Wacana Kemelayuan Riau dalam Cerpen Periode 1990-an dan 2000-an
DESSY WAHYUNI, Dr. Aprinus Salam, M.Hum.; Dr. Sudibyo, M.Hum.
2022 | Disertasi | DOKTOR ILMU-ILMU HUMANIORAWacana kemelayuan Riau seringkali diangkat oleh para pengarang dalam cerpen yang diterbitkan di Riau pada 1990-an hingga 2000-an. Hal yang kerap mengemuka adalah pergesekan antara sumber daya alam Riau yang kaya dengan sumber daya manusia yang terbilang lemah, baik dari segi ekonomi maupun pendidikan. Dalam hal ini, kaum kapitalis mendapat legalitas dari pemerintah selaku penguasa untuk mengelola (bahkan menguasai) sumber daya alam Riau. Hal itu memicu berbagai ketimpangan, seperti ketimpangan ekonomi, sosial, dan juga pendidikan dalam kehidupan masyarakat Melayu Riau. Pada akhirnya, legalitas tersebut menciptakan materialisme yang mengikis nilai moral masyarakat Melayu Riau. Padahal, masyarakat Melayu Riau dikategorikan sebagai komunitas yang mementingkan keturunan, adat, dan budaya dalam kehidupan sehari-hari. Seharusnya, nilai moral dijunjung tinggi oleh kelompok masyarakat yang beradat budaya tersebut. Untuk dapat menganalisis kondisi Riau yang demikian itu, penulis memilih dua cerpen karya B.M. Syamsuddin ("Pemburu Rusa Sepanjang Pipa" dan "Wan Itah") dan satu cerpen Taufik Ikram Jamil ("Menjadi Batu") yang terbit pada 1990-an dan dua cerpen Abel Tasman ("Republik Jangkrik" dan "Kambing Hitam") dan satu cerpen Fakhrunnas M.A. Jabbar ("Riouw ANNO 2204") yang terbit pada 2000-an. Untuk mengupas eksistensi ideologi yang tersembunyi di balik wacana bermedia bahasa yang berperan mengonstruksi identitas sosial, relasi sosial, serta sistem pengetahuan dan makna dalam karya sastra, pada penelitian ini digunakan analisis wacana kritis dengan model tiga dimensi yang diusung oleh Norman Fairclough. Penulis membongkar pergesekan antara sumber daya alam Riau dengan sumber daya manusia yang menyebabkan bergesernya nilai moral yang seharusnya dijunjung tinggi oleh masyarakat Melayu Riau. Dengan menganalisis teks, praktik wacana, dan praktik sosial yang terdapat di dalam keenam cerpen, terkuak beberapa ideologi yang dapat dijadikan solusi untuk mempertahankan atau mengubah nilai moral yang menjadi dasar pemertahanan muruah Melayu Riau, yaitu ideologi Hang Tuah, Hang Jebat, Lancang Kuning, dan tunjuk ajar Melayu.
Riau Malay discourse was often raised by authors in short stories published in Riau in the 1990s to 2000s. What often arises is the friction between Riau's rich natural resources and weak human resources, both in terms of economy and education. In this case, the capitalists get their legality from the government as the ruler to manage (even control) Riau's natural resources. This triggers various inequalities, such as economic, social, and educational in the Riau Malay community. In the end, this legality creates materialism that erodes the moral values of the Riau Malay community. The Riau Malay community is categorized as a community that attaches importance to heredity, customs, and culture in daily life. Supposedly, moral values are upheld by these culturally-indigenous community groups. To analyze such conditions, the author chose two short stories by B.M. Syamsuddin ("Pemburu Rusa Sepanjang Pipa/The Deer Hunter Along the Pipe" and "Wan Itah/Mr. Itah"), one short story by Taufik Ikram Jamil ("Menjadi Batu/Becoming Stone") published in the 1990s, two short stories by Abel Tasman ("Republik Jangkrik/Republic of Cricket" and "Kambing Hitam/Scapegoat"), and one short story by Fakhrunnas MA Jabbar ("Riouw ANNO 2204") which was published in the 2000s. To explore the existence of ideology hidden behind language-mediated discourse that plays a role in constructing social identity, social relations, and knowledge and meaning systems in literary works, this study uses critical discourse analysis with a three-dimensional model promoted by Norman Fairclough. The author uncovers the friction between Riau's natural resources and human resources which causes a shift in moral values that should be upheld by the Riau Malay community. By analyzing the texts, discourse practices, and social practices contained in the six short stories, it is revealed several ideologies that can be used as solutions to maintain or change the moral values that are the basis for maintaining the Riau Malay dignity, namely the Hang Tuah, Hang Jebat, Lancang Kuning, and Malay ideologies and advice.
Kata Kunci : Melayu, Riau, wacana, ideologi, kapitalisme