TANGGUNG JAWAB PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) KARENA PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PEMBUATAN AKTA (Studi Putusan Pengadilan Tinggi Semarang Nomor 217/Pdt/2019/Pt.Smg)
DEVIA HERINAWATI, Dr. Jur. Any Andjarwati, S.H., M.Jur.
2022 | Tesis | MAGISTER KENOTARIATANPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis permasalahan terkait tanggung jawab terhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah karena perbuatan melawan hukum dalam pembuatan akta dan akibat hukum dari perbuatan melawan hukum oleh PPAT dalam proses pembuatan Akta melihat pada Putusan Pengadilan Tinggi Semarang Nomor 217/Pdt/2019/Pt.Smg. Sifat penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang didukung wawancara dengan narasumber, yaitu PPAT. Data sekunder bersumber dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier, dengan metode dokumentasi dan alat pengumpulan data adalah studi dokumen. Wawancara dilakukan terhadap narasumber dengan alat berupa pedoman wawancara. Analisis data dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT S berdasarkan surat kuasa mutlak merupakan perbuatan melawan hukum sebagaimana dilarang dalam Pasal 39 ayat (1) Huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan tidak memenuhi syarat objektif dari syarat sahnya perjanjian Pasal 1320 KUH Perdata karena penggunaan kuasa mutlak sebagai suatu jaminan hak atas tanah merupakan suatu penyelundupan hukum mengakibatkan Akta Jual Beli tersebut batal demi hukum. Perbuatan PPAT S dapat dimintakan pertanggungjawaban baik secara administrasi maupun perdata. Secara administrasi, PPAT dapat dikenakan sanksi teguran hingga sanksi pemberhentian dengan tidak hormat. PPAT S juga dapat diminta pertanggungjawaban secara sanksi perdata berupa dimintakan ganti kerugian berupa ganti rugi kekayaan atau ganti rugi moril. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa: 1) PPAT S dapat dimintakan pertanggungjawaban secara sanksi administratif dan sanksi perdata. 2) PPAT S membuat Akta Jual beli berdasarkan Surat Kuasa Mutlak merupakan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan Akta Jual Beli tersebut batal demi hukum. Saran dalam penelitian ini: 1) PPAT yang hendak membuat sebuah akta, seharusnya lebih teliti dan berhati hati dan dalam menjalankan kewenangannya khususnya dalam pembuatan akta. Karena akta adalah suatu alat bukti yang kuat. 2) Pengaturan kuasa mutlak perlu diefektifkan untuk diatur dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi seperti dalam bentuk Undang-Undang sehingga akan lebih efektif untuk mensosialisasikan peraturan tersebut dalam masyarakat. Khususnya para praktisi bidang hukum pertanahan.
This study aims to identify and analyze issues concerning the Land Deed Official's liability for unlawful acts committed during the deed-making process by scrutinizing the case of the Verdict of Semarang Appeal Court No.217/Pdt/2019/Pt.SMG. This research belongs to normative legal research supported by interviews with PPAT. Secondary data is sourced from primary, secondary and tertiary legal materials, with documentation method and data collection tool is document study. Interviews were conducted on the informants with a tool in the form of interview guidelines. Analyze data of this research is qualitative. The results of the research and discussion showed The Sale and Purchase Deed made by PPAT S based on an absolute power of attorney is an act against the law as prohibited in the Article 39 paragraph (1) Letter d Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration and does not meet the objective requirements of the legal requirements of the agreement Article 1320 of the Civil Code because the use of absolute power as a guarantee of land rights is legal smuggling resulting in the Sale and Purchase Deed being null and void. PPAT S's actions can be held responsible both administratively and civilly. Administratively, PPAT can be subject to a warning to a dishonorable dismissal. In addition to being subject to administrative sanctions, PPAT S can also be held responsible for civil sanctions in the form of being asked for compensation in the form of property compensation or moral compensation. Based on the results of the research and discussion, it was concluded that 1) PPAT S made a Sale and Purchase Deed based on an Absolute Power of Attorney which was against the law which resulted in the Sale and Purchase Deed being null and void. 2) PPAT S could be held accountable by administrative sanctions and civil sanctions. This research suggests that: 1) It is imperative that the regulation of power of attorney needs to be streamlined to be regulated in higher laws and regulations such as in the form of law so that it will be more effective to socialize these regulations in the community. Especially practitioners in the field of land law. 2) PPAT who wants to make a deed, should be more careful and careful in carrying out their authority, especially in making a deed. Because the deed is a strong piece of evidence.
Kata Kunci : Tanggung Jawab PPAT,Perbuatan Melawan Hukum,Akta PPAT