Laporkan Masalah

Naskah Serat Asmaralaya :: Suntingan teks, terjemahan, dan analisis semiotika

MULYANI, Hesti, Prof.Dr. Rh. Djoko Pradopo

2003 | Tesis | S2 Sastra

Ajaran moral atau piwulang untuk generasi muda, dewasa ini, sangat dibutuhkan. Mengingat generasi muda sebagai penerus bangsa, dibutuhkan bekal fondasi moral yang kuat agar tidak mudah terombangambing dan dapat mengatasi berbagai macam rintangan hidup secara positif. Dengan kondisi yang demikan itu, dipandang perlu adanya suatu penelitian mengenai ajaran moral atau piwulang yang bertujuan untuk memberikan alternatif pemecahan kebutuhan penerus bangsa, dan mengingat-angkatkan kembali piwulang lama yang dimuat di dalam teks Sêrat Asmaralaya. Tesis ini dilakukan untuk meneliti dan membedah teks tersebut secara mendalam. Penelitian ini diawali dengan membaca teks untuk mengalihaksarakan secara transliterasi untuk terbitan diplomatik. Hasil transliterasi itu dipergunakan untuk membuat suntingan teks. Hasil suntingan teks kemudian diterjemahkan. Selanjutnya, berdasarkan data suntingan teks dilakukan analisis. Analisis yang dipergunakan adalah analisis semiotika Riffaterre, yakni untuk memproduksi arti (makna) tanda-tanda yang ada dalam teks Sêrat Asmaralaya. Untuk hal itu harus diperhatikan langkahlangkah: (1) ketidaklangsungan ekspresi puisi, (2) pembacaan heuristik dan retroaktif atau hermeneutik, (3) pencarian matriks, model, dan varian, dan (4) hipogram (hubungan intertekstual). Hasil akhir penelitian ini adalah pertama, dalam ketidaklangsungan ekspresi puisi, ditemukan adanya penggantian arti berupa simile dan metafora; dalam penyimpangan arti ditemukan ambiguitas dan kontradiksi; dalam penciptaan arti ditemukan enjambement, sajak, dan pembaitan. Kedua, dari pembacaan heuristik dihasilkan penaturalisasian bahasa puisi menjadi bahasa prosa (parafrase), sedangkan dari pembacaan retroaktif atau hermeneutik, dihasilkan uraian tentang hal-hal yang berhubungan dengan cara-cara manusia dalam menghadapi sakaratul maut. Ketiga, matriksnya adalah ajaran moral tentang ingat akan kematian atau kesadaran manusia akan kematian, manunggaling Kawula-Gusti; modelnya adalah “Asmaralaya”, dan varian-variannya adalah (1) éling, (ingat) akan kodrat manusia sebagai kawula (hamba), (2) mengetahui hakikat Tuhan, (3) berusaha menjadi insan kamil, (4) cara-cara menghadapi sakaratul maut, dan (5) langkah-langkah untuk menuju dan mencapai manunggaling Kawula-Gusti. Keempat, hipogram yang terdiri atas hipogram potensial dan aktual, ditransformasikan dari ide dasar “ajaran manunggaling Kawula-Gusti” yang diuraikan di dalam Wirid Hidayat Jati, Suluk Saloka Jiwa , Suluk Supanalaya, Sêrat Pamoring Kawula-Gusti, Sêrat Paramayoga, Sêrat Wédhatama, dan Al Quran.

Piwulang, or Javanese moral teaching, needs greatly to be given to the young generation nowadays. As the next torch of the nation, they need to be armed with strong moral foundations in order not to be easily swayed indecisively into different directions and in order to be able to overcome the various obstacles in life in positive ways. It is therefore considered necessary to conduct research on such moral teaching to offer alternative solutions for the needs of those who will continue the life of the nation and to revive the old Javanese moral teaching contained in the next of Sêrat Asmaralaya. This thesis concerns research conducted to study and dissect in depth the aforementioned text. The initial step taken in the recearch is reading the text for the purpose of a diplomatic transliteration of edition into the nationally used orthography. The results are the edited and translated into Bahasa Indonesia. The data obtained from the edited version are afterwards analyzed by means of Riffaterre’s semiotics, which aims at producing meaning from all the signs found in the text, seeking (1) forms indicating indirectness of expression in poetry, (2) result of heuristic, and retroactive or hermeneutic readings, (3) any matrixes, and variants, and (4) hypograms showing intertextual relationship with other works. The analysis result in final findings as follows. First, in the matter of indirectness of expression in poetry, displacing of meaning occurs in the form of simile and metaphor, distorting of meaning occurs in the form of ambiguity and contradiction, and creating of meaning occurs in the form of enjambement, rhyme, and couple. Second, the heuristic reading result in a transformation from poetry into prose through paraphrasing while the retroactive and hermeneutic readings result in an elaboration on matters related to man’s ways in facing yhe event of dying. Third, the matrix found is the moral teaching about remember with dying or the consciousness man in the event of his dying, which is, essentially, an event of manunggaling Kawula-Gusti (unification with God), the model is the word Asmaralaya, and the variants are (1) éling (remembering) man’s nature as kawula (subject), (2) knowing the essence of God, (3) endeavoring to be insan kamil, (the ideal man), (4) knowing ways of facing death, and (5) taking the step leading to and achieving manunggaling Kawula-Gusti, there are two hypograms, hypogram potensial one and an actual one, transformed from the basic idea of the teaching about manunggaling Kawula-Gusti elaborated in Wirid Hidayat Jati, Suluk Saloka Jiwa , Suluk Supanalaya, Sêrat Pamoring Kawula- Gusti, Sêrat Paramayoga, Sêrat Wédhatama, and Al Quran.

Kata Kunci : Sastra Jawa Kuno,Serat Asmaralaya, Sêrat Asmaralaya, text, piwulang, semiotics


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.