Laporkan Masalah

Konflik Kesejahteraan di Kawasan Pertambangan Emas Tumpang Pitu Kabupaten Banyuwangi

SITI AVIANTY Y, Dr. Amalinda Savirani, M.A

2021 | Tesis | MAGISTER POLITIK DAN PEMERINTAHAN

Tulisan ini merupakan hasil penelitian tentang konflik pertambangan emas di wilayah Tumpang Pitu, Banyuwangi dengan menggunakan pendekatan politik ekologi. Tumpang Pitu yang merupakan wilayah hutan lindung telah berubah status menjadi hutan produksi sejak tahun 2013 atas rekomendasi Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas dan mendapat persetujuan Menteri Kehutanan yang pada saat itu menjabat pada tahun 2013. Kawasan Tumpang Pitu memiliki deposit emas yang tinggi, dan perubahan status hutan ini terkait dengan kegiatan eksplorasi tambang. Sejak adanya perusahaan yang mengelola pertambangan emas, sebagian masyarakat terkena dampak aktifitas pertambangan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana pemerintah kabupaten Banyuwangi mengelola sumber daya alam emas di Tumpang Pitu tanpa mengesampingkan hak-hak masyarakat serta melihat aktor yang terlibat dalam pengelolaan kawasan Tumpang Pitu. Penelitian ini menggunakan konsep politik ekologi oleh Peterson (2000:53) yang menjelaskan bahwa politik ekologi berkaitan erat dengan masalah lingkungan dengan politik ekonomi dan dinamika antara lingkungan dan manusia. Kemudian konsep politik ekologi akan dikombinasikan dengan teori akses oleh Ribot & Peluso untuk menjelaskan bagaimana tindakan yang dilakukan oleh beberapa pihak atau aktor tersebut. Terdapat aktor-aktor yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya alam di kawasan pertambangan emas Tumpang Pitu. Aktor-aktor yang terlibat terdiri dari pemerintah daerah, masyarakat, serta perusahaan. Aktor-aktor tersebut tentu saja memiliki kepentingan masing-masing yang ingin diperjuangkan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan melakukan pengamatan, wawancara kepada narasumber serta melakukan dokumentasi untuk mengumpulkan data. Temuan dalam penelitian menunjukkan bahwa pertama, perubahan status hutan lindung Tumpang Pitu menjadi hutan produksi terjadi sejak kegiatan pertambangan mulai berkembang dan didukung oleh adanya rekomendasi dari pemerintah daerah. Dalam hal ini menunjukkan bagaimana keterlibatan aktor dalam mengelola kawasan Tumpang Pitu. Kedua, aktifitas pertambangan menimbulkan konflik di masyarakat. Konflik terjadi ketika suara masyarakat dalam melindungi hak-haknya terhadap kawasan Tumpang Pitu tidak diperhatikan oleh pemerintah daerah dan perusahaan. Ketiga, wacana ramah lingkungan sebagai strategi pemerintah dalam mengelola kawasan Tumpang Pitu untuk meminimalisir terjadinya konflik di masyarakat.

This paper is the result of research on the gold mining conflict in the Tumpang Pitu, Banyuwangi using an ecological political approach. Convertion of Tumpang Pitu to production forest is recommendation of the Regent of Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas and received the approval of the Minister of Forestry who was then serving in 2013. The Tumpang Pitu area has a high gold deposit, and convertion the status is related to mining exploration activities. Since the existence of a company that manages gold mining, some communities have been affected by mining activities. This study aims to see how the Banyuwangi district government manages gold natural resources in Tumpang Pitu without compromising the rights of the community as well as looking at the actors involved in the management of the Tumpang Pitu area. This study uses the concept of political ecology by Peterson (2000: 53) which explains that ecological politics is closely related to environmental problems with economic politics and the dynamics between the environment and humans. Then the concept of political ecology will be combined with the theory of access by Ribot & Peluso to explain how the actions taken by some parties or actors. There are actors involved in the management of natural resources in the Tumpang Pitu gold mining area. The actors involved consist of local governments, communities, and companies. Of course, these actors have their own interests that they want to fight for. This study uses a qualitative approach, by making observations, interviews with resource persons and conducting documentation to collect data. The findings in the study show that first , convertion of the Tumpang Pitu protected forest to a production forest has occurred since mining activities began to develop and is supported by recommendations from the local government. In this case, it shows how the involvement of actors in managing the Tumpang Pitu area is. Second , mining activities cause conflict in the community. Conflict occurs when the voice of the community in protecting their rights to the Tumpang Pitu area is not taken into account by the local government and companies. Third, environmentally friendly discourse as a government strategy in managing the Tumpang Pitu area to minimize conflicts in the community.

Kata Kunci : Konflik Kesejahteraan, Pertambangan, Politik Ekologi, Pengelolaan Sumber Daya Alam Emas, Alih Fungsi Hutan Lindung

  1. abstract.pdf  
  2. S2-2021-419152-abstract.pdf  
  3. S2-2021-419152-bibliography.pdf  
  4. S2-2021-419152-tableofcontent.pdf  
  5. S2-2021-419152-title.pdf  
  6. Title.pdf