Evaluasi penemuan penderita tuberkulosis paru bakteri tahan asam positif di Kabupaten Magelang :: Studi kasus kelompok Puskesmas pelaksana Salaman I
MAHFUDZ, dr. Suharyanto Supardi, MPH.,MSPH
2003 | Tesis | S2 Ilmu Kesehatan MasyarakatLatar Belakang : Penyakit Tuberkulosis (TB) Paru menjadi penyebab kematian nomer 3 setelah kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan. Di kabupaten Magelang, selama tahun 1999 angka penemuan penderita Tuberkulosis sebesar 12,4%, tahun 2000 sebesar 9,8% dan tahun 2001 sebesar 7,1%. Angka ini masih sangat rendah dibandingkan dengan angka yang diharapkan yaitu sebesar 70% pada tahun 2005. Proporsi tersangka yang diperiksa dahaknya sebesar 15% pada tahun 1999, 10% pada tahun 2000 dan pada tahun 2001 sebesar 8,4%. Hal ini menunjukkkan jangkauan pelayanan masih rendah. Berdasarkan data diatas tumbuh permasalahan mengapa penemuan penderita Tuberkulosis Paru BTA positif sangat rendah. Metode : Penelitian ini merupakan studi kasus yang bersifat evaluatif dengan metode kualitatif. Pengambilan data dilakukan pada kelompok Puskesmas Pelaksana Salaman I dan Puskesmas Mertoyudan II. Hasil : Sebagian besar (70,5%) petugas BP memahami pengetahuan mengenai Program Penanggula ngan TuberkulosiS Paru namun lebih dari separo (53%) tidak melakukan pemeriksaan kontak dan pemeriksaan dahak SPS terhadap semua suspek. Bahkan semuanya (100%) tidak melakukan penyuluhan kelompok Penegakan diagnosa oleh petugas laboratorium dilakukan denga n baik, reagen dan alat juga cukup baik. Dokter praktek swasta dan perawat praktek belum ada yang melakukan pemeriksaan dahak SPS. Kesimpulan : Walaupun sebagian besar petugas BP memahami pengetahuan tentang pedoman penanggulangan tuberkulosis paru namun pemeriksaan dahak tidak dilakukan terhadap semua tersangka dan kontak penderita. Petugas BP juga tidak melakukan penyuluhan kelompok kepada masyarakat. Petugas laboratorium telah melaksanakan penegakkan diagnosis dengan baik. Dokter praktek swasta dan perawat praktek belum berperan membantu penemuan penderita Tuberkulosis.
Background: Lung tuberculosis is the third cause of death after cardiovascular and respiratory diseases. In Magelang, during 1999 the rate of tuberculosis case finding was 12.4%; in 2000 it was 9.8%; and in 2001 it was 7.1%. These rates were still lower than the expected rate, i.e. 70% in 2005. The proportion of suspects whose sputum was analyzed was 15% in 1999; 10% in 2000; and 8.4% in 2001. This showed that the service coverage was still low. Based on the above data, there was a question of why the finding of positive acid-resistance lung tuberculosis bacteria was low. Methods: This was an evaluative case study with a qualitative method. Data were taken from the Operating Public Health Center of Salaman I and Public Health Center of Mertoyudan II. Results: Most (70.5%) staff of counseling had knowledge of lung tuberculosis prevention, but more than half of them (53%) did not do any contact nor sputum analysis of all suspects. Even all (100%) did not do any group guidance; diagnosis was well done by laboratory staff; and reagent and instruments were all relatively good. Private doctors and nurses did not do any sputum analysis. Conclusion: Although most staff of counseling have knowledge on lung tuberculosis prevention guidelines, sputum analysis is not done for all suspected and patients. The staff of counseling did not do any guidance for the community. The laboratory staff had done diagnosis well. Private doctors and nurses did not play any role to help find tuberculosis cases.
Kata Kunci : Layanan Kesehatan,Puskesmas,Penderita TB Paru, evaluation, case finding, tuberculosis