Performa Identitas Gender Pada Konten Male Beauty Creator Andreas Lukita Di Tiktok

DIAH AYU GANDASARI, Sidiq Hari Madya, S.Sos., M.Sc.

2021 | Skripsi | S1 SOSIOLOGI

Maraknya penggunaan TikTok sebagai media baru memunculkan pencipta konten atau disebut sebagai creator yang berupaya menyajikan konten menarik, salah satunya konten kecantikan (beauty and skincare). Sosok beauty creator mayoritas didominasi kaum perempuan karena pengemasan konten berkaitan erat dengan atribut kecantikan seperti, kosmetik, perawatan tubuh dan wajah. Namun, baru-baru ini penggunaan atribut kecantikan ternyata tidak hanya terjadi pada perempuan saja, nyatanya muncul kaum laki-laki turut menjadi beauty creator seperti halnya Andreas Lukita. Konstruksi gender laki-laki yang umumnya ditampilkan sebagai sosok maskulin, tetapi male beauty creator Andreas Lukita menonjolkan tanda-tanda visual yang bertolak belakang dengan jenis kelaminnya serta nilai dan norma yang ada dalam sebagian besar masyarakat. Pemaknaan gender dikonstruksi berdasarkan sistem patriarki yaitu laki-laki bersifat maskulin, sedangkan perempuan bersifat feminin sehingga cenderung menuntut individu bertingkah laku, berpikir dan berpenampilan sesuai konstruksi jenis kelaminnya. Sehingga male beauty creator yang memiliki identitas tidak umum dari apa yang diketahui masyarakat akan dianggap sebagai penyimpangan. Maka dari itu, pertanyaan kunci dari penelitian ini adalah bagaimana performativitas identitas gender pada konten male beauty creator Andreas Lukita di TikTok?. Kemudian tulisan ini menggunakan analisis teori konstruksi sosial dan teori queer dengan metode kualitatif serta pendekatan analisis konten melalui artefak komunikasi sosial berupa foto, video dan wacana dengan melihat pola bahasa serta konteks sosial. Hal menarik yang didapat dari hasil penelitian bahwa pertama, jenis konten yang disajikan Andreas Lukita di TikTok terbagi menjadi empat kategori yaitu fashion, tutorial, promosi dan favorit berfungsi untuk menampilkan kategorisasi performa maskulin dan feminin. Pada kategori maskulin, Andreas Lukita menyuarakan maskulinitas dalam bentuk baru menurut dirinya sendiri dengan memadukan penanda karakter queer. Sedangkan kategori feminin, perannya masih merepresentasikan sosok perempuan sesuai dengan nilai umum yang berkembang dalam masyarakat. Kedua, respon masyarakat sebanyak 52% bersikap menyetujui atau menerima atas presentasi identitas maskulin dan feminin, sementara tanggapan Andreas Lukita terhadap respon masyarakat dilakukan melalui dua pola yaitu menyukai respon positif dan membalas komentar secara intensif. Selain itu, penelitian ini juga melihat pemaknaan identitas gender melalui performativitas dalam dua hal yaitu performativitas penampilan dan fisik, dimana identitas gender dilihat dari penampilan yang disajikan. Kemudian, pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Andreas Lukita dianggap feminin karena mengimitasi dari penampilan perempuan sekaligus menggambarkan pertentangan melalui kombinasi penanda queer sebagai bentuk ketidakstabilan gender. Selanjutnya, performativitas perbincangan orientasi seksual cenderung ditampilkan secara implisit dan lebih banyak menampilkan konten secara penampilan fisik, namun performativitas Andreas Lukita yang bersifat feminin tidak menutup kemungkinan dirinya menyukai sesama laki-laki. Oleh karena itu, kombinasi identitas gender dan seksualitas oleh Andreas Lukita tidak sepenuhnya mematuhi normativitas masyarakat, hal itu dilakukan sebagai upaya imitasi dan rekonstruksi terhadap normativitas gender serta seksualitas heterogen.

The rising popularity of TikTok, as a new social media platform, has brought out content creators or so-called creators who seek to present interesting contents, one of which is beauty and skincare content. The majority of beauty creators on TikTok are women since the content packaging is mostly related to beauty products such as cosmetics, body, and facial care. However, beauty products are not only used by women nowadays. In fact, some men come out as beauty creators like Andreas Lukita. The construction of the male gender is generally shown as a masculine figure, but male beauty creators, like Andreas Lukita, highlight their visual looks that contradict their gender, values, and norms that exist in most societies. Talking about gender in our society, the meaning of how it is to be a man or woman is constructed based on a patriarchal system. Hence, the demand from most societies is that men are supposed to be masculine and women are supposed to be feminine in how they behave, think and look according to their gender constructions. This results in male beauty creators, whose identity is not common from what is known to the society, are considered to have a deviation. Therefore, the key question of this research is to know how the gender identity's performativity of Andreas Lukita's content on TikTok. Furthermore, this research uses an analysis of social construction theory and queer theory with qualitative as its methods and a content analysis approach through the use of social communication artifacts in the form of photos, videos, and discourses by looking at language patterns and social contexts. The interesting thing from the research results for the first finding is that Andreas Lukita's contents on TikTok are divided into four categories: fashion, tutorials, promotions, and favourites, which serve to display the categorization of masculine and feminine performance. For the masculine category, Andreas Lukita voices a new form of masculinity according to himself by combining queer character markers. Meanwhile, for the feminine category, his role still represents the female figure which is in line with the general values on how it is to be a woman in society. The second finding shows that 52% of the public respondents agree or accept the presentation of masculine and feminine identities, while Andreas Lukita's response to the community's response was carried out through two patterns, liking the positive responses and replying to comments intensively. In this study, the author also analyses the meaning of gender identity through performativity in two ways, appearance, and physical performativity, where gender identity is seen from the one's appearance that is presented. In conclusion, it can be summarized that Andreas Lukita is considered feminine because he imitates the appearance of women while showing depicting conflict through a combination of queer markers as a form of gender instability. Furthermore, the performativity of conversations on sexual orientation tends to be displayed implicitly and he produces more content in terms of physical appearance, yet Andreas Lukita's femininity does not close the possibility that he likes other men. Therefore, the combination of gender identity and sexuality by Andreas Lukita does not fully comply with the norms of society. It is only being carried out as an effort to imitate and reconstruct gender normativity and heterogeneous sexuality.

Kata Kunci : Performativity, Identity, Gender, Micro-celebrity, Queer