DEFINISI DAN IMPLEMENTASI GERAKAN SLOW FOOD OLEH CONVIVIA DAN PELAKU INDUSTRI WISATA KULINER DI YOGYAKARTA

PUTRI NABILA BAHRI, Intan Purwandani, S.Par., M.Sc.

2021 | Skripsi | S1 PARIWISATA

Pasca adanya pandemi covid-19, aktivitas pariwisata diketahui mengalami perubahan, hingga memunculkan tren-tren baru dalam berwisata. Slow tourism menjadi salah satu tren baru dalam berwisata yang mulai diminati oleh banyak wisatawan. Gaya berwisata satu ini dapat diterapkan pada hampir seluruh jenis wisata, termasuk di antaranya wisata kuliner. Hingga akhirnya muncul terminologi slow food travel sebagai bentuk gabungan antara gaya berwisata slow tourism dan gerakan slow food. Namun, berbeda dengan tren slow tourism yang sudah banyak diterapkan, slow food travel diketahui baru diimplementasikan di sejumlah destinasi wisata di luar negeri. Berdasarkan hal tersebut, pada penelitian ini akan melihat bagaimana eksistensi proyek tersebut di wilayah Yogyakarta sebagai salah satu destinasi wisata dengan pilihan wisata kuliner yang beragam. Dengan itu, penelitian ini bertujuan untuk membahas mengenai definisi dan implementasi gerakan slow food untuk mengetahui perkembangan gerakan ini di Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif untuk menjelaskan secara rinci mengenai definisi dan implementasi gerakan slow food menurut sudut pandang kelompok slow food di Yogyakarta, yaitu Slow Food Yogyakarta (SFY) Convivia dan para pelaku industri wisata kuliner di Yogyakarta. Berikutnya, data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui metode observasi lapangan, studi pustaka, serta wawancara bersama SFY Convivia dan para pelaku industri wisata kuliner di Yogyakarta. Proses analisis data dilakukan dengan persiapan dan pengaturan, pengelompokkan, dan membuat deskripsi berdasarkan data yang telah terhimpun. Selanjutnya, peneliti menginterpretasikan hasil deskripsi data guna menemukan kesimpulan yang komprehensif. Adapun hasil temuan pada penelitian ini meliputi tiga bentuk definisi slow food, yaitu: (a) slow food sebagai bagian dari panganan organik; (b) pemberdayaan sumber daya lokal; serta (c) makanan zero transportation. Lebih dari pada itu, gerakan ini kemudian diimplementasikan sebagai (a) tujuan kelompok oleh SFY Convivia; (b) kegiatan wisata oleh pelaku wisata kuliner; (c) edukasi oleh pelaku industri wisata kuliner; dan (d) bagian dari aktivitas wisata. Dari seluruh temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa implementasi gerakan slow food di Yogyakarta masih didasarkan pada persepsi tiap-tiap narasumber dalam memahami gerakan itu sendiri.

During the covid-19 pandemic, tourism activities are known to have experienced changes, thus causing the emergence of new trends in travel. Slow tourism has become one of the new trends in travel that is beginning to attract many tourists. This travel style can be applied to almost all types of tourism, including culinary tourism. Until finally, the term slow food travel emerged as a combination of the slow tourism style of travel and the slow food movement. However, in contrast to the slow tourism trend that has been widely implemented, slow food travel is known to only have been implemented in a few tourist destinations abroad. Based on this, the existence of the project in Yogyakarta area as a tourist destination with a variety of culinary tourism options is studied in this research. Therefore, this research aims to examine the definition and implementation of the slow food movement to determine the development of this movement in Yogyakarta. A qualitative descriptive approach is employed in this research to explain in detail the definition and implementation of the slow food movement from the point of view of its regional organization, Slow Food Yogyakarta (SFY) Convivia and culinary tourism industry fellows in Yogyakarta. The next step includes data collection for the research through field observations, literature reviews, and interviews with SFY Convivia and culinary tourism industry fellows in Yogyakarta. The data analysis process is carried out by preparation and arrangement, grouping, and description making based on the data that have been collected. The researcher then interprets the results of the data description in order to find a comprehensive conclusion. The findings in this study include three forms of the definition of slow food, namely: (a) slow food as part of organic food; (b) empowerment of local resources; and (c) zero transportation food. Moreover, this movement was later implemented as (a) a group goal by SFY Convivia; (b) tourism activities by culinary tourism fellows; (c) education by culinary tourism industry fellows; and (d) part of tourism activities. From all these findings, it can be concluded that the implementation of the slow food movement in Yogyakarta is still based on the perception of each respondent in their understanding the movement itself.

Kata Kunci : Definisi, Implementasi, Slow Food, SFY Convivia, Wisata Kuliner