Laporkan Masalah

DIABETES MELLITUS TIPE 2

IKA SARI GUNAWAN, dr. S. Yudha Patria, PhD, SpAK; dr. Desy Rusmawatiningtyas, M.Sc, SpAK

2022 | Tesis-Spesialis | ILMU KESEHATAN ANAK

Diabetes melitus (DM) tipe 2 atau disebut juga sebagai non-insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM) merupakan penyakit hiperglikemi akibat insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal. DM tipe 2 disebabkan karena dua hal yaitu penurunan respons jaringan perifer terhadap insulin, peristiwa tersebut dinamakan resistensi insulin, dan penurunan kemampuan sel beta pancreas untuk sekresi insulin sebagai respons terhadap beban glukosa. DM tipe 2 merupakan golongan diabetes dengan prevalensi tertinggi. Hal ini disebabkan karena berbagai faktor diantaranya faktor lingkungan dan faktor keturunan. Faktor lingkungan disebabkan karena adanya urbanisasi sehingga mengubah gaya hidup seseorang yang mulanya konsumsi makanan yang sehat dan bergizi dari alam menjadi konsumsi makanan yang cepat saji. Makanan cepat saji berisiko menimbulkan obesitas sehingga seseorang berisiko DM tipe 2. Orang dengan obesitas memiliki risiko 4 kali lebih besar mengalami DM tipe 2 daripada orang dengan status gizi normal. Penyandang DM memiliki risiko timbulnya penyakit. Orang dengan DM memiliki risiko dua kali lebih besar mengalami jantung koroner, lebih rentan menderita gangrene sebesar lima kali, tujuh kali lebih rentan mengidap gagal ginjal, dan 25 kali lebih rentan mengalami kerusakan retina yang mengakibatkan kebutaan pada penyandang DM tipe 2 daripada pasien non DM. Komplikasi yang sudah disebutkan mengakibatkan terjadinya angka kematian dan angka kesakitan non hiperglikemi. Manajemen pada pasien DM tipe 2 adalah terapi yang adekuat dan mencegah komplikasi akut maupun komplikasi jangka panjang. Modifikasi gaya hidup, seperti rekomendasi diet dan aktivitas fisik, harus segera dimulai saat diagnosis DM tipe-2 ditegakan. Target terapi DM tipe-2 adalah kadar HbA1c < 6,5%. Terapi medikamentosa DM tipe-2 meliputi metformin dan atau insulin, tergantung gejala, beratnya hiperglikemia, dan ada tidaknya ketosis/ketoasidosis. Penderita yang secara metabolik tidak stabil memerlukan insulin, sedangkan yang secara metabolik stabil bisa mulai dengan metformin monoterapi. Kegagalan mencapai target HbA1c < 6,5% setelah 3-4 bulan pemberian metformin merupakan indikasi pemberian insulin basal. Bila target HbA1c tidak tercapai setelah pemberian kombinasi metformin dan insulin basal (sampai dosis 1,2 U/kg), insulin bolus kerja pendek sebelum makan bisa ditambahkan. Pada laporan kasus ini kami paparkan satu kasus pasien perempuan usia 11 tahun dengan DM tipe 2. Dengan melakukan pengamatan dan melakukan intervensi sesuai yang disebutkan pada literatur, diharapkan kontrol metabolik yang baik pada pasien ini sehingga meskipun pengobatan akan berlangsung lama, anak dapat tetap tumbuh dan berkembang sesuai potensi genetiknya dan komplikasi-komplikasi penyakit dapat dicegah.

Type 2 Diabetes Mellitus (DM) or commonly known as non-insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM) is a hyperglycemic disease due to cell insensitivity towards insulin. The insulin level might be slightly decreased or in a normal range. There are two causes of type 2 DM (T2DM), namely the declining response of the peripheral tissue to insulin, usually called as insulin resistance, and reduced function of beta cells in pancreas to secrete insulin in response to glycemic load. T2DM is a high prevalence diabetes group. This is due to several factors including 2,3 environmental and hereditary factors. Environmental factors caused by urbanization would change peoples lifestyle from consuming healthy and nutritious food to fast food consumption. Fast food has the risk to induce obesity, leading people to be prone to T2DM. People with obesity has 4 times more likely to develop T2DM compared to a person with normal nutritional status. Person with diabetes has high risk to acquire diseases. The risk to coronary heart disease is increased by two times, prone to gangrene by five times higher, seven times more likely to develop renal failure, and 25 times higher to develop retinal damage leading to blindness in those who have T2DM compared to non-diabetic patient. These complications could lead to morbidity other than hyperglycemic state and mortality. Adequate therapy and preventing acute or even chronic complications are the main management of T2DM patients. Lifestyle modifications including diet recommendation and physical activity should be commenced at the first time that T2DM is diagnosed. The therapeutic target of T2DM is the HbA1c level < 6.5%. Pharmacological therapy for T2DM includes metformin and or insulin, based on symptoms, severity of hyperglycemia, and presence of etosis/ ketoacidosis. Metabolically unstable patients require insulin, while the stable could start monotherapy with metformin. Failure to achieve HbA1c target < 6.5% in 3-4 months administration of metformin is the indication to use basal insulin. If the HbA1c target is not achieved after combination of metformin and basal insulin (dose up to 1.2 U/kg), then short acting bolus insulin before meal could be added. This paper reported a case of an 11 years old female patient with T2DM. Good metabolic control was aimed by means of observation and proper intervention based on the evidence, thus the patient could still grow and develop based on her genetic potential despite long term treatment and complications could be evaded.

Kata Kunci : Type 2 diabetes mellitus, hyperglycemia, insulin, metabolic control.

  1. SPESIALIS-2022-420561-abstract.pdf  
  2. SPESIALIS-2022-420561-bibliography.pdf  
  3. SPESIALIS-2022-420561-tableofcontent.pdf  
  4. SPESIALIS-2022-420561-title.pdf