DIAM DALAM KETERTINDASAN: PENGAMATAN DARI LOMANIS, CILACAP, JAWA TENGAH, INDONESIA

A SATRIA PRATAMA, Prof. Dr. Haryanto, M.A.

2021 | Tesis | MAGISTER POLITIK DAN PEMERINTAHAN

Penelitian ini mengkaji penyelenggaraan kekuasaan diskursif yang bekerja melalui wacana relijiusitas di Lomanis, Cilacap dalam mempengaruhi keputusan masyarakat untuk diam dalam menghadapi dampak negatif proses pengolahan minyak Pertamina RU IV. Adapun selain dikerjakan dengan metode analisis wacana kritis Foucaldian, penelitian ini juga dibantu oleh teori wacana Foucault dan teori kekuasaan two dimentionals of power Bachrach-Baratz, governmentality Foucault dan quiescence John Gaventa sebagai kerangka pikir. Kuasa wacana lantas menutup ruang masyarakat untuk mengartikulasikan keluhan-keluhannya. Meski demikian, kekuasaan diskursif yang bekerja di balik wacana relijiusitas tersebut belum hegemonik karena masyarakat tidak dikuasai sampai alam bawah sadar. Sebaliknya, masyarakat justru sempat memiliki kesempatan untuk tidak diam. Dengan demikian, permasalahannya bukan terletak pada kesadaran masyarakat yang hilang, melainkan karena tidak adanya ruang untuk mengartikulasikan keluhan ke ruang publik. Penelitian ini terdiri dari 4 (empat) bab di luar kesimpulan. Bab pertama memuat persiapan penelitian. Bab dua memuat kuasa wacana di Lomanis. Adapun bab tiga terbagi ke dalam 2 (dua) bagian. Bagian pertama memuat daftar keluhan masyarakat tidak bisa terartikulasi ke ranah publik. Sementara bagian kedua mengenai alternatif yang tidak dipilih dan solusi yang masyarakat harapkan. Adapun bab empat memuat refleksi atas tidak terartikulasikannya keluhan. Akhirnya, dipandu oleh rumusan masalah "bagaimana berlangsungnya kekuasaan diskursif di balik wacana relijiusitas dalam proses artikulasi keluhan masyarakat Lomanis?", penelitian ini sampai pada kesimpulan bahwa situasi tersebut terjadi karena wacana relijiusitas, melalui kombinasi dari sejarah pembentukan Lomanis yang memang relijius hingga aktivitas-aktivitas penguasaan yang rutin elit lakukan, berhasil mempertahankan keluhan masyarakat di tingkat individu sehingga tidak terartikulasi ke ranah publik.

This study examines the implementation of discursive power that works through the discourse of religiosity in Lomanis, Cilacap in influencing the public's decision to remain silent in the face of the negative impact of the Pertamina RU IV oil processing process. Besides being carried out using Foucaldian's critical discourse analysis method, this research was also assisted by Foucault's discourse theory and Bachrach-Baratz's theory of two dimensions of power , Foucault 's governmentality and John Gaventa's quiescence as a framework. The power of discourse then closes the community's space to articulate their complaints. However, the discursive power that works behind the discourse on religiosity is not yet hegemonic because society is not controlled until the subconscious mind. On the other hand, the public actually had the opportunity not to be silent. Thus, the problem lies not in the missing public awareness, but because there is no space to articulate complaints to the public sphere. This research consists of 4 (four) chapters outside the conclusion. The first chapter contains research preparation. Chapter two contains the power of discourse in Lomanis. The third chapter is divided into 2 (two) parts. The first part contains a list of public complaints that cannot be articulated into the public domain. While the second part is about alternatives that were not chosen and the solutions that the community expects. The fourth chapter contains reflections on the unarticulated complaint. Finally, guided by the formulation of the problem "how is the discursive power behind the discourse of religiosity in the process of articulation of the complaints of the Lomanis community?", this study comes to the conclusion that this situation occurs because of the discourse of religiosity, through a combination of the history of the formation of Lomanis which is indeed religious to activities the control that the elite routinely does, has succeeded in maintaining public complaints at the individual level so that they are not articulated into the public sphere.

Kata Kunci : kekuasaan diskursif, wacana relijiusitas, diam dalam ketertindasan