Laporkan Masalah

ANALISIS YURIDIS PENERAPAN PASAL 59 UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG ATAS TINDAKAN KREDITORSEPARATIS DALAM PEMBERESAN HARTA PAILIT BERDASAR ASAS KEPASTIAN HUKUM(STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1 K/PDT.SUS-PAILIT/2020).

YOHANES BAPTISTA B, Prof. Dr. Tata Wijayanta, S.H., M.Hum.

2021 | Tesis | MAGISTER HUKUM BISNIS DAN KENEGARAAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis penerapan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK PKPU) dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 1 K/Pdt.Sus-Pailit/2020 dikaitkan dengan Asas Kepastian Hukum dan untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukumnya. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang didukung wawancara narasumber. Penelitian dilakukan dengan penelitian kepustakaan yang menggunakan data sekunder yang dikumpulkan dengan cara metode dokumentasi atas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, sedang alat yang digunakan adalah studi dokumen. Wawancara sebagai dukungan data sekunder dilakukan dengan mewawancarai narasumber yaitu Kurator. Data yang telah dikumpulkan dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa terdapat perbedaan penafsiran Pasal 59 UUK PKPU dalam tingkat Judex Factie dan Judex Juris, dan terdapat perbedaan pengaturan dalam UUK PKPU dan KMA sebagai pedoman UUK PKPU, dalam Pasal 59 UUK PKPU disebutkan yang dimaksud dengan harus melaksanakan haknya adalah bahwa Kreditor sudah melaksanakan haknya, yang berarti Kreditor sudah mulai melaksanakan haknya. KMA memiliki pengertian lain, pada poin 17.2.4. mengatakan bahwa harta pailit dijual oleh Kreditor Separatis dalam waktu 2 (dua) bulan setelah dinyatakan insolvensi, sehingga berdasarkan KMA tersebut pertimbagan hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1 K/Pdt.Sus-Pailit/2020 tidak sesuai karena 2 bulan adalah waktu untuk menjual, bukan hanya melaksanakan haknya. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan Pasal 59 UUK PKPU pada putusan kasasi masih terdapat perdebatan tersendiri dan terdapat perbedaan penafsiran, sehingga kepastian hukum masih belum dapat tercapai dan dapat menimbulkan ketidakpastian bagi Kreditor Separatis maupun Kurator dalam menjual Harta Pailit. Kedua yaitu Akibat hukumnya adalah kreditor separatis mendapatkan haknya sesuai dengan tanggungan yang dimilikinya, namun disisi lain terjadi suatu pertanyaan mengenai perbedaan penafsiran dari Pasal 59 UUK PKPU sendiri, hal ini berarti diksi dari Pasal 59 UUK PKPU ini sendiri belumlah mudah untuk ditafsirkan, dikarenakan penegak hukum sendiri masih dapat menafsirkan yang berbeda. Oleh karena itu disarankan perlu untuk dilakukannya perubahan UUK PKPU dikarenakan sudah tertinggal dan tidak dapat mengakomodir adanya perkembangan zaman, terkhusus untuk Pasal 59 UUK PKPU terkait jangka waktu penjualan harta pailit oleh Kreditor Separatis, dimana harus disebutkan dengan jelas bagaimana wewenang atau batasan tindakan yang dapat dilakukan Kreditor Separatis.

This research aims to determine and analyze the application of Article 59 of Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Debt Payment Obligations (UUK PKPU) in the Supreme Court's decision Number 1 K/Pdt.Sus-Pailit/2020 associated with the principle of legal certainty and to know and analyze the legal consequences. This research is a normative legal research supported by interviewees. The research was conducted by library research using secondary data collected by means of documentation method on primary legal materials and secondary legal materials and tertiary legal materials, while the tool used was document study. Interviews as secondary data support were conducted by interviewing Curators. The data that has been collected was analyzed qualitatively. The results of the research and discussion show that there are differences in the interpretation of Article 59 of the UUK PKPU at the Judex Factie and Judex Juris levels, and there are differences in the arrangements in the UUK PKPU and KMA as guidelines for the UUK PKPU. that the Creditor has exercised his rights, which means that the Creditor has started to exercise his rights. KMA has another meaning, at point 17.2.4. said that the bankrupt assets were sold by the Secured Creditor within 2 (two) months after being declared insolvency, so based on the KMA the judge's consideration in the Supreme Court Decision Number 1 K/Pdt.Sus-Pailit/2020 is not appropriate because 2 months is the time to sell, not only fullfill their rights. The conclusion of this research is that the application of Article 59 of the UUK PKPU to the cassation decision still has its own debate and there are differences in interpretation, so that legal certainty cannot be achieved and can cause uncertainty for Secured Creditor and Curators in selling Bankrupt Assets. Second, the legal consequence is that Secured Creditor get their rights according to their dependents, but on the other hand there is a question regarding the different interpretations of Article 59 of the UUK PKPU itself, this means that the diction of Article 59 of the UUK PKPU itself is not easy to interpret, because law enforcers themselves can still interpret differently. Therefore, it is recommended that the UUK PKPU be amended because they are left behind and cannot accommodate the times, especially for Article 59 of the PKPU Law regarding the period of sale of bankrupt assets by Secured Creditor, where it must be clearly stated how the authority or limitations are. actions that the Secured Creditor can take.

Kata Kunci : Kepailitan, Kreditor Separatis, Pasal 59 UUK PKPU, Asas Kepastian Hukum. , Bankruptcy, Secured Creditor, Article 59 of UUK PKPU, Principle of Legal Certainty.

  1. S2-2021-448058-abstract.pdf  
  2. S2-2021-448058-bibliography.pdf  
  3. S2-2021-448058-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2021-448058-title.pdf