Laporkan Masalah

Pesantren dan Partai Politik dalam Arus Politik Lokal (Studi Kasus: Relasi Pesantren dan Partai Politik dalam Kandidasi Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Situbondo Tahun 2020)

NABIL LINTANG P, Prof. Dr. Haryanto, M.A.

2022 | Tesis | MAGISTER POLITIK DAN PEMERINTAHAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana relasi antara pesantren dan partai politik dalam melakukan kandidasi kepala daerah kabupaten situbondo tahun 2020. Dengan menggunakan konsep principal-agent dan kandidasi partai politik, penulis berargumen bahwa kedudukan pesantren yakni Pesantren Walisongo dan Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo sebagai prinsipal memiliki kontribusi dalam mengatur mekanisme kandidasi yang dilakukan oleh partai politik sebagai agen. Setidaknya terdapat tiga asumsi yang mendasari prinsipal dalam menyerahkan kewenangannya; self-interest, bounded rationality dan risk aversion. Self-interest melihat kepentingan apa yang melandasi pesantren dalam melakukan kontrak dengan partai politik. Bounded rationality berkaitan dengan keterbatasan pesantren dalam melakukan kandidasi. Risk aversion, perilaku pesantren dalam meminimalisir risiko. Metode yang digunakan dalam penelitian relasi principal-agent dalam kandidasi kepala daerah Kabupaten Situbondo tahun 2020 adalah metode studi kasus. Pendekatan dalam metode ini menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil riset penelitian menunjukkan bahwa dalam dimensi kandidat, terdapat partai politik yang masih bercorak ekslusif dalam melakukan nominasi kandidat, seperti PKB, PPP, Golkar NasDem dan PKS. Partai tersebut masih menetapkan syarat tambahan kepada seorang kandidat. Sedangkan Demokrat, Gerindra, PDI-P cenderung lebih inklusif dengan tidak memberikan syarat tambahan dalam proses kandidasi. Dalam dimensi selektoral, masih belum terdemokratisasi dengan baik, masih terdapat kendala seperti kurangnya partisipasi anggota partai dalam menyeleksi kandidat, selektor yang digunakan berbasis pada kekuasaan elite partai dan kelompok penguasa di luar partai. Dalam dimensi desentralisasi, partai politik terlihat lebih inklusif, karena pengambilan keputusan berada di tingkat lokal, meskipun masih terdapat salah satu partai yang bersifat ekslusif. Sedang dalam dimensi pengambilan keputusan, hampir semua partai menggunakan sistem penunjukkan dengan terlokalisasi di tingkat DPC/DPD. Relasi principal-agent antara pesantren dan partai politik kemudian menimbulkan ketidakberdayaan yang dialami oleh partai politik. Argumen penulis mengemukakan bahwa terdapat tiga faktor mengapa partai politik tidak berdaya dihadapan pesantren: pertama, ketergantungan elektoral yang besar oleh partai politik terhadap pesantren; kedua, ideologi pesantren yang mengakar kuat di tubuh partai politik; ketiga, pengondisian yang dilakukan oleh pesantren terhadap partai politik melalui distribusi sumber daya negara.

This study aims to explore the relationship between Islamic boarding schools (Pesantren) and political parties in carrying out the candidacy of the regional head of the Situbondo district in 2020. By using the principal-agent concept and the candidacy of political parties, I argued that the position of the pesantren is Pesantren Walisongo and Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo as principals have a contribution in regulating the candidacy mechanism carried out by political parties as agents. There are at least three assumptions that underlay the principal in delegating this authority; self-interest, bounded rationality and risk aversion. Self-interest looks at what interests underlay pesantren in contracting with political parties. Bounded rationality relates to the limitations of pesantren in conducting candidacy. Risk aversion relates to the behavior of pesantren in minimizing risk. The method used in the principal- agent relationship research in the candidate for ther regional head election of Situbondo district in 2020 is the case study method. The approach in this method used a qualitative approach. The results of the research showed that in the candidate dimension, there were political parties that still had an exclusive pattern in nominating candidates, such as PKB, PPP, Golkar NasDem and PKS. There parties were still setting additional conditions for a candidate. Meanwhile Demokrat, Gerindra, PDI-P tend to be more inclusive by not providing additional requirements in the candidacy process. In the selectoral dimension, it was not well democratized, there are still obstacles such as the lack of participation of party members in selecting candidates, the selectors used are based on the power of the party elite and ruling groups outside the party. In the decentralization dimension, political parties look more inclusive, because decision making is at the local level, although there is still one party that is exclusive. In the dimension of decision making, almost all parties use a localized appointment system at the DPC/DPD level. Principal-agent relations between pesantren and political parties then lead to the powerlessness experienced by political parties. The author's argument suggests that there are three factors why political parties are powerless in front of pesantren: first, the high electoral dependence of political parties on pesantren; second, the ideology of pesantren which is deeply rooted in the body of political parties; third, the conditioning carried out by pesantren on political parties through the distribution of state resources.

Kata Kunci : Kandidasi, Partai Politik, Prinsipal-Agen, Pesantren, Pilkada

  1. S2-2022-449251-abstract.pdf  
  2. S2-2022-449251-bibliography.pdf  
  3. S2-2022-449251-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2022-449251-title.pdf