Laporkan Masalah

Menguatnya Kesadaran Identitas Masyarakat Perbatasan Aceh: Representasi Etnis dan Kontestasi Agama di Singkil

MUHAJIR AL FAIRUSY, Prof. Dr. Irwan Abdullah; Dr. Setiadi, M.Si

2021 | Disertasi | DOKTOR ILMU-ILMU HUMANIORA

Studi ini mengurai, dan mendiskusikan peristiwa serta fenomena budaya menguatnya kesadaran identitas masyarakat Singkil sebagai salah satu kabupaten perbatasan di Aceh. Pemaknaan kabupaten perbatasan tidak hanya letak yang bersinggungan langsung dengan Provinsi Sumatera Utara. Pun, sebagai lokus pertemuan masyarakat lintas etnis dan agama. Masyarakat Singkil dapat diidentifikasi berdasar karakter teritorial pemukiman warga; Singkil pesisir dan hulu. Singkil pesisir merupakan masyarakat Singkil yang mendiami kawasan pesisir, dan dipengaruhi oleh kultur Melayu-Minang. Adapun Singkil hulu merupakan masyarakat yang dimaknai mendiami pemukiman aliran sungai Singkil. Secara genealogi, bahasa dan marga, Singkil hulu memiliki banyak kemiripan dengan suku Pakpak. Namun, dalam kurun waktu dua dekade, sejak Singkil menjadi kabupaten sendiri tahun 1999, mulai muncul diskursus identitas Suku Singkil yang diprakarsai oleh beberapa aktor dan elit Singkil dari hulu, disertai penolakan terhadap identitas Pakpak yang diafiliasi dengan Singkil Hulu. Pertanyaan utama, mengapa identitas kelompok menguat di tengah kehidupan komunal masyarakat Singkil dalam kabupaten yang sama. Studi ini bertujuan untuk melihat lebih dalam representasi dan kontestasi identitas di tengah masyarakat Singkil. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan etnografi. Penelitian dimulai dari pengamatan terlibat, wawancara tidak terstruktur dengan key informan dan informan masyarakat Singkil. Hasil penelitian menunjukkan jika kesadaran identitas menguat di tengah keragaman masyarakat Singkil disebabkan oleh kondisi sosial-politik, ekonomi dan diperkuat dengan peristiwa konflik agama. Selama ini, pembangunan yang ditengarai hanya bersinggungan dengan kawasan pesisir, mendorong munculnya stigma keterberkangan melekat pada warga Singkil hulu. Selanjutnya, kemunculan peristiwa konflik keagamaan sejak tahun 1969 antara penduduk Singkil Muslim dan Non Muslim menyangkut izin pendirian rumah ibadah tak kunjung selesai mendorong konstruksi identitas Singkil hulu. Peristiwa ini menjadi pemicu menguatnya kesadaran identitas masyarakat Singkil hulu menegasi diri sebagai suku Singkil dalam pengertian native yang beragama Islam, dan menolak definisi Singkil bagian dari Suku Pakpak, dan sebagai representasi kebangkitan jati diri masyarakat Singki hulu.

This study aim parses, and discusses cultural events and phenomena strengthening awareness of the identity of the Singkil community as one of the border's districts (kabupaten perbatasan) in Aceh. The meaning of border districts is not only located that intersects directly with North Sumatra Province. Also, as a locus of community meetings across ethnicities and religions. The people of Singkil can be identified based on the territorial character of the settlement of citizens; Pesisir and Hulu. Singkil Pesisir is a Singkil community that inhabits coastal areas, and is influenced by Malay-Minang culture. As for Singkil Hulu is a community that is meant to inhabit the settlement of the Singkil river flow. Genealogically, language and clan, upstream Singkil bears many similarities to the Pakpak tribe. However, within two decades, since Singkil became its own district in 1999 (Kabupaten Singkil), there began to be a discourse on the identity of the "Singkil Tribe" initiated by several actors and elite Singkil from upstream, accompanied by a rejection of the identity of Pakpak who was profiled with Singkil Hulu. The main question, why the identity of the group strengthened in the midst of the communal life of the Singkil community in the same district. The study aims to take a deeper look at the representation and contestation of identity in the Singkil community. The research method used is qualitative with ethnographic approach. The research began from the observations involved, unstructured interviews with key informants and Singkil community informants. The results showed that identity awareness strengthened amid the diversity of Singkil society due to socio-political, economic conditions and strengthened by religious conflict events. So far, the development is suspected to only intersect with coastal areas, encouraging the emergence of a stigma of restraint attached to the residents of Singkil Hulu. Furthermore, the emergence of religious conflict events since 1969 between the residents of Singkil Muslim and Non Muslim regarding the permit for the establishment of houses of worship has not been completed encouraging the construction of the identity of Singkil Hulu.This event triggered the strengthening of the identity awareness of the upper Singkil community to negate themselves as the Singkil tribe in the native sense of Muslims, and rejected the definition of Singkil part of the Pakpak Tribe, and as a representation of the revival of the identity of the Singkil Hulu community.

Kata Kunci : Menguatnya Kesadaran Identitas, Masyarakat Perbatasan Aceh, Representasi Etnis dan Kontestasi Agama.

  1. S3-2021-405399-abstract.pdf  
  2. S3-2021-405399-bibliography.pdf  
  3. S3-2021-405399-tableofcontent.pdf  
  4. S3-2021-405399-title .pdf