderesis dan hukum kodrat St. Thomas Aquinas sebagai landasan etis filosofis bagi pernikahan terbuka. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan. Tahapan penelitian meliputi inventarisasi data, observasi awal, pengumpulan data, analisis data, pengumpulan hasil. Metode analisis data dilakukan dengan interpretasi, koherensi intern, holistika, dan kesinambungan historis. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, pertama, pernikahan adalah lembaga kodrati dan struktur monogami adalah baik. Dan sesuatu yang kodrati itu baik sejauh ia ada dan sejauh sesuai dengan tujuan alamiahnya. Sebab sesuatu yang alamiah selalu memiliki tujuan. Dan tujuan pernikahan secara kodrati berkaitan dengan kebajikan yakni kemaslahatan keturunan sesuai kodrat generik manusia, menyebarkan jenisnya dan hidup dengan jenisnya. Dan tujuan kodrati yang kedua sebagai sarana untuk saling melayani dan melengkapi sejak manusia tidak memiliki kecukupan dalam semua hal berkaitan dengan kehidupan. Kedua, bahwa otonomi, kesetaraan dan kebebasan manusia tidak semena-mena tetapi mempertimbangkan dirinya sebagai actus humanus, manusia yang menggunakan akal dan kehendaknya dengan pantas sesuai kekhasanya sebagai manusia (kodrat spesifiknya). Karena tindakan manusia dalam bentuk tertingginya harus bersifat deliberatif dan terarah pada tujuan. Dan untuk mencapai tujuan yang baik dibutuhkan latihan tentang cara terbaik untuk mendapatkan apa yang kita tuju dan ini yang disebut habituasi. Ketiga, relasi ekstra pernikahan tidak dibenarkan secara kodrati sejak esensi pernikahan adalah bergabungnya dua orang menjadi satu, dan penyebab bergabungnya adalah sakramen pernikahan yang digambarkan sebagai menudungi. Itu berarti kegiatan seksual yang dimaknai prokreasi adalah efek dari sakramen dan esensinya, dan bukan tindakan yang lahir karena kehendak jasmani semata (appetitus). Keempat, kebahagiaan tidak digantungkan pada kesenangan jasmani karena bersifat asidental, tetapi harus seiring tujuan ultimum pernikahan itu sendiri yang secara hierarki terarah pada Pengada utama yakni Tuhan sebagai causa realitas. Tujuan tindakan bukan persoalan kesenangan jasmani semata tetapi berkaitan dengan menata kehendak dan akal, sebab tujuan yang benar adalah sesuatu yang dapat diketahui dan dipikirkan. Kelima, pernikahan adalah posesifitas sejak esensinya adalah bergabung menjadi satu dalam pertalian seumur hidup. Dan relasi afinitas ini berhenti dalam dua cara: pertama kerusakan subjeknya, yang kedua kehilangan penyebabnya. Dengan demikian keadaan seperti itu berhenti ketika salah satu subjeknya meninggal, atau ketika kualitas yang menyebabkan keadaan tersebut dihilangkan.

This research come from the issue of open marriage ethics, which today has become a model of marriage both in the West and in Indonesia. To overcome this problem, a philosophical and ethical foundation is needed. The aim of this thesis is to evaluate open marriage according to synderesis and the natural law of St. Thomas Aquinas as the philosophical and ethical foundation for open marriage. This research is a library research. The research stages include data inventory, initial observation, data collection, data analysis, and results collection. Methods of data analysis are interpretation, internal coherence, holistic, and historical continuity. The results of this study indicate that, first, marriage is a natural institution and the structure of monogamy is good. And something natural is good insofar as it exists and is in accordance with its natural purpose. Because something naturally has a purpose. And the purpose of marriage is naturally related to virtue, namely the benefit of offspring according to human generic nature, spreading its kind and living with its kind. And the second natural purpose as a means to serve and complement each other since humans do not have sufficient in all matters relating to life. Second, that the autonomy, equality and freedom of humans are not arbitrary but consider themselves as actus humanus, humans who use their reason and will appropriately according to their uniqueness as humans (specific nature). Because human action in its highest form must be deliberative and goal-directed. And to achieve a good goal takes practice on the best way to get what we are aiming for and this is called habituation. Third, extra-marital relations are not justified by nature since the essence of marriage is the joining of two people into one, and the cause of the joining is the sacrament of marriage which is described as covering. It means that sexual activity which is interpreted as procreation is the effect of the sacrament and its essence, and not an act that is born out of purely physical will (appetitus). Fourth, happiness does not depend on physical pleasures because it is incidental, but must be in line with the ultimate goal of marriage itself which is hierarchically directed at the main Being, namely God as the cause of reality. Goals are not just a matter of pleasure but are related to organizing the will and reason, because the true goal is something that can be known and thought about. Fifth, marriage is possessive since its essence is to join together in a lifelong bond. And this affinity relation terminates in two ways: firstly, it damages the subject, secondly it loses its cause. Thus such a state ceases when one of its subjects dies, or when the qualities that caused the state are removed.

Kata Kunci : Open Marriage, Synderesis, Natural Law, Thomas Aquinas, Scholastic Philosophy

  1. S2-2022-465543-abstract.pdf  
  2. S2-2022-465543-bibliography.pdf  
  3. S2-2022-465543-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2022-465543-title.pdf